JAKARTA (Independensi.com)
Pengamat hukum Abdul Fickar Hadjar mengatakan masalah rangkap jabatan komisioner Komisi Kejaksaan sekaligus menjadi Komisaris di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) memang secara tegas belum ada larangan.
“Tapi secara sosiologis perangkapan jabatan tidak etis. Karena pasti akan menerima gaji atau honor dua kali yang diambil dari uang negara atau uang rakyat,” kata Abdul Fickar kepada Independensi.com, Senin (19/10) menanggapi rangkap jabatan Ketua Komjak Barita Simanjuntak sebagai Komisaris PT Danareksa.
Dia pun menilai perangkapan jabatan selain tidak etis, juga ada indikasi korupsi karena tidak mungkin satu orang bekerja di dua jabatan negara secara optimal.
“Maka yang terjadi adalah manipulasi waktu. Yang juga berpengaruh pada kerugian negara membayar orang yang menjabat rangkap,” tuturnya.
Oleh karena itu, menurut dia, siapapun yang berada di jabatan publik yang gajinya dibayar oleh negara tidak boleh rangkap jabatan.
“Dia harus memilih salah satu. Karena korupsi itu dimulai dari pintu pintu yang kecil seperti ini,” ucap staf pengajar pada Fakultas Hukum Universitas Triksakti ini.
Sebelumnya Ketua Komjak Barita Simanjuntak menyebutkan tidak ada peraturan yang dilanggar dirinya terkait masalah rangkap jabatan sebagai salah satu Komisaris PT Danareksa.
Barita beralasan yang tidak boleh atau dilarang untuk merangkap jabatan sesuai ketentuan dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 35 Tahun 2011 adalah untuk anggota Komjak yang berasal dari unsur masyarakat.
“Sedangkan saya menjadi Ketua dan anggota Komjak mewakili unsur pemerintah berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 62 M/2019,” kata Barita kepada Independensi.com, Minggu (18/10) saat ditanya larangan rangkap jabatan anggota Komjak.
Oleh karena itu, tuturnya, tidak ada ketentuan yang dilanggar mengenai tugas tersebut karena dirinya menjadi Komisaris PT Danareksa atas penunjukan dan mewakili pemerintah. “Komisaris itu tugas pengawasan. Jadi bukan tugas eksekutif,” ucapnya.
Diakuinya sebagai Komisaris di PT Danareksa dirinya tidak dilantik. “Tidak dilantik, hanya menerima penyerahan surat keputusan (SK) secara virtual.”(muj)