GRESIK (Independensi.com) – Seketaris Daerah (Sekda) Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Gresik Jawa Timur, Andhy Hendro Wijaya, untuk ketiga kalinya mangkir lagi dari panggilan penyidik Pidsus Kejaksaan Negeri (Kejari) setempat.
Bahkan, ketidak hadirannya pada panggilan ketiga ini. Pihaknya, tanpa memberikan surat keterangan resmi. Sehingga, tindakan tidak kooperatif ini sangat disayangkan pihak kejaksaan. Mengingat yang bersangkutan dadalah pejabat tinggi di Pemkab Gresik.
“Ketidakhadiran Sekda Gresik ini, merupakan bentuk sikap yang tidak menghargai proses hukum. Apalagi, ke tidakhadirannya tidak memberikan keterangan resmi ke penyidik,” kata, Kasi Intel Kejari Gresik, R. Bayu Probo Sutopo, Jumat (19/10).
“Dalam ketentuan pasal 112 KUHAP disebutkan, bahwa saksi atau tersangka wajib hadir untuk memberikan keterangan kepada penyidik. Tapi ini, tidak dilakukannya,” ujarnya dengan nada geram.
Ditambahkan Bayu, tindakan tidak kooperatif Sekda Gresik ini. Membuat pihaknya akan mengambil langkah tegas, dengan memanggilnya lagi pada hari Senin 21 Oktober 2019 mendatang.
“Langkah tegas akan kami ambil, berdasarkan koridor hukum yang sesuai KUHAP. Dengan cara jaksa penyidik memberikan satu kesempatan lagi, agar Sekda Gresik datang untuk memenuhi panggilan penyidik,” tuturnya.
“Jika Senin sampai jam 12.00 siang, Sekda Gresik tidak datang memenuhi untuk memenuhi panggilan penyidik. Maka, kami akan mengeluarkan surat perintah jemput paksa,” tegasnya.
“Kami berharap, untuk pemangilan Senin depan. Sekda Gresik bisa kooperatif, untuk datang memenuhi panggilan pemeriksaan sebagai saksi. Sehingga, dapat memberikan keterangan atas kasus potongan jasa insentif di Badan Pendapatan Pengelolan Keuangan dan Aset Daerah (BPPKAD) tahun 2018,” ungkapnya.
“Hal itu dibutuhkan, agar kami bisa melakukan pengembangan kasus tersebut. Sesuai dengan perintah hakim pengadilan Tipikor Surabaya,” pungkasnya.
Untuk diketahui, pemanggilan Sekda Gresik untuk mengembangkan kasus oprasi tangkap tangan (OTT) yang menyeret Plt Kepala BPPKAD Gresik M Mukhtar sebagai terdakwa. Hingga, akhirnya M Mukhtar divonis 4 tahun penjara oleh Pengadilan Tipikor Surabaya. (Mor)