Kajati Kaltim Chaerul Amir (tiga dari kiri) bersama dua nara sumber dalam FGD

Perubahan UU Kejaksaan untuk Mantapkan Posisi Dalam Proses Penegakan Hukum

Loading

Samarinda (Independensi.com)
Setelah berjalan selama 15 tahun ternyata Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI masih dirasakan belum mampu menjamin terwujudnya jaksa dan lembaga kejaksaan yang kuat dan independen.

Masalah inilah antara lain yang menjadi topik pembahasan Forum Group Diskussion (FGD) yang diselenggarakan Biro Hukum dan HLN Kejaksaan Agung bersama Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur di Samarinda, Jumat (22/11/2019).

FGD yang dibuka Kepala Kejaksaan Tinggi Kaltim Chaerul Amir mengangkat tema “Rancang Bangun Kejaksaan Dalam Perubahan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia”.

Chaerul Amir mengatakan
kegiatan FGD hasil kerjasama Biro Hukum dan HLN dan Kejati Kaltim ini sangat strategis guna menyiapkan draft Revisi Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI.

“Mengingat Revisi Undang Undang Kejaksaan telah masuk dalam program legislasi nasional atau Proglegnas 2020,” katanya dalam acara dihadiri Wakil Jaksa Tinggi, para Asisten, Koordinator, Kajari Samarinda serta puluhan mahasiswa Universitas Mulawarman dan Untag.

Kepala Biro Hukum dan HLN Kejagung Asep Nana Mulyana dalam sambutan dibacakan Kepala Bagian Rantikum Handarbeni mengakui UU Kejaksaan belum menjamin
khususnya dalam pelaksanaan tugas dan wewenang kejaksaan sebagai salah satu unsur sistem peradilan pidana atau criminal justice system.

“Termasuk belum mampu menyelesaikan dinamika dan problematika dalam proses penegakan hukum,” kata Asep.

Oleh karena itu, tuturnya, perlu dilakukan pembaharuan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 guna lebih memantapkan kedudukan jaksa dan kejaksaan agar mampu berperan lebih optimal dalam proses penegakan hukum.

“Sehingga cita-cita penegakan hukum, yaitu mewujudkan kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan dapat diwujudkan dengan baik,” katanya.

Hadir juga sebagai nara sumber Ketua Komisi Kejaksaan Barita Simanjuntak dan Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Profesor Sarosa Amung Pranoto.(MUJ)