Dr Yulius Yohannes M.Si

Demi Stabilitas Politik, PDIP, Gerindra dan Golkar Mesti Berkoalisi di Pilpres 2024

Loading

JAKARTA (Independensi.com) – Sekretaris Jenderal Dayak International Organization (DIO) Dr Yulius Yohanes, M.Si, mengatakan, demi stabilitas politik dan keamanan di dalam negeri, maka Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) dan Partai Golongan Karya (Golkar) harus berkoalisi menghadapi Pemilihan Presiden (Pilres) tahun 2024.

Hal itu dikemukakan Yulius Yohanes di Jakarta, Jumat pagi, 18 Desember 2020, menanggapi Direktur Eksekutif Indo Barometer, Muhammad Qodari meyakini, dinamika politik pada tahun 2021 setelah rampungnya Pemilihkan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2020 akan aman, Jakarta, Kamis, 17 Desember 2020.

“Dalam teori demokrasi, stabilitas politik menjadi sangat penting. Apabila PDIP, Gerindra dan Golkar bisa berkoalisi kembali, dijamin siapapun yang diusung menjadi Presiden tahun 2024, pasti mampu menciptakan stabilitas politik, dan sebagai desain besar menghantarkan Indonesia menjadi negara maju ke-5 dunia pada tahun 2030, sebagaimana diramalkan banyak analis dari luar negeri,” kata Yulius Yohanes, Direktur Program Pascasarjana Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Tanjungpura, Pontianak.

Menurut Yulius Yohanes, Presiden Indonesia, Joko Widodo, berani memberantas kaum radikal dan intolerans, di antaranya Mohammad Rizieq Shihab (MRS) pentolan Front Pembela Islam (FPI) menyerahkan diri di Polisi Daerah Metropolitan Jakarta Raya (Polda Metro Jaya), Sabu, 12 Desember 2020, karena mendapat dukungan politik di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI).

Partai pendukung Pemerintah di DPR-RI, selain PDIP, adalah Gerindra, Golkar, Partai Nasional Demokrat (Nasdem), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Persatuan Pembangunan. Partai peraih suara terbesar di DPR hasil Pemilihan Umum (Pemilu) adalah PDIP, Gerindra dan Golkar, sehingga paling tidak harus mempertahankan koalisi demi stabilitas politik di dalam negeri menghadapi Pilpres 2024.

Yulius Yohanes mengingatkan para elit politik nasionalis di Indonesia, untuk memikirkan masa depan bangsa jauh ke depan. Negara kecil di Timur Tengah seperti Israel, misalnya, sangat berkepentingan membuka hubungan diplomatik, karena meramalkan kemajuan Indonesia sangat signifikan dalam satu dekade terakhir. Israel pun memprediksi Indonesia berada di urutan 5 dunia di bidang kemajuan ekonomi tahun 2030.

“Sikap tegas Panglima Komando Daerah Militer Jakarta Raya, Mayor Jenderal TNI Dudung Abdurachman dan Kepala Polisi Daerah Metropolitan Jakarta Raya, Inspektur Jenderal Polisi Dr Muhammad Fadil Imran, dalam menghadapi kaum radikal dan intoleran, adalah mengemban misi negara, demi menumbuhkan citra positif Pemerintahan Presiden Joko Widodo di mata masyarakat di dalam negeri dan luar negeri,” ungkap Yulius Yohanes.

Muhammad Qodari, mengatakan, tahun 2021 mendatang tidak ada peristiwa politik besar seperti Pilkada Serentak 2020. Merujuk Undang-Undang (UU) Nomor 10 tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali kota, pada tahun 2021, 2022 dan 2023 nanti, tidak akan ada Pilkada. Pilkada Serentak total baru dilaksanakan November 2024 usai Pemilu April tahun 2024.

“Jadi tidak ada pilkada pada tahun 2022 dan 2023 jika melihat peraturan yang ada di Undang-Undang Nomor 10 tahun 2016. Artinya tidak ada Pilkada Gubernur di daerah strategis seperti Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur,” ujar Qodari menjawab pertanyaan moderator tentang dinamika politik 2021 dalam webinar Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) yang bertajuk ‘Indonesia’s Economic and Political Outlook 2021’, Kamis, 17 Desember 2020.

Akan tetapi lanjut Muhammad Qudori, kemungkinan di tahun 2021 akan ada pembahasan mengenai revisi Undang-undang (UU) Pilkada dan Pemilu oleh DPR, dimana isu yang akan dibahas di antaranya terkait kemungkinan akan diadakan lagi Pilkada tahun 2022 dan 2023.

“Khususnya oleh partai-partai menengah dan kecil, tapi menurut saya partai-partai besar seperti PDIP, kemudian Gerindra dan Golkar ada kemungkinan menolak,” ujarnya.

Muhammad Qudori, menuturkan, penolakan tiga partai tersebut dengan syarat mereka sudah mempunyai rencana atau kesepakatan mengenai design politik pada Pilpres 2024 mendatang. “Design politiknya seperti apa, ada beberapa kemungkinan termasuk kemungkinan-kemungkinan yang extreme atau luar biasa.(Aju)