Jaksa Agung HM Prasetyo bersama terpidana Baiq Nuril (kerudung merah) yang datang ke Kejagung belum lama ini

Bersyukur DPR Setujui Amnesti, Jaksa Agung Nasehati Nuril untuk Lebih Berhati-hati

Loading

Jakarta (Independensi.com)
Jaksa Agung HM Prasetyo menasehati terpidana Baiq Nuril untuk ke depannya lebih berhati-hati dalam merekam pembicaraan menggunakan telepon genggam atau handphone.

“Ini suatu hal yang patut menjadi pelajaran semuanya. Termasuk buat Baiq Nuril sendiri untuk berikutnya lebih berhati-hati (merekam pembicaraan–Red),” kata Prasetyo kepada wartawan di Kejaksaan Agung, Jakarta, Jumat (26/7/2019).

Masalahnya, tutur Prasetyo, seringkali orang merekam atau mengirim berita menggunakan handphone tanpa berpikir lagi. “Mencet dulu baru mikir. Kan sering orang begitu.”

Oleh karena itu, katanya, sekarang semua pihak harus hati-hati semua. “Termasuk kita-kita ini. Buat berita pun begitu harus hati-hati,” tuturnya.

Dia bersyukur karena DPR sudah memberikan pertimbangan dan menyetujui kebijakan presiden untuk memberikan amnesti kepada Baiq Nuril.

“Alhamdulillah disetujui DPR. Karena untuk pemberian amnesti syaratnya minta pertimbangan DPR. Kalau grasi kepada Mahkamah Agung dan Jaksa Agung,” kata mantan Kajati Sulawesi Selatan ini.

Ditambahkannya dengan akan diberikan amnesti oleh presiden maka kejaksaan tidak berpikir lagi untuk mengeksekusi Nuril.

“Karena kalau dikaitkan dengan putusan MA yang sudah inkracht kan semestinya dieksekusi. Tapi karena sudah dekat atau final presiden akan beri amnesti, ya kita tunggu seperti apa,” ucapnya.

Seperti diketahui status Baiq Nuril adalah terpidana enam bulan penjara dalam kasus pelanggaran pasal 27 ayat (1) jo pasal 45 Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Atau Baiq Nuril telah melakukan suatu tindak pidana melakukan suatu pendistribusian atau mentrasmisikan membuat dapat diaksesnya suatu berita elektronik yang berkaitan dengan ke asusilaan.

Status terpidana disandang Nuril setelah MA pada tingkat kasasi membatalkan putusan bebas Pengadilan Negeri Mataram dan sebaliknya menyatakan Nuril terbukti bersalah menyebarkan percakapan asusila Kepala Sekolah SMAN 7 Mataram.

Nuril kemudian mengajukan Peninjauan Kembali atau PK. Namun PK nya ditolak MA. Jaksa sendiri sebelumnya menuntut Nuril enam bulan penjara dan denda Rp500 juta subsider tiga bulan kurungan. (MUJ)