Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Slamet Soebjakto, saat memberikan sambutan Indonesia Sustainable Aquaculture Seminar di Jakarta yang merupakan kerjasama antara KKP dan Pemerintah Norwegia, Senin (21/10). Humas Budidaya KKP

KKP Gandeng Norwegia Bangun Marikultur Berkelanjutan di Indonesia

Loading

JAKARTA (Independensi.com) – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Ditjen Perikanan Budidaya terus mengoptimalkan potensi marikultur (budidaya laut) Indonesia. Tercatat dari total potensi lahan marikultur yaitu 12,1 juta hektar, baru sekitar 325.825 hektar yang dimanfaatkan, sehingga ini menjadi potensi besar untuk terus dioptimalkan.

“Sektor akuakultur pada tahun 2018 menyumbang 57,14% dari total GDP (Gross Domestic Product) nasional perikanan, ini membuktikan bahwa sektor ini dapat dijadikan tumbuan bagi pembangunan ekonomi nasional”, tutur Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Slamet Soebjakto, saat memberikan sambutan Indonesia Sustainable Aquaculture Seminar di Jakarta yang merupakan kerjasama antara KKP dan Pemerintah Norwegia, Senin (21/10).

Kata Slamet, potensi marikultur ini harus dapat dimanfaatkan seoptimal mungkin untuk kemakmuran rakyat. “Untuk itu, KKP berupaya untuk menyelaraskan rantai bisnis dari hilir ke hulu dan juga memperkuat daya saing produk akuakultur”, ujarnya.

KKP juga berkolaborasi dengan pemerintahan Norwegia dalam pengembangan marikultur berkelanjutan di Indonesia. “Saat ini melalui proyek Sustainable Marine Aquaculture Development in Indonesia (SMADI), kita berupaya meningkatkan produksi ikan laut melalui intergrasi produksi dan industri marikultur yang berkelanjutan”, tutur Slamet.

“Kerjasama mendapatkan pendanaan dari Pemerintah Norwegia senilai 4 juta NOK, atau sekitar 6 Milyar Rupiah, dengan durasi kegiatan 2 tahun. Kerjasama dilakukan untuk mengoptimalkan potensi lahan marikultur di Indonesia melalui pendampingan dan pelatihan, peningkatan kapasitas SDM serta sharing knowledge (berbagi pengetahuan), yang dilaksanakan pada 4 komponen, yaitu pertama, perencanaan spasial dan daya dukung lingkungan. Kedua, kontrol penyakit dan parasit ikan, kemudian ketiga seleksi breeding atau pengembangan genetik kakap putih serta terakhir penyusunan standar prosedur budidaya laut berkelanjutan”, jelas Slamet.

Lanjutnya, dipilihnya Norwegia dalam berkerjasama karena negara itu mempunyai industri marikultur yang lebih maju. Hal ini terbukti dengan keberhasilannya menghasilkan ikan salmon kualitas tinggi sehingga dapat di ekspor ke berbagai negara.

“Kita terus optimallkan sumberdaya perikanan laut, sektor ini sangat penting untuk meningkatkan ketahanan pangan dan memerangi kelaparan sebagaimana diartikulasikan dalam Agenda Pembangunan Berkelanjutan 2030 oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa”, tambahnya.

Ia menyampaikan sudah saatnya menyatukan pemikiran bagaimana menyediakan pangan yang sehat, murah dan kontinyu melalui sektor akuakultur yang berkelanjutan terutama pemanfaatan marikultur yang masing sangat terbuka luas.

“Selain kerjasama ini, KKP mendorong digitalisasi. Digitalisasi sektor ini telah menjadi kebutuhan akhir-akhir ini, mengingat teknologi dan inovasi tidak pernah berhenti untuk berkembang begitu pula akuakultur”, tuturnya.

Baru-baru ini, salah satu perusahaan Norwagia, yaitu Stener AS, telah menandatangani kerjasama dengan perusahaan lokal, yaitu PT El Rose Brothers, dalam pengembangan RAS (Recirculated Aquaculture System) untuk budidaya ikan kakap di D.I.Yogyakarta.

“Banyak lagi komoditas marikultur yang dapat terus dioptimalkan produksinya seperti kakap putih, bawal bintang dan rumput laut yang selama ini memang sudah berkembang cukup bagus di masyarakat. Pengembangkan kekerangan juga akan digenjot, mengingat kekerangan adalah komoditas yang mudah dikembangkan, tanpa perlu pakan buatan serta mampu menjadi filter bagi perairan”, ucap Slamet.

KKP terbuka dengan investor Norwegia untuk mengeksplorasi peluang investasi dalam pengembangan pusat perikanan dan kelautan terpadu di wilayah perbatasan terluar di seluruh Indonesia. “Pengembangan sektor akuakultur harus melalui pendekatan regional dan sistem manajemen berdasarkan prinsip-prinsip integrasi, efisiensi, dan percepatan dengan melibatkan para pemangku kepentingan, antar-lembaga, pusat dan lokal serta negara lain”, tutup Slamet.

Pada kesempatan yang sama, Duta Besar Norwegia, Vegard Kaale menyebutkan bahwa akuakultur sangat penting dalam mendukung tercapainya Sustainable Development Goals (SDGs) yang ditetapkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

“Peran akuakultur tertuang dalam SDGs 14 yaitu life below water (kehidupan di laut) yang merupakan salah satu solusi untuk memecahkan masalah ketahanan pangan yang tertuang pada SDGs 2 yaitu zero hunger (angka kelaparan nol)”, sebut Vegard.

Selain itu, kata Vegard, akuakultur juga berperan dalam membantu mitigasi perubahan iklilm karena dapat memproduksi pangan dengan emisi yang lebih rendah dibandingkan daging merah, sehingga mendukung tercapainya SGDs 13 yaitu climate action.

“Keberhasilan sektor akuakultur di Norwergia tidak terlepas dari penerapan regulasi dan kebijakan berbasis daya dukung lingkungan, kemudian koordinasi dengan sekor lain seperti sektor minyak dan gas untuk mencegah konflik antar sektor”, kata Vegard.

Lanjut Vegard, dalam pembangunan akuakultur, pemerintahan Norwegia juga menerapkan protokol penanganan penyakit yang optimal dan menciptakan inovasi-inovasi teknologi akuakultur agar lebih optimal dan efisien serta produk yang dihasilkan adalah produk berkualitas sesuai standar pasar internasionl.

Untuk diketahui, sejak tahun 2015, KKP telah bekerjasama dengan beberapa perusahaan Norwegia dalam pengembangan akuakultur, diantaranya Pharmaq untuk uji coba vaksin streptococcus pada ikan nila dan bawal. Kemudian, Aquaoptima dalam pengembangan teknologi RAS dan pengembangan Keramba Jaring Apung (KJA), serta kerjasama seminar.