Hilman Azazi

Kejati Dalami Dugaan Korupsi di UIN Riau

Loading

PEKANBARU (Independensi.com) –Penyelidikan Tim Intelijen Kejaksaan Tinggi Riau terkait dugaan penyimpangan puluhan miliar  di Universitas Islam Negeri (UIN) Sultan Syarif Qasyim Pekanbaru, Riau, terus dikaji. Jaksa