Jakarta (Independensi.com)
Meskipun Mahkamah Agung sudah menolak permohonan Peninjauan Kembali (PK) Baiq Nuril, namun Kejaksaan menunda pelaksanaan eksekusi karena masih menunggu Presiden memberikan amnesti agar Baiq Nuril mendapat penghapusan hukuman.
“Karena ini (amnesti–Red) satu-satunya upaya yang mungkin bisa diberikan kepada Baiq Nuril,” kata Prasetyo kepada wartawan di Kejaksaan Agung, Jakarta, Jumat (12/7/2019).
Prasetyo mengakui sebagai penuntut umum tertinggi sudah memerintahkan kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat untuk tidak membicarakan masalah eksekusi dulu.
“Kita lihat perkembangan seperti apa. Karena kejaksaan harus turut memperhatikan dan mendengar apsirasi rasa keadilan yang tumbuh dimasyarakat,” tutur Prasetyo
Pihaknya pun memperhatikan permohonan penangguhan eksekusi dari sejumlah pihak yang dibawa Nuril saat bertemu dirinya. “Itu juga jadi perhatian kita dan tidak akan kita abaikan.”
Dia sendiri meminta Baiq Nuril untuk tidak merasa takut atau tertekan. “Karena kami belum pernah terpikir untuk mengeksekusi putusan,” tutur mantan JAM Pidum ini.
Terkait pemberian amnesti, Prasetyo mengatakan kalau Presiden Joko Widodo pasti mempertimbangkan aspek politisnya juga yaitu politis kesetaraan gender.
“Perlindungan kepada perempuan dan harapan kita kasus Nuril menjadi pelajaran berharga untuk kita ke depan tidak ada lagi perlakuan yang mungkin dianggap kurang adil buat perempuan,” tuturnya.
Sementara itu Baiq Nuril yang sudah berstatus terpidana enam bulan penjara dalam kasus pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) sempat mengajukan PK kepada MA.
Namun PK nya ditolak majelis hakim PK MA diketuai hakim agung Suhadi dengan anggota hakim agung Margono dan Desnayeti.
Dalam putusan majelis hakim PK tetap meyakini perbuatan Nuril menyebarluaskan rekaman telepon secara ilegal membuat nama baik orang lain dirugikan.
Adapun rekaman tersebut berisi pengalaman Haji Muslim yang bersetubuh dengan perempuan berinisial L. Hasil rekaman itu tersimpan satu tahun hingga diberikan ke Imam Mudawin dan akhirnya tersebar.(MUJ)