Pengusaha Soy Martua Pardede Sejak Kecil Terinspirasi Bung Hatta

Loading

JAKARTA (Independensi.com) – Buku autobiografi Soy Martua Pardede yang berjudul “Engkau Membuat Berhasil Perjalananku” diluncurkan di Jakarta, Minggu, 4 Oktober 2020. Peluncuran disertai bedah buku dilakukan secara virtual pukul 14.00 – 15.00 WIB, yang diikuti 150 peserta, dengan tema “Seputar bumi mengikuti panggilan kehidupan”.

Pesan pada peluncuran/bedah buku autobiografi ini disampaikan oleh Ignatius Kardinal Suharyo, Uskup Keuskupan Agung Jakarta; Patricia Prancis, President / Direktur Eksekutif International Trade Centre – ITC (2006-2013); dan Aburizal Bakrie, Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia (1994-2004), Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (2004-2005), dan Meneri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat (2005-2009).

Sedangkan pembedah buku adalah Prof. Dr. Djisman S Simandjuntak, Rektor Universitas Prasetiya Mulya dan Dr. Ir. Raden Pardede, Co-founder and Managing Partner Creco Consulting. Tampil sebagai komentator, Tience Sumartini, Anggota Dewan Pertimbangan dan Ketua Kompartemen Hubungan Luar Negeri KADIN Indonesia (1999-2004); Suryo B. Sulisto, Ketua Umum KADIN Indonesia (2010-2015); dan Prof. Dr. Didik J. Rachbini, Ekonom Senior/Komisioner KPPU RI (2000-2007). Acara ini dipandu oleh Priyanka Lumbantobing.

Tiga tokoh nasional, Aburizal Bakrie, DR. Oesman Sapta, dan Ignatius Kardinal Suharyo memberikan kata sambutan dalam buku ini. Hubungan Soy Pardede dengan ketiga tokoh tersebut cukup dekat. Hal itu terurai di buku autobiografi dan dalam sambutan tertulis masing-masing tokoh.

Misalnya, hubungan Aburizal dengan Soy tidak sebatas sesama pengusaha, tapi juga di organisasi KADIN. Aburizal menyebutkan, begitu banyak peranan Soy dalam berbagai kegiatan dan pengembangan KADIN.

“Sewaktu saya dipilih sebagai Ketua Umum KADIN Indonesia pada Munas tahun 1994, saya gembira karena Soy bersedia membantu saya sebagai Ketua Kompartemen Lingkungan Hidup. Salah satu tugasnya tentu menyuarakan keikutsertaan pengusaha-pengusaha Indonesia dalam pelestarian lingkungan yang dituntut oleh organisasi pencinta lingkungan dunia. Ia aktif sebagai mediator dalam berbagai kampanye yang diselenggarakan perusahaan-perusahaan dan asosiasi industri. Ia gigih berinteraksi dengan konsultan asing dalam hal-hal yang berkaitan dengan pelestarian lingkungan,” katanya. 

Soy Martua Pardede

Ia mengatakan, kemudian KADIN benar-benar menaruh kepercayaan kepada Soy sebagai Ketua Kadin bidang Perdagangan untuk memimpin tim dari KADIN mengikuti pertemuan-pertemuan dengan mitra di luar negeri serta sebagai wakil KADIN dalam delegasi-delegasi pemerintah, baik itu mengikuti konferensi tingkat menteri, WTO maupun konferensi tingkat tinggi.

Buku autobiografi, yang disunting oleh Enderson Tambunan, diterbitkan Badan Penerbit Kristen Gunung Mulia (BPK GM) dan dicetak percetakan Lembaga Alkitab Indonesia (LAI), terdiri atas sembilan bagian.

Bagian Pertama di bawah sub-judul, “Masa Kecil dan Remaja”, berkisah tentang sketsa perjalanan kehidupan Soy, panggilan akrabnya, di Lumbanjulu, Silaen, Balige, dan kemudian berlayar ke Jakarta untuk melanjutkan pendidikan, mulai SMP, memenuhi panggilan abangnya, yang sudah lebih dulu menetap di Ibukota. Ia sempat kuliah di Fakultas Ekonomi Universitas Kristen Indonesia dan kemudian bertolak ke Jepang setelah memperoleh Beasiswa Pampasan Perang.

Bagian Kedua “Masa Muda” bercerita tentang kehidupan di Jepang, kuliah di Kota Takamatsu, lalu beberapa tahun kemudian berlibur ke Tanah Air, dan kembali ke Jepang menyelesaikan pendidikan di Fakultas Ekonomi Kagawa University.

