Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil

Penanganan Covid-19 Ridwan Kamil Ingin Lepas Tanggungjawab

Loading

JAKARTA (Independensi.com) – Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI), Petrus Selestinus, mengatakan, Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, tidak lebih dari ingin melepas tanggungjawab dalam menangani pandemi Corona Virus Disease-19 (Covid-19), dengan menuding kesalahan kepada Menteri Koordinator Politik Hukum dan Hak Azasi Manusia, Mahfud MD.

“Pernyataan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD bahwa Mohammad Rizieq Shihab (MRS) diizinkan pulang ke Indonesia, boleh dijemput bahkan boleh diantar sampai ke Petamburan, asal dengan syarat tertib dan damai serta tidak melanggar protokol kesehatan, Covid-19,” kata Petrus Selestinus, Jumat malam, 18 Desember 2020.

MRS, pentolan Front Pembela Islam (FPI) yang kabur ke Arab Saudi sejak 26 April 2017, untuk menghindari proses hukum terhadap 14 laporan polisi dari masyarakat di Polisi Daerah Metropolitan Jakarta Raya, Polisi Daerah Jawa Barat dan Polisi Daerah Bali, 2017 – 2020, menolak melakukan karantina mandiri selama 14 hari setelah mendarat di Jakarta, Selasa, 10 Nopember 2020.

MRS terus melakukan kerumunan massa, dengan menebar hate speech, dan secara terbuka menyatakan sikap permusuhan dengan Negara, Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Polisi Republik Indonesia (Polri), 10 – 20 Nopember 2020.

Menurut Mahfud, pesan Mafud MD sangat jelas dan terang, karenanya tidak perlu ditafsir, termasuk ditafsir Ridwan Kamil, Gubernur Jawa Barat. Pernyataan Mahfud MD dalam kedudukan dan tanggung jawab selaku Menko Polhukam, jelas menunjukan bahwa kepulangan MRS ke Indonesia tidak boleh dirintangi, asal tetap taat kepada protokol Covid-19.

Diungkapkan Petrus Selestinus, dengan demikian Ridwan Kamil, tidak perlu menterjemahkan pernyataan Mahfud MD sebagai penyebab terjadinya kerumunan, sekedar untuk membela diri dari proses hukum yang sedang dijalaninya, karena pernyataan Mahfud MD mensyaratkan harus mematuhi protokol Covid-19, itu paralel dengan melarang pengerahan massa secara berlebihan.

Kewajiban seorang Kepala Daerah adalah menertibkan dan melarang warganya agar tidak melakukan kerumunan dimanapun termasuk tidak ikut berkerumun di Bandara Soetta, di Petamburan, Jakarta. dan di Megamendung, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat, karena ada protokol kesehatan sebagai program strategis nasional yang menjadi kewajiban Kepala Derah untuk dipatuhi.

Ridwan Kamil, ujar Petrus Selestinus, justru mencoba melempar tangung jawab atas peristiwa kerumunan massa simpatisan MRS, di Bandara Soekarno Hatta, Cengkareng, Tangerang, Provinsi Banten, Petamburan, Jakarta, dan Megamendung, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat, sebagai akibat statemen Mahfud MD. Ini jelas sebagai sikap mencari kambing hitam dan memancing di air keruh.

“Ini bukti Ridwan Kamil tidak menjalin kerja sama dengan instansi vertikal di Pusat yang menjadi kewajibannya dan pertanda ada “loyalitas ganda” di tengah proses hukum yang sedang berjalan dan di tengah munculnya aksi protes FPI dan massa simpatisan MRS terhadap Pemerintah,” kata Petrus Selestinus.

Petrus Selestinus, mengatakan, Ridwan Kamil tengah mencari pembenar atas pelanggaran protokol Covid-19, dengan dalih seolah-olah telah mendapat izin dari Menko Polhukam, ini jelas sikap tidak etis, merusak program strategis nasional dan memperlemah penegakan hukum yang sedang jalan.

Persoalan kerumunan massa MRS dari Jawa Barat yang dibiarkan terjadi di Bandara Soetta, di Petamburan dan di Megamendung, yang melanggar protokol kesehatan, menjadi tanggung jawab Pemprov Jawa Barat, dan karena itu Ridwan Kamil dapat dimintai pertanggungjawaban pidana.

Pernyataan Ridwal Kamil, menurut Petrus Selestinus, mencoba melempar tanggung jawab pelanggaran terhadap protokol kesehatan kepada Mahfud MD selaku Menko Polhukam, sangat tendensius dan demi mencari pembenaran atas peristiwa kerumunan massa FPI dan simpatisan MRS. Di sini terlihat ada “loyalitas ganda”, yang diperlihatkan Ridwan Kamil yaitu pada FPI, MRS dan simpatisannya.

Persoalan memiliki “loyalitas ganda” dalam konteks mewujudkan program strategis nasional, menjadi sesuatu yang membahayakan, karena sebagai organ pemerintah, Ridwan Kamil adalah wakil pusat di daerah, tetapi dengan dalih ia sebagai pribadi, ia boleh memperlihatkan loyalitasnya kepada kepentingan yang sedang diperjuangkan MRS dan kelompoknya.

Karena itu Presiden Joko Widodo dan Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian, harus mengambil langkah tegas terhadap Ridwan Kamil, karena sikap mendua dan tidak sejalan dengan sikap pemerintah pusat, akan sangat mengganggu kepentingan dan program strategis nasional, mengganggu kohesivitas sosial masyarakat di Jawa Barat sesuai dengan amanat Undang-Undang Pemerintah Daerah.

Yang dikhawatirkan sekarang adalah Ridwan Kamil bisa saja menjadi bagian dari sikap intoleran kelompok MRS di Jawa Barat. Karena itu jika terdapat cukup bukti dimana Ridwan Kamil tidak lagi sejalan dan sikapnya ini akan mengganggu kohesivitas sosial masyarakat, maka sangat beralasan untuk copot jabatannya sebagai Gubernur Jawa Barat. (Aju)