Kajari Jakarta Pusat DR Sugeng Riyanta, SH, MH bersama keluarga

Raih Gelar Doktor, Sugeng Riyanta Tawarkan Empat Perubahan agar Kejaksaan Profesional-Independen

Loading

Jakarta (Independensi.com) Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat Sugeng Riyanta, SH, MH berhasil meraih gelar doktor setelah dinyatakan lulus dalam sidang ujian program doktoral di kampus Universitas Sebelas Maret (UNS), Solo, Jawa Tengah Jumat (6/9/2019).

Sugeng Riyanta meraih gelar doktor melalui disertasinya
berjudul “Model Kelembagaan Kejaksaan Sebagai Lembaga Negara yang Profesional dan Independen Dalam Penanganan Tindak Pidana Korupsi”.

Dia dinyatakan lulus “sangat memuaskan” dengan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) 3,77 dalam sidang ujian promosi doktor program Studi Ilmu Hukum Pascasarjana UNS yang dipimpin Rektor UNS, Prof Dr Jamal Wiwoho SH.

Dalam disertasinya itu Sugeng alumnus Fakultas Hukum UNS tahun 1996 antara lain menguraikan perlu adanya perubahan-perubahan yang mendasar agar kejaksaan menjadi lembaga yang profesional dan independen.

Masalahnya selama ini, kata dia, lembaga kejaksaan dirasakan tidak independen. Apalagi ketika sedang menangani tindak pidana korupsi melibatkan eksekutif yang kuat secara ekonomi maupun politik.

Seperti pengalamannya ketika masih menjadi jaksa di Kejati Jawa Tengah yaitu menangani kasus dugaan korupsi mantan Bupati Karanganyar Rina Iriani Sri Ratnaningsih.

Sugeng pun merasakan tekanan eksternal dan internal yang sangat kuat. “Butuh waktu tiga tahun hingga perkara itu bisa disidangkan,” ucapnya.

Padahal, tutur Sugeng, sejak awal alat bukti lengkap, kuat dan bisa dipertanggungjawabkan. “Namun untuk meyakinkan bisa diputuskan jalan, sampai perlu tiga kali ekspose perkara itu di depan Jaksa Agung.”

Bahkan dia pun sempat ditanya secara pribadi apakah bisa memberi jaminan atas kelanjutan perkara itu. “Tapi akhirnya proses hukum jalan, meskipun tidak dilakukan penahanan,” katanya.

Berdasarkan situasi dan kondisi tersebut dia pun menawarkan empat langkah perubahan yang sangat mendasar terhadap lembaga kejaksaan tempatnya dia bertugas.

Pertama, kata Sugeng, lakukan amandemen Undang-Undang Dasar 1945 dengan menambah Bab VIIIb tentang kekuasaan penegakan hukum.

“Kejaksaan harus dimasukkan dalam konstitusi sebagai lembaga yang sepenuhnya merdeka. Tidak lagi di bawah kekuasaan eksekutif, seperti selama ini terjadi,” tuturnya.

Dikatakannya sebagai kekuasaan yang bebas merdeka berdasar konstitusi, kejaksaan mempertanggungjawabkan kekuasaanya lewat laporan tahunan kepada Presiden, DPR, dan BPK.

Kedua, memperbarui Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan, dimana diaturan baru diatur norma-norma tata cara pengangkatan Jaksa Agung serta syarat dan kualifikasi Jaksa Agung.

Dia berpendapat untuk syarat dan kualifikasi Jaksa Agung harus jaksa aktif, pernah menjadi Kepala Kejaksaan Tinggi, dan usia pensiun 65 tahun.

“Mengapa Jaksa Agung harus berlatar belakang jaksa? Karena tugas jaksa itu berat, harus paham dan menguasai prosesnya baik eksternal maupun internal,” kata Sugeng dalam disertasinya.

Oleh karena itu dia tidak setuju jika Jaksa Agung bukanlah seorang jaksa atau berlatar belakang jaksa.

Dia pun berpendapat kejaksaan harus muncul sebagai pemegang kekuasaan tunggal di bidang penuntutan dalam sistem penuntutan hukum.

Disebutkannya keberadaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang memiliki otoritas besar penanganan tindak pidana korupsi, dilengkapi kewenangan penuntutan.

Ketiga, Sugeng menawarkan perubahan sejumlah Undang-Undang yang berhubungan dengan kejaksaan, terutama terkait proses beracara termasuk di lingkungan peradilan militer.

Ke empat, memperkuat kode etik menyangkut standa perilaku jaksa yang berdampak positif bagi upaya penanganan tindak pidana korupsi oleh lembaga kejaksaan RI.

Ke empat langkah perubahan tersebut, kata Sugeng, perlu dilakukan karena selama ini kinerja kejaksaan  sangat tergantung politik Presiden.

“Memang tidak mudah. Tapi karena ini jalan politik maka langkah tersebut harus ditempuh,” kata pria kelahiran Dusun Banaran, Galur, Kulonprogo pada 4 November 1972.

Sementara Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta Warih Sadono memuji gagasan Sugeng Riyanta dalam disertasinya itu. “Walau perjalanan masih panjang. Ini sesuatu yang ideal.”

Dia pun menilai keberanian Sugeng menyampaikan gagasan bisa ditularkan kepada jaksa-jaksa lainnya.

Bertindak sebagai tim penguji promovendus dipimpin Rektor UNS yaitu Prof Dr Widyo Pramono SH MH mantan JAM Pidus, Prof Dr Supanto SH, Prod Dr Adi Sulistyono, Prof Dr Rustamaji, Prof Dr Sutarno, Prof Dr IGK Rahmi Handayani yang juga Dekan FH UNS. Bertindak selaku promotor Prof Dr Hartiwiningsih.
(MUJ)