Ia pulang ke Indonesia setelah memperoleh gelar sarjana ekonomi, cita-citanya semasih anak-anak, karena terkesan dengan Bung Hatta, yang ketika itu berkunjung ke Balige. Sosok Bung Hatta dengan baju safari putih dan topi tungkup putih sangat mengesankan Soy.

“Kelihatan beliau sangat berwibawa berpidato di lapangan bola tidak jauh dari Pasanggerahan (semacam guest house pemerintah) di mimbar yang dipinjam dari gereja HKBP Balige. Belakangan kesan saya yang begitu mendalam tentang Bung Hatta telah menjadi bibit cita-cita untuk menjadi sarjana ekonomi alias doktorandus (Drs.), satu gelar yang waktu itu disandang Bung Hatta,” tulis Soy dalam autobiografinya.

Bagian Ketiga tentang “Masa Dewasa” di Jakarta diawali dengan karya membantu First National City Bank dan Nihon Television. Karya berikutnya adalah membantu Grup Pardedetex, dimulai sebagai Budgetary Controller di perusahaan yang dimiliki TD Pardede, itu.

Dengan cepat kariernya melonjak, ditandai dengan penunjukannya, oleh Pak Katua, panggilan akrab TD Pardede, sebagai eksekutif di grup perusahaan tersebut. Bahkan ketika Pak Katua hendak mendirikan hotel, eksekutif pertama yang dimintai pendapat adalah Soy. Keduanya duduk berdiskusi di depan kediaman TD Pardede di kompleks pertekstilan Pardedetex.

Berkaitan dengan tugasnya, Soy sering bepergian ke Jepang dan menetap sementara di sana untuk menyelamatkan kepentingan perusahaan dan kemudian memasarkan udang beku yang diimpor dari Sumatera.

Ia pernah dikejar-kejar bekas Yakuza. Kala itu, dia harus membatalkan kontrak pemesanan kapal trawl di salah satu galangan kapal di Jepang. Misi itu berhasil dilaksanakannya. Setelah menerima surat pembatalan, pemilik galangan kapal mula-mula mengirimkan wakilnya meminta agar kontrak dihidupkan kembali, yang dijawab, tak mungkin. “Mulailah saya diancam-ancam melalui telepon,” kata Soy.

Soy menulis: “Pada waktu yang bersamaan ada awak kapal yang kembali dari Belawan. Mereka adalah bekas Yakuza yang lari dari penjara dan ikut melamar kerja di pelabuhan dan diterima, sehingga terikut dengan kapal kita ke Belawan. Karena memang bukan awak kapal penangkap ikan, mereka tidak tahan lalu minta dipulangkan, tentu tidak menerima imbalan sebagai awak kapal yang benar.”

“Mereka lalu datang ke kantor saya dan karena tuntutannya tidak dipenuhi, dengan marah mengangkat meja sofa tamu sambil mengancam akan membantingkannya ke kepala saya. Badan saya memang kecil dan duduk di sofa, sehingga pas untuk dibantingkan dengan mejanya.

Saya sungguh merasa dilindungi Tuhan dan dengan tenang sambil tetap duduk tidak meladeni ancaman tersebut. Alhasil dia meletakkan mejanya dan pergi. Untuk menghindari gangguan dan pengejaran oleh yakuza-yakuza, saya lalu disarankan oleh rekan usaha menginap di hotel secara berpindah-pindah.”

Setelah cukup lama bekerja di Grup Pardedetex, dan kemudian memutuskan segera menikah dengan “jodoh dari Surga”, Soy berhenti dari Grup Pardedetex dengan langsung memberitahukan niat itu kepada Pak Katua. Pak Katua menanyakan, kenapa?

Soy antara lain menjawab, ingin memulai kembali menata karier sesuai ilmu dan pengalaman. Akhirnya Pak Katua tidak dapat menghalangi rencana Soy untuk berhenti.
Soy dan istri, Duma boru Sitorus, memulai kehidupan baru di Jakarta. Ia pernah bekerja di beberapa perusahaan, yang membuka lebih jauh cakrawala pandangannya mengenai bisnis.

Ia pernah sukses sebagai sales executive perusahaan asing. “Sebagai sales executive dengan jabatan Asisten Manager penjualan bahan kimia dan pupuk di Arnold Otto Meyer, kinerja saya sangat baik dengan hasil penjualan yang sangat bagus,” katanya

Bagian Ketiga ini juga mengungkapkan secara rinci kisah Soy mengawali karya sebagai pengusaha setelah terlebih dulu berhenti dari perusahaan Arnold Otto Meyer. Bersama teman-teman alumni Jepang, dia mendirikan perusahaan, dengan saham terbesar miliknya.

