Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas

Yaqut Cholil Qoumas Jadi Hambatan Besar Bagi Capres Dukungan Islam Radikal Tahun 2024

Loading

JAKARTA (Independensi.com) – Keputusan Presiden Joko Widodo, menunjuk Ketua Gerakan Pemuda (GP) Ansor sebagai Menteri Agama, menggantikan Jenderal Purn Fachrul Razi dalam reshuffle kabinet di Jakarta, Selasa, 22 Desember 2020, semakin mempersulit posisi Calon Presiden (Capres) 2024 yang akan diusung kalangan kelompok islam garis keras atau kadal gurun alias kadrun

Bagi pihak yang mencermati peta politik di Tanah Air, dikaitkan dengan pernyataan Presiden Joko Widodo, bahwa tidak ada beban lagi dalam periode kedua jabatan Presiden Indonesia, 20 Oktober 2019 – 20 Oktober 2024, karena tidak bisa mencalonkan diri periode ketiga, dapat memahami kenapa Yaqut Cholil Qoumas ditunjuk sebagai Menteri Agama

Yaqut Cholil Qoumas, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), akan menjadi mitra strategis Menteri Dalam Negeri, Tito Karnavian, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara, Tjahjo Kumolo, Menteri Pendidikan dan Kebuayaan, Nadiem Makarim, Panglima Tentara Nasional Indonesia, Jenderal TNI Hadi Tjahjanto dan Kepala Polisi Republik Indonesia, Jenderal Polisi Idham Aziz, di dalam memberantas tuntas paham radikal dan intoleran yang selalu berakhir dengan aksi terorisme dari kelompok kadrun di Indonesia

Sebagai tokoh muda Nahdatul Ulama (NU), organisasi massa Islam terbesar di Indonesia, Yaqut, memiliki jaringan luas lintas kebudayaan di Indonesia

Yaqut sebagai representasi perang melawan radikalisme dan intoleran, karena sejak tahun 2014, Ketua Umum Pengurus Besar Nahdatul Ulama, K.H. Said Aqil Siradj, secara terbuka mendesak Presiden Joko Widodo, segera menutup pesantren kadrun yang beraliran wahabi/ikhwanul muslimin, karena anti Pancasila

Mohammad Rizieq Shihab (MRS) pentolan Front Pembela Islam (FPI) yang menyerahkan diri di Polisi Daerah Metropolitan Jakarta Raya (Polda Metro Jaya), Sabtu, 13 Desember 2020, karena hate speech, menebar permusuhan dengan Negara, Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Polisi Republik Indonesia (Polri), merupakan simbol kadrun yang didukung Partai Keadilan Sejahtera (PKS

Kadrun adalah kelompok masyarakat berperilaku kearab-araban, tukang penyebar hoax, dimana dalam perilaku kesehariannya mengedepankan kesalehan individu dengan hanya menganggap diri dan kelompok saja paling benar, sehingga orang lain dicap sebagai musuh

Ciri khas kadrun, tukang tuding kelompok lain kafir. Kadrun selalu menuding pihak yang tidak setuju ideologi khialaf untuk mengganti ideologi Pancasila di Indonesia. Kelompok Islam moderat, dimana populasinya paling banyak di Indonesia, yaitu Nahdahul Ulama (NU) yang menolak paham khilafah di Indonesia, dengan mudah dituding kadrun sebagai kelompok kafir

Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) masuk di dalam kelompok kadrun, sehingga dibubarkan melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017, karena menolak ideologi Pancasila, berlandaskan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan Bhinneka Tunggal Ika

Secara organisatoris FPI sulit dibubarkan, karena Surat Keterangan Terdaftar (SKT) di Kementerian Dalam Negeri tidak diperpanjang lagi sejak 2019, karena menolak Pancasila sebagai satu-satunya ideologi. Maka sejak 2019, FPI sebagai organisasi massa illegal

Genderang perang terhadap kadrun ditabuh Presiden Joko Widodo, setelah Panglima Komando Daerah Militer Jakarta Raya, Mayor Jenderal TNI Dudung Abdurachman dan Kepala Polisi Daerah Metropolitan Jakarta Raya, Inspektur Jenderal Polisi Dr Muhammad Fadil Irman, menggelar konferensi pers, menegaskan, tidak ada tempat bagi kaum intoleran dan radikal di Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) Jakarta, Jumat, 20 Nopember 2020

Dudung dan Fadil, menegaskan, bertanggungjawab terhadap penurunan baliho provokatif RMS, pentolan FPI, dan pasti menghajar siapa saja yang masih berani membuat onar di DKI Jakarta

Jenderal TNI Hadi Tjahjanto dan Jenderal Pol Idham Aziz, menegaskan, mendukung sepenuhnya langkah Dudung dan Fadil, dimana hal serupa diinstruksikan pula kepada seluruh komandan satuan TNI dan Kepala Polisi Daerah (Kapolda) di seluruh Indonesia

MRS masuk bui, membuat para kadrun semakin kesulitan membangkitkan solidaritas internal yang kesannya dalam perkembangan terakhir, patut diduga selalu dibela PKS. Apalagi 5 pentolan FPI lainnya sudah ditetapkan sebagai tersangka. Sekretaris Umum FPI, Munarman, sudah pula dilaporkan ke polisi karena dinilai berbagai ucapan hoax-nya sangat membahayakan masyarakat.

