Koordinator LSM MAKI Boyamin Saiman desak pemerintah cabut paspor para buronan. (foto/muj/independensi)

MAKI Desak Pemerintah Cabut Paspor Buronan agar Tidak “Berleha-leha” Bisnis di LN

Loading

JAKARTA (Independensi.com)
LSM Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) mendesak pemerintah untuk segera mencabut berlakunya paspor para buronan berbagai tindak kejahatan yang telah kabur ke luar negeri.

“Selain itu agar pemerintah meminta negara-negara lain yang memberikan paspor untuk juga mencabutnya sehingga para buronan tidak leluasa untuk bepergian,” tutur Koordinator LSM MAKI Boyamin Saiman, Kamis (9/7).

Dikatakan juga Boyamin jika para buronan diketahui memiliki paspor negara lain, maka harus segera dicabut kewarganegaraannya seperti amanat pasal 23 ayat 8 UU Nomor 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan RI.

Tindakan tegas tersebut, tuturnya, perlu dilakukan pemerintah agar para buronan tidak berleha-leha atau enak-enakan menjalankan bisnisnya di luar negeri.

“Kalaupun buronan tertangkap cukup diterbitkan Surat Perjalanan Laksana Pasport (SPLP) untuk membawa pulang ke Indonesia,” kata pegiat anti korupsi ini.

                                                            Tidak Ada Permintaan hapus 

Terkait keberhasilan ekstradisi Maria Pauline Lumowa dari Serbia, Boyamin menilai dibalik semua itu sebenarnya ekstradisi tersebut untuk menutupi rasa malu Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly.

“Karena telah kebobolan buronan Joko Soegiarto Tjandra yang mampu masuk dan keluar Indonesia tanpa terdeteksi Imigrasi,” tuturnya.

Bahkan sang buronan, tutur Boyamin, mampu membuat KTPel baru, pasport baru dan juga mengajukan peninjauan kembali (PK) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Disebutkan Boyamin rasa malu juga terjadi atas menghilangnya Harun Masiku tersangka kasus dugaan suap anggota KPU Wahyu Setiawan, yang hingga kini belum tertangkap.

Dia menambahkan keberhasilan ektradisi terhadap Maria Pauline pembobol BNI Cabang Kebayoran Baru menunjukkan juga cekal akibat DPO adalah abadi hingga tertangkap.

“Meskipun tidak ada up date dari Kejagung. Karena senyatanya Maria Pauline Lumowa status tetap cekal sejak 2004 hingga saat ini,” ucap pegiat anti korupsi ini.

Selain itu, tuturnya, membuktikan kesalahan penghapusan cekal pada kasus Joko S Tjandra yang pernah dihapus cekal pada 12 Mei 2020 sampai 27 Juni 2020 oleh Imigrasi atas permintaan Sekretaris NCB Interpol Indonesia.

Padahal, ungkap Boyamin, tidak ada permintaan hapus cekal terhadap Joko Tjandra oleh Kejaksaan Agung yang menerbitkan daftar pencarian orang atau DPO.

Dikatakannya juga keberhasilan ektradisi Maria Pauline membuktikan jika pemerintah mau serius, semestinya bisa menangkap buronan yang berada di luar negeri seperti Joko Tjandra, Eddy Tansil, Honggo Wendratno dan buronan-buronan kakap lainnya.(muj)