pemegang kartu BPJS

Kementerian Keuangan Dalami Penyebab Defisit BPJS

Loading

JAKARTA (IndependensI.com) – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pihaknya akan terus mendalami apa saja yang menjadi penyebab membengkaknya desifit APBN hingga Rp 28 triliun.  “Kita tidak ingin hanya melakukan pembayaran defisit tapi lebih kepada secara fundamental ada perbaikan sistem jaminan kesehatan nasional yang bisa menciptakan suatu sistem sustainable,” katanya saat ditemui di Gedung DJP Kemenkeu, Jakarta, Senin (22/7/2019).

Menteri Sri Mulyani melanjutkan, pihaknya juga akan terus melakukan koordinasi antar kementerian lembaga untuk sama-sama melakukan identifikasi langkah yang bisa dilakukan dalam mengelola BPJS. Apakah, dari sisi tata kelola di dalam BPJS sudah sesuai rekomendasi Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) atau justru sebaliknya.

“Kemudian mengenai pendataan peserta karena itu juga merupakan salah satu sumber mengenai tata kelola tagihan itu juga merupakan salah satu hal yang penting untuk diperbaiki, tata kelola dari sisi penerimaan, terutama dari peserta yang bukan penerima upah reguler, itu menjadi salah satu yang perlu untuk ditingkatkan,” jelasnya.

“Dan juga dari sisi hubungan antara BPJS dengan Kemenkes di dalam mendefinisikan berbagai policy seperti kategorisasi dari sisi rumah sakit, strategic purchase dan dari sisi salah satu yang sedang dibahas di lingkungan pemerintah adalah mengenai besaran iuran,” tambahnya.

Di samping itu, untuk menutupi defisit, Menteri Sri Mulyani juga mendorong agar masyarakat bisa berpartisipasi menjadi peserta dari sistem jaminan kesehatan nasional. Namun, dari sisi besaran kontribusi yang dibayarkan pun juga harus tetap terjangkau.

“Dan bagaimana dari sisi kemampuan BPJS melakukan pengelolaan sistem yang lebih reliable itu menjadi salah satu hal yang menjadi pondasi penting yang harus diperbaiki juga,” katanya.

Seperti diketahui, Kementerian Kesehatan memproyeksikan nilai defisit Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS Kesehatan dapat meningkat hingga Rp 28 triliun, seiring terus meningkatnya prevalensi penyakit tidak menular, salah satu ‘penyedot’ terbesar dana badan tersebut. (dan)