JAKARTA (Independensi.com) – Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Budi Setiyadi sedang menyiapkan master plan penanganan Over Dimension and Over Load (ODOL) 2019-2021.
Keberadaan master plan ini untuk menuntaskan carut marut permasalahan (ODOL) yang tak kunjung selesai.
“Saya akan segera menyelesaikan skema besar atau master plan penanganan ODOL ini dengan menggandeng semua stake holder yang terdiri dari lembaga, asosiasi, dan semua Kementerian terkait yang memiliki kewenangan,” kata Budi di kantornya Rabu (24/7)
Budi mencoba untuk menggali beberapa persoalan yang dari dulu sampai sekarang masih ada. Hal ini juga sudah di rapatkan dengan semua pihak termasuk Kepolisian.
Pada bulan Agustus minggu pertama atau kedua master plan penanganan ODOL akan dipaparkan kepada Menteri Perhubungan, dan selanjutnya akan dipresentasikan juga kepada Menteri PUPR, Menteri Perdagangan dan juga KAPOLRI.
Karena kebijakan ini nantinya akan berdampak pada distribusi barang dan logistik serta kemungkinan terjadinya perubahan pada harga jual.
Tentunya dibutuhkqn waktu untuk menyelesaikan masalah ini karena dalam pengoperasiannya tidak mengedepankan aspek penegakan hukum semata. Karena untuk menyelesaikan masalah secara langsung, namun mengurai persoalan- persoalan untuk dicari _treatment_ yang paling tepat.
“Sesuai dengan arahan pak Menhub, dalam pelaksanaannya kita ingin menggunakan soft power dan pendekatan edukatif, dengan mengajak pelaku usaha benar-benar memahami dan mau menghapus ODOL dan mengikuti regulasi yang ada, setelah itu baru dilakukan pendekatan yang lebih represif atau hard power,” kata Budi.
Namun hal yang paling penting adalah komitmen kita bersama untuk mengentaskannya, dan menyelesaikan masalah ODOL ini bersama-sama.
Dari survey yang dilakukan selama 13 hari pada 8 – 22 Juli 2019 di 21 Unit Pelaksana Penimbangan Kendaraan Bermotor (UPPKB), dari 11.379 pelanggaran, sebanyak 9.225 kendaraan melanggar dan 2.154 kendaraan tidak melanggar.
Jumlah pelanggaran daya angkut dengan kelebihan muatan 50 – 100% sebanyak 1.500 kendaraan dan yang melebihi 100 % sebanyak 435 kendaraan.
“Sementara itu, komoditi terbesar yang melanggar daya angkut lebih dari 100% antara lain kopi, semen, pakan ternak, pasir, pupuk, kelontong, kayu, minuman dalam kemasan, batu, dan tanah,” tutup Dirjen Budi.
(hpr)