Kehilangan Momentum

Bakal Calon Presiden 2024, yaitu Anies Baswedan (Gubernur DKI Jakarta) – Ridwan Kamil (Gubernur Jawa Barat), Anies Baswedan – Jenderal Purn Gatot Nurmantyo (mantan Panglima Tentara Nasional Indonesia), Gatot Nurmantyo – Ridwan Kamil, Anies Baswedan – Agus Harimurti Yudhoyono atau AHY (Ketua Umum Partai Demokrat, dan putera Susilo Bambang Yuhoyono, Presiden Indonesia, 2004 – 2014) yang selama ini selalu digadang-dagang para kadrun dan PKS, jaringannya sudah ‘di-bonsai” sehingga kehilangan momentum, karena ketahuan mencuri star

Argumentasinya, para Capres 2014 yang bakal diusung kadrun, sudah kehilangan simbol, setelah MRS masuk bui. MRS terancam pidana penjara maksimal 6 tahun, atas 14 laporan hate speech dan potensi makar dari masyarakat ke Kantor Polisi, 2017 – 2020

Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, diprediksi tidak akan kompromi dengan kelompok radikal, dimana tugasnya membenahi pesantren berhaluan wahabi/ikhwanul muslimin yaitu kelompok Islam garis keras anti Pancasila, sertifikasi para penceramah agama, sertifikasi halal di bawah kendali Kementerian Agama Republik Indonesia

Dalam upaya menertibkan Pegawai Negeri Sipil  (PNS) dan Perguruan Tinggi dari paham wahabi/ikhawanul muslimin, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, akan menjadi mitra strategis Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara, Tjahjo Kumolo, serta Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim

Dalam menciptakan keamanan dan ketertiban masyarakat, memberangus kaum radikal dan intolerans, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, menjadi mitra strategis Panglima Tentara Nasional Indonesia, Jenderal TNI Hadi Tjahjanto dan Kepala Polisi Republik Indonesia, Jenderal Polisi Idham Aziz

Penempatan Yagut Cholil Qoumas sebagai Menteri Agama, diprediksi mempermudah koalisi partai nasionalis Megawati Soekarnoputri (Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan), Prabowo Subianto (Ketua Umum Partai Gerakan Indonesia Raya), Airlangga Hartanto (Ketua Umum Partai Golongan Karya) dalam menentukan Capres tahun 2024

Siapapun yang akan diusung Megawati, Prabowo Subianto dan Airlangga Hartanto, dalam Pilplres 2024, diprediksi akan berjalan mulus. Karena setidaknya, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Partai Hatinurani Rakyat (Hanura) dan Partai Kebangsaan dan Persatuan Indonesia (PKPI) akan berkoalisi dengan PDIP, Gerindra dan Golkar

Sandiaga Uno, Calon Wakil Presiden, berpasangan dengan Prabowo Subianto, Calon Presiden, saat melawan petahana Presiden Joko Widodo – K.H. Ma’aruf Amin, dan didukung kadrun dalam Pilpres 2019, ditetapkan menjadi menjadi Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif dalam reshuffle kabinet, selasa, 22 Desember 2020, mesti dilihat di dalam upaya konsolidasi kalangan nasionalis dan religus menghadapi Pilpres 2024

Kalaupun kalangan kadrun, memenuhi syarat mencalonkan Presiden tahun 2024, tidak akan mendapat simpati maksimal dari masyarakat luas, karena sudah terstigma anti Pancasila dan anti keberagamaan

Karena itulah, langkah Surya Paloh, Ketua Umum Partai Nasional Demokrat (Nasdem) yang masih di dalam koalisi Presiden Joko Widodo – Wakil Presiden K.H. Ma’aruf Amin, tapi secara terbuka sejak akhir tahun 2019 mendukung Anies Baswedan sebagai Capres dalam Pilpres 2024, akan kehilangan momentum, jika tidak mau disebut sudah salah langkah

Dengan demikian, langkah Agus Harimurti Yudhoyono untuk menjalin komunikasi dengan berbagai pihak, paling tidak akan membuat posisi tawar Partai Demokrat menjadi rendah di mata PDIP, Gerindra dan Golkar, karena faktor mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang selama ini selalu bersikap berseberangan dengan Pemerintahan Presiden Joko Widodo, tanpa memberi solusi yang konstruktif. (Aju)