Faisol Riza, Anggota DPR-RI dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). (Ist)

Faisol Riza: Rakyat Papua Butuh Partai Lokal Seperti Aceh

Loading

JAKARTA (Independensi.com) – Pemerintah pusat perlu mengevaluasi penangangan aspirasi rakyat Papua akhir-akhir ini agar bisa segera mengatasi persoalan Papua, agar semua upaya untuk mensejahterakan rakyat Papua tidak menjadi sia-sia.

Untuk itu memastikan aspirasi tersebut rakyat Papua perlu memiliki partai lokal, seperti yang diperintahkan oleh Undang-Undang Otonomi Khusus Papua. Hal ini ditegaskan oleh politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Faisol Riza kepada pers Rabu (25/9) di Jakarta, menanggapi situasi terakhir di Papua.

“Seperti halnya rakyat Aceh, rakyat Papua perlu memiliki partai lokal yang bisa membawa aspirasi rakyat disetiap kabupaten dan kota di Papua dan Papua Barat. Selama ini aspirasi rakyat Papua tidak kuat disuarakan oleh partai-partai nasional sehingga sering terjadi miskomunikasi antara pemerintah pusat dengan rakyat Papua,” ujar anggota DPR-RI dari dapil Jawa Timur ini.

Menurutnya bisa juga miskomunikasi terjadi karena wakil-wakil rakyat Papua tidak membawa aspirasi rakyat Papua sehingga ketegangan politik terus menerus terjadi, sehingga sangat mudah di adu domba oleh pihak asing.

“Seperti halnya Aceh, semua aspirasi rakyat Aceh saat ini memiliki wadah yang representatif dalam partai lokal, sehingga otonomi khusus di Aceh lebih maju ketimbang di Papua,” ujarnya.

Ia menjelaskan dalam Undang-Undang Otonomi Khusus sudah terbuka bagi rakyat Papua untuk memiliki partai lokal. Anehnya hal tersebut tidak ditindak lanjuti seperti halnya di Aceh.

“Ternyata belum ada peraturan tehnisnya. Presiden Jokowi perlu mendorong Peraturan yang bisa segera mempercepat rakyat Papua memiliki partai lokal disamping partai-partai nasional yang ada,” jelasnya.

Mantan Ketua Umum Partai Rakyat Demokratik (PRD) ini berharap pendirian partai lokal Papua bisa mengatasi miskomunikasi yang selama ini terjadi di Papua.

“Agar semua pembangunan yang dilakukan pemerintah dapat segera diakses untuk kepentingan mensejahterahkan rakyat Papua. Partai lokal akan menjadi alat rakyat Papua untuk memastikan semua pembangunan untuk kepentingan rakyat Papua,” ujarnya.

Jangan sampai, menurutnya pembangunan di Papua hanya bermanfaat bagi segelintir pengusaha dari luar Papua dan rakyat Papua kembali hanya menjadi penonton di tanah kelahirannya.

“Rakyat Papua harus menjadi tuan di tanah Papua dan Papua Barat. Caranya rakyat Papua memiliki partai sendiri dan terlibat aktif ikut merencanakan, menjalankan dan mengontrol percepatan pembangunan Papua,” ujarnya.

Provokasi Adalah Kejahatan

Sementara itu Faisol Riza berharap kerusuhan yang kembali pecah di Wamena bisa segera diatasi oleh pemerintah setempat dan pemerintah pusat, agar jangan terjadi lagi masyarakat diadudomba dengan isu rasisme.

“Hentikan provokasi rasisme yang justru mengganggu rakyat dan pembangunan yang sedang gencar dilakukan Pemerintahan Jokowi. Semua pihak saat ini sedang berjuang mensejahterahkan rakyat Papua. Provokasi adalah kejahatan,” ujarnya.

Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) menurutnya berharap agar ada sebuah dialog tulus dan terbuka untuk menyelesaikan persoalan Papua, agar semua persoalan dapat diselesaikan secara demokratis.

“Gus Dur pernah berpesan agar PKB terdepan menjaga perdamaian di Papua dan memastikan kesejahteraan rakyat Papua,” ujarnya

Partai Papua Bersatu

Sebelumnya Ketua Umum Partai Papua Bersatu Krisman Dedi Awi Janu Fonataba dan Sekretaris Jenderalnya Darius Nawipa mengajukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi sehubungan dengan Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang No 21/2001 Tentang Otonomi Khusus Papua terkait dengan pembentukan partai politik.

Sebagai pemohon mereka menyebutkan pada awalnya aturan mengenai otonomi khusus Papua khususnya Pasal 28 ayat 1 adalah berkenaan dengan Partai Politik Lokal di Papua, dengan tujuan untuk memproteksi penduduk lokal di Papua agar selalu terwakili pada lembaga legislatif di daerah Provinsi Papua.

Selain itu pemohon berpendapat bahwa pendirian partai politik lokal merupakan wujud dari hak asasi warga negara yang dilindungi konstitusi, yaitu kebebasan berkumpul, berserikat dan mengeluarkan pendapat, karenanya wajib diberi ruang oleh peraturan perundang-undangan di bawahnya, termasuk Undang-undang Otonomi Khusus Papua.

Oleh sebab itu pemohon meminta Mahkamah untuk menyatakan frasa “Partai Politik” dalam Pasal 28 ayat (1) UU 21 Tahun 2001 dinyatakan konstitusional bersyarat sepanjang dimaknai “Partai Lokal”.