Dr HM Muammar Bakry, Lc, MA

Esensi PSBB Sesuai Syariat Islam

Loading

MAKASSAR (IndependensI.com) – Bulan suci Ramadan akhirnya tiba, tapi ada yang berbeda dengan tahun sebelumnya karena adanya wabah Coronavirus disease 2019 atau Covid-19 yang terjadi saat ini. Meskipun sedikit berbeda, namun spirit puasa Ramadan ini harus tetap sama seperti di bulan-bulan Ramadan sebelumnya, yakni sebagai ruang untuk melatih diri untuk menjaga nafsu dan membatasi emosi negatif.

Imam Besar Masjid Al-Markaz Al-Islami Makassar Dr KH M Muammar Bakry, Lc, MA mengatakan bahwa dalam konteks saat pandemi Covid-19 ini, bulan Ramadan kali ini bisa menjadi semangat dalam situasi Pembatasan Sikap Berskala Besar (PSBB) ini yakni membatas fisik, membatasi perilaku dan membatasi hati dari hal yang dilarang agama.

“Karena yang perlu diketahui posisi kita sebagai umat Islam tentunya ada perintah agama yang harus kita ikuti, pertama itu adalah perintah dari Allah. Yang kedua yaitu perintah dari Rasulullah. Dan yang ketiga adalah perintah ulil amri atau pemerintah sendiri,” ujar Muammar Bakry di Makassar, Jumat (24/4/2020).

Dan dengan adanya wabah Covid-19 ini menurut Muammar, maka ada kemaslahatan besar yang harus dijaga oleh pemerintah yaitu memelihara jiwa manusia. Sehingga kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan adanya PSBB  ini adalah bagian dari tujuan utama dari kehadiran syariat Islam yang  sesungguhnya yaitu menjaga jiwa manusia dari marabahaya akibat Covid-19.

“Oleh karena itu kita selaku umat Islam tentunya sudah menjadi bagian dari mengikuti perintah Allah dalam mengikuti apa yang sudah disampaikan oleh pihak pemerintah untuk menjaga jiwa kita dari virus tersebut tadi. Ini yang harus kita pahami dan sikapi bersama,” ujar Wakil Rektor IV Universitas Islam Makassar (UIM) itu.

Lebih lanjut Kiai Bakry menjelaskan bahwa dengan kondisi saat ini umat Islam harus menyadari bahwa spirit keagamaan harus tetap dijaga meski tidak lagi dilaksanakan bersama dengan melibatkan banyak orang, Seperti salat tarawih atau salat berjamaah di masjid.

“Oleh karena itu saya kira ibadah yang kita lakukan pada Ramadan kali ini sifatnya lebih personal. Puasa Ramadan kali ini dapat dijadikan pelajaran sekaligus ujian bagi umat manusia utamanya umat  Islam, untuk menahan nafsunya sehingga nilai dari puasa itu bisa kita wujudkan dalam semua sendi kehidupan kita ini,” kata Pemimpin Pondok Pesantren Multidimensi Al-Fakhriyah tersebut.

Selain itu, pria kelahiran Makassar, 22 November 1973 ini juga berharap kepada para tokoh agama dan tokoh masyarakat untuk bisa membantu pemerintah, yang mana dalam kondisi saati ini yakni dengan memberikan pengertian kepada umat masyarakat.

“Jadi kita tidak bisa hanya menyerahkan tugas besar ini kepada pemerintah saja. Sehingga peran tokoh  agama dan  tokoh masyarakat harus hadir di tengah masyarakat untuk bisa berperan aktif untuk menenangkan dan memberikan pemahaman dalam menyikapi PSBB dan kondisi saat ini,” tutur Dosen Ilmu Fiqih Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar itu.

Pria yang juga menjabat sebagai Ketua Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) ini melanjutkan bahwa dengan ikut berperan aktifnya para tokoh agama dan masyarakat diharapkan imbauan pelarangan ibadah di masjid dan tempat ibadah lainnya bisa dipahami oleh masyarakat.

“Saya kira tanpa mengurangi makna ibadah Ramadan itu sendiri, maka semua tokoh agama dan masyarakat harus hadir untuk memberikan pencerahan kepada umatnya. Sehingga janganlah para tokoh tersebut malah menimbulkan keresahan. Jadi biarlah masyarakat memohon kepada Tuhannya secara syahdu dengan kesendiriannya. Dan itu tidak ada larangan dari Allah di tengah bencana ini,” terang Kiai Muammar.

Dan dengan adanya kondisi seperti ini menurutnya, tentunya sebagai umat muslim akan mempunyai hikmah tersendiri bahwa kalau selama ini kegiatan ibadah dilakukan secara formal, dalam bentuk secara syariat dilakukan secara bersama-sama di rumah ibadah, maka sekarang kita semua diuji dengan adanya pandemi ini,

“Seperti shalat tarawih yang banyak orang dan salat berjamaah dalam jumlah banyak di tempat terbuka atau di masjid, Kemudian buka puasa juga demikian, tidak lagi dilakukan secara beramai-ramai. Karena kegiatan kegiatan ibadah yang kita lakukan pada Ramadan kali ini sifatnya lebih personal. Spirit inilah yang harus tetap dibangun oleh oleh umat muslim bahwa kita melakukannya seorang diri tanpa mengurangi makna dari Ramadan itu sendiri,” ujarnya.

Alumni Universitas Al Azhar Mesir itu juga mengatakan bahwa di tengan wabah Covid-19 ini semua umat manusia sudah sepatutnya untuk tidak kehilangan empati dan kepedulian kepada sesamanya meskipun saat ini sedang stay home atau diam di rumah.

“Maka dalam Ramadan ini kita diajarkan untuk berinfak dan berzakat kepada masyarakat yang tidak mampu dan yang berhak untuk itu. Sehingga warga yang mungkin banyak yang terkena PHK atau kerjanya tidak maksimal dalam kondisi wabah Corona seperti sekarang ini bisa menikmati uluran tangan dari infaq yang kita keluarkan. Saya kira itu juga merupakan bagian dari gotong royong kehidupan bangsa Indonesia ini,” ungkap mantan Ketua bidang Agama FKPT Sulsel

Karenanya,peraih Doktoral dariUniversitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta ini juga mengatakan bahwa dengan meningkatkan solidaritas kebersamaan dan gotong royong untuk membantu masyarakat di tengah pandemi ini juga menjadi hikmah yang terbesar yang bisa kita ambil dari ibadah puasa Ramadan tahun ini.

“Artinya dengan zakat dan infaq yang kita lakukan selama bulan puasa ini tentu ada pengaruh positifnya kepada masyarakat. Maka itulah satu dari sekian banyak hikmah dari perintah puasa itu sendiri,” ujar pria yang juga anggota Majelis Ahli Forum Kajian Cinta Al Quran Sulsel ini mengakhiri.