Truk ODOL Perusak Jalan Perlu Dikenai Denda Tinggi

Loading

JAKARTA (Independensi.com)
Truk over dimension and over load (ODOL) yang telah mengakibatkan kerusakan jalan dan menyebabkan pemerintah harus menyiapkan dana triliun rupoah untuk pemeliharaan jalan, harus di berikan sanksi berat berupa denda.

Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat, Djoko Setijowarno mengatakan, sistem, teknologi, dan sanksi menangkal truk ODOL di Indonesia harus dibenahi.

Contohnya, di banyak negara, upaya menekan kendaraan barang ODOL tidak hanya penyempurnaan sistem dan teknologi, akan tetapi juga dibarengi penegakan hukum dengan sanksi pidana maupun denda yang cukup tinggi.

“Di Indonesia, sistem uji laik jalan (kir) memang sudah dibenahi dengan sistem teknologi informasi dalam bentuk Buku Lulus Uji Elektronik (BLUE). Jika ketahuan masih ada kendaraan barang beroperasi dengan kondisi berdimensi lebih dan diloloskan dalam uji berkala, akan mudah ditemukan instansi mana yang mengeluarkan izin tersebut,” ujar Djoko, kemarin.

Namun, di jalan raya masih berseliweran truk over dimension. Dapat dipastikan armada truk itu tidak memiliki surat uji kir yang resmi alias tidak dilakukan uji laik jalan.

“Kalau memalsukan surat uji laik jalan, risiko hukumnya lebih tinggi. Jadi, lebih memilih tidak dilakukan uji laik jalan. Namun untuk menindaknya tidaklah mudah, karena kewenangan PPNS Perhubungan terbatas di UPPKB,” terang Djoko.

Saat ini dioperasikan 81 Unit Penimbangan Kendaraan Bermotor (UPPKB) yang dioperasikan dari 134 UPPKB yang diserahterimakan dari pemda ke Ditjenhubdat.

Dalam satu unit UPPKB diperlukan 42 personil.
Untuk mengoperasikan 81 unit UPPKB diperlukan 3.402 orang. Padahal personil yang tersedia sekarang 473 orang dan masih kurang 2.929 orang.

Tidak mudah untuk menambah ASN sebanyak itu. WIM (wheight in motion) bisa sebagai pengganti sejumlah ASN yang dibutuhkan,” jelas Djoko.

WIM adalah alat timbang kendaraan bermotor dengan metode pengukuran bebas kendaraan yang dapat dilakukan ketika kendaraan dalam kondisi bergerak.

WIM dapat membantu mendeteksi truk ODOL. WIM dapat mengetahui berat kendaraan, kecepatan kendaraan, jumlah sumbu (axis), jarak per sumbu dan berat per sumbu.

Sensor terhadap kendaraan untuk mengetahui dimensi panjang, lebar, tinggi, jarak sunbu, julur depan, julur belakang dan konfigurasi sumbu. Ada speed counting and truck detector yang dapat melakukan penghitungan LHR, kecepatan kendaraan, dan merekam kendaraan yang tidak masuk UPPKB.

Sistem ini dikembangkan untuk mempermudah proses pendataan, dan pengawasan angkutan barang.

Dalam system ini terdapat data kendaraan, muatan, penimbangan, dan pelanggaran yang terhubung dengan pusat data yang terdapat di Ditjen Hubdat

Saat ini dilakukan pilot project pemasangan WIM di UPPKB Balonggandu (Jawa Barat), UPPKB Kulwaru (DI Yogyakarta) dan jalan tol di Banten.
Kementerian Perhubungan dan Kementerian PUPR dapat berbagi memasang WIM di ruas jalan non tol.

Membandingkan dengan praktek membendung truk ODOL di mancanegara, sanksi denda cukup tinggi, sehingga dampaknya ada efek jera bagi yang melanggar untuk tidak mengulanginya lagi.

Di Korea Selatan, bagi pelanggar memanipulasi alat dalam kendaraan dan tidak mematuhi aturan beban, akan diberikan sanksi penjara satu tahun dan denda sekitar 10 juta Won atau 10.000 dolar AS yang setara dengan Rp145 juta.

Negara Gajah Putih Thailand mengenakan denda mencapai 100.000 Baht atau 3.300 dolar AS atau setara Rp47,8 juta.
“Penegakan hukum kelebihan muatan sudah tercantum dalam UU LLAJ (pasal 307) dikenakan sanksi pidana kurungan 2 bulan atau denda maksimal Rp500 ribu.

Melakukan revisi Undang-Undang Nomo 23 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan untuk menaikkan besaran sanksi denda harus dilakukan. “Supaya memberikan efek jera pelakunya,” pungkas Djoko. (hpr)