Es Dawet Ireng yang Legendaris di Jembatan Butuh

Loading

BUTUH (Independensi.com) –  Indonesia tidak pernah kehabisan selera dalam wisata kulinernya di berbagai daerah. Dengan kekayaan yang terbentang dari Sabang sampai Merauke membuat Indonesia berpotensi menjadi destinasi wisata kuliner pilihan.

Nah jika kamu berkunjung ke Purworejo, ada minuman khas daerah yang sayang untuk dilewatkan, yaitu es dawet hitam. Memang sedikit jauh dari kota, kamu bisa menemukan Es dawet jembut kecabut.
Penjual sibuk meracik dawet hitam yang segar enak.

Es Dawet Jembut Kecabut yang lokasinya berada di sebelah timur Jembatan Butuh, Kecamatan Butuh dan disingkat Jembut Kecabut. Unik, nyentrik dan nikmatnya bakal menarik siapa saja untuk menikmati dawet hitam yang sangat legendaris ini.

Es dawet jembut kecabut ini memang terdengar saru dan jorok. Tapi jangan mikir aneh-aneh dulu ya! Dalam bahasa Jawa, Jembut artinya rambut kemaluan semantara kecabut  berarti tercabut dari akarnya.  Selain itu ada yang tak biasa, es dawet ini berwarna hitam.
Dinamai es dawet jembut kecabut karena lokasinya berada di Jembatan Butuh (jembut), Kecamatan Butuh (kecabut). Unik dan nyentrik memang, membuat es dawet ini sangat legendaris dan banyak diminati pengunjung dari luar kota.
Pelanggan tak pernah surut berdatangan untuk mencicipi dawet hitam

Banyak orang luar kota yang datang jauh-jauh hanya untuk menikmati kesegaran es dawet tersebut. Dawet ireng khas Purworejo tersebut pertama kali dirintis oleh Mbah Ahmad Dansri pada sekitar tahun 1950 an.

Dirintis oleh mbah Ahmad yang membuat minuman unik tersebut hanya untuk dikonsumsi para petani ketika musim panen tiba. Ia berkeliling dari sawah ke sawah untuk menjajakan minuman buatannya itu.

“Awalnya kakek saya yang jualan, sekarang sudah meninggal. Dulu hanya untuk para petani pas musim panen. Keliling ke sana sini dan sekarang minuman itu diwariskan ke kami,” ujar cucu dari mbah Ahmad, Wagiman (39) ketika ditemui saat jualan dawet, Minggu (28/6/2020).

Pelanggan tak pernah surut berdatangan untuk mencicipi dawet hitam.

Setelah mbah Ahmad meninggal, minuman tersebut kemudian dilestarikan oleh anaknya yakni Nawon hingga akhirnya sampai dengan generasi ke tiga yakni Wagiman. Usaha dawet hitam atau dawet ireng yang dilanjutkan oleh Wagiman dan istrinya Hartati (34) ini pun bertambah ramai dan populer.

Kini dawet hitam yang sudah jadi minuman khas Purworejo ini setiap hari dijajakan di tepi jalan Purworejo – Kebumen, Desa Butuh, Kecamatan Butuh, tepatnya di sebelah timur jembatan Butuh.

Proses pembuatan dawet atau cendol hitam khas Purworejo ini dilakukan manual dengan tangan dan tidak menggunakan bahan pewarna buatan. Awalnya, tepung pati gelang direbus sambil diaduk sehingga menjadi adonan kental dan siap dicetak menjadi dawet.

Warna hitam pada dawet diambil dari pewarna alami yakni jerami padi yang dibakar lalu abunya dihaluskan dan disaring. “Dawetnya berwarna hitam itu karena diberi oman atau jerami padi yang dibakar, bukan pewarna buatan. Kemudian racikannya dawet diberi santan, pemanis dari gula kelapa dan es,” imbuh Wagiman.

Warung Dawet Asli Pak Wagiman.

Harga satu mangkok es Dawet Jembut Kejabut hanya Rp. 5000,’. Jika ingin semakin segar dan nikmat, kita bisa menambah Rp. 2000 dengan tambahan tape ketan. Setiap hari, ratusan porsi dawet selalu ludes diserbu pembeli, baik pelajar, pegawai kantoran.

Salah satu pelanggan setia, Sugi (47) asal Desa Pituruh, mengaku ketagihan dengan es dawet yang satu ini. Setiap kali melintasi jalur selatan Purworejo, ia selalu mampir dan menikmati kuliner khas tersebut.

“Saya sering lewat sini, kalau mau ke Kutoarjo ya pasti mampir. Kebetulan rumah di Pituruh pasti lewat sini. Rasanya nikmat, seger dan beda dengan yang lain. Biasanya saya sering bungkus untuk dibawa pulang,” tutur Sugi sambil menikmati es dawet hitamnya.