SIDOARJO (IndependensI.com) – Salah satu penyebab generasi muda mudah terkena doktrin radikalisme karena mereka belajar agama Islam melalui internet atau online. Padahal, dunia maya itulah yang menjadi pusat penyebaran radikalisme dan terorisme. Karena itu, generasi muda atau milenial jangan hanya belajar agama Islam via online, tetapi harus berguru pada ulama, terutama ulama yang wasathiyah (moderat).
“Seharusnya anak-anak muda ini dipahamkan ajaran agama Islam yang lurus, jangan hanya sepotong-sepotong, tidak utuh atau bahkan hanya belajar lewat online. Alangkah bagusnya bila belajar langsung kepada ulama yang memiliki pemahaman yang wasathiyah,” ujar terpidana kasus terorisme Umar Patek di Lapas Porong Sidoarjo, Kamis (21/11/2019).
Umar Patek ditangkap karena keterlibatannya dalam insiden Bom Bali I tahun 2002. Umar juga diketahui sebagai mantan anggota Jamaah Islamiyah (JI) dan diyakini pernah menjadi Amir menggantikan Dulmatin yang telah ditembak mati oleh aparat sebelumnya.
Selama di JI, Umar Patek diyakini pernah menjadi komandan lapangan pelatihan JI di Mindanao, Filipina. Bahkan gembong teroris Noordin M Top disebut-sebut pernah menjadi muridnya. Perjalanannya berakhir setelah ia tertangkap oleh aparat keamanan Pakistan di Abottabad pada tahun 2011 dan kemudian diekstradisi ke Indonesia. Ia divonis hukuman penjara 20 tahun.
Kini Umar Patek alias Hisyam bin Alizein telah menyatakan diri kembali ke NKRI. Bahkan dalam beberapa tahun terakhir, ia selalu menjadi pengibar bendera Merah Putih saat peringatan HUT Kemerdekaan Republik Indonesia (RI) di Lapas Porong. Tak hanya itu, Umar Patek juga aktif membantu Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) melakukan program deradikalisasi terhadap para napi terorisme lainnya.
Dia meminta agar generasi muda tidak mengikuti jejaknya di masa lalu. Ia bahkan menekankan agar tidak mudah termakan oleh iming-iming janji surga yang instan.
“Siapa yang tidak tertarik ketika diberi janji-janji seperti itu, kamu bisa masuk surga dengan jalan pintas jika membunuh si ini, si itu. Orang dijanjikan harta miliaran saja tertarik apalagi dijanjikan surga. Apalagi mereka yang dulunya preman atau pernah berbuat kesalahan dan lain-lain, ketika diberi janji seperti itu mereka seolah-olah diberi pengampunan atau payung hukum agama. Ini yang berbahaya,” tutur Umar.
Pria kelahiran Pemalang 20 Juli 1996 itu juga menyampaikan agar mewaspadai jika ada yang menyebarkan paham radikalisme disekitarnya.
“Awalnya hanya membicarakan Islam secara dasar, secara umum. Namun ketika sudah masuk unsur-unsur kekerasan seperti kamu membunuh ini, kamu melakukan ini atau pengerusakan ini kamu akan mendapatkan pahala. Di situlah tanda ajaran teror masuk. Ketika mereka hanya berbicara masalah akhlak, ibadah dan lain-lain monggo. Tetapi ketika sudah masuk unsur-unsur kekerasan itu sudah tanda bahwa ini adalah bagian dari kelompok yang berpaham radikalisme,” ucap Umar Patek yang mengaku pernah dua kali memenangi Cerdas Cermat P4 se-Kabupaten Pekalongan saat masih di bangku SMA.
Lebih lanjut Umar mengatakan bahwa mencegah penyebaran radikalisme ini harus di mulai sejak dini di sekolah-sekolah dan universitas dengan melibatkan guru dan dosen. “Jadi di mulai dari dosen, guru sekolah atau guru ngaji mereka dihimbau untuk tidak mengajarkan hal-hal yang mengarah pada kekerasan. Jadi dari situ harus sudah mulai ditangkal,” ungkapnya.
Selain itu mencegah radikalisme di kalangan anak muda juga bisa dilakukan mulai dari keluarga sendiri.
“Karena ketika keluarganya harmonis Insya Allah akan lebih baik kedepannya. Tentu memang harus dengan dipantau aktifitasnya dan juga medsosnya. Jadi ketika si anak beranjak ABG mungkin akan merasa emosional kalau diawasi tetapi karena dari kecil sudah akrab dengan orang tuanya sehingga akan lebih mudah nantiya untuk diberi pengertian,“ kata Umar
Selain itu, lanjut Umar Patek, pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika harus melakukan pengawasan ketat untuk menangkap penyebaran radikalisme lewat online. Ia mengungkapkan bahwa penyebaran radikalisme ini lebih banyak lewat online tidak seperti zaman dulu yang harus bertatap muka.
“Itu yang harus diwaspadai bisa dari Kemenkominfo untuk mendeteksi keyword yang mengarah ke kekerasan. Karena kalau hanya menutup atau memblokir situs-situs tertentu itu saya rasa kurang efektif karena kan itu bisa saja ditembus pakai VPN gratisan. Jadi menurut saya lebih baik langsung menyasar ke keyword-nya. Jadi kalau ada yang mengetik misalnya jihad kita bisa lacak kontak-kontaknya,” jelasnya.
Intinya, tegas Umar Patek, pencegahan radikalisme bukan hanya tugas BNPT dan lembaga/kementerian terkait, tetapi tanggungjawab seluruh masyarakat.
“Ini tanggung jawab kita semua bersama. Seperti contoh mantan napiter-napiter itu ketika sudah dideradikalisasi jangan sampai ketika dia kembali ke keluarganya nanti diajak-ajak lagi ikut paham radikalisme. Jadi ya harus diberi pengertian juga ke keluarganya dan masyarakat,” pungkasnya.