Selanjutnya mengalir aktivitas usaha-usaha berikutnya, diawali dalam bentuk bekerja sama dengan rekan, kemudian mendirikan bisnis sendiri, di antaranya, PT Duma Na Napu. Meningkatnya aktivitas bisnis dan jumlah karyawan mendorong pengusaha ini untuk menempati gedung yang dibangun sendiri, yakni Rumah Maduma.

Bagian Keempat tentang “Pengabdian kepada Organisasi Dunia Usaha”, yang juga digelutinya secara serius, baik sebagai pengusaha maupun sebagai pengurus organisasi dunia usaha.

Di KADIN Indonesia dia pernah menjadi Wakil Ketua Kompartemen Penanaman Modal, Ketua Kompartemen Sumber Daya Manusia dan Lingkungan Hidup serta Ketua Bidang Perdagangan. Bidang-bidang yang menjadi tanggung jawabnya ini berhubungan dengan negara-negara lain dan organisasi internasional, di antaranya mengikuti perundingan-perundingan.

Ia menjadi salah satu juru runding andal, di antaranya pada pertemuan World Trade Organization (WTO) serta diskusi dengan negara lain dan organisasi dunia mengenai perdagangan dan sebelumnya terkait lingkungan hidup.

Bagian Kelima dengan sub-judul “Adat, Keluarga dan Gereja”, mengupas aktivitas Soy khususnya sebagai Ketua Umum Persatuan Marga Pardede, dan keikutsertaannya dalam pelayanan Huria Kristen Batak Protestan (HKBP).

Ia menjadi salah satu Anggota Tim Damai HKBP ketika terjadi konflik internal di sana. Pada Bagian Kelima ini, Soy juga menceritakan pernikahan putri-putrinya, yang dipersiapkan dan dilaksanakan dengan melibatkan keluarga dan sahabat-sahabatnya.

Bagian Keenam di bawah sub-judul “Mengabdi Kepada Kepentingan Publik” bertutur tentang peranannya dalam penyelenggaraan pemilu pertama setelah Era Reformasi dan gagasan-gagasannya ketika menjadi Komisioner Komisi Pengawas Persaingan Usaha.

Bagian Ketujuh yang mengungkapkan “Masa Pensiun” adalah catatan-catatan penting dan bernas setelah mengurangi aktivitas sebagai pengusaha, di antaranya sebagai Konsul Kehormatan.

Pemerintah Jamaika mengangkat Soy menjadi Konsul Kehormatan untuk Indonesia. Hal yang sama kemudian diikuti juga oleh Pemerintah Republik Makedonia. Ia juga dengan sepenuh hati berkarya di Lemb Alkitab Indonesia (LAI), dan pada masa pengabdian tersebut berhasil dibangun Gedung Pusat Alkitab.

Soy juga ambil bagian dalam meningkatkan pelaksanaan tugas dan fungsi pokok Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI dengan kapasitas sebagai Penasehat Ketua DPD RI, DR Oesman Sapta, pada periode 2017-2019.

Lima sahabat dan kerabat Soy Pardede menuliskan kesan-kesan pada buku autobiografi ini, yang dirangkum dalam Bagian Kedelapan. Mereka adalah Suryo B. Sulisto, Dr. Syamsul Maarif, Pdt. Dr. Dr. Richard Daulay, MTh, MA., Prof. Dr. Djisman S. Simandjuntak, dan Dr. Ir. Raden Pardede. Kelima tokoh ini menguraikan berbagai sisi awal perkenalan dan kedekatan dengan Soy.

Raden Pardede, yang menyapa Soy dengan Amangtua (Pak De), menyebutkan, Soy pantang menyerah menghadapi badai terhebat pun. Jatuh bangun sudah dilaluinya, dia tetap berdiri tegar. Ia tetap bersemangat dalam memberikan nasihat, membagikan pengalaman, menciptakan optimisme, namun tetap kritis.

Dalam buku ini, Soy menuliskan berbagai kejatuhan sejak masih kanak-kanak hingga berkiprah sebagai penggusaha. Ia juga menguraikan kebangkitan dari kejatuhan-kejatuhan tersebut. Dengan menerbitkan buku ini dia ingin berbagi gagasan, kerja keras, pengalaman, dan prinsip-prinsip dalam kehidupan. (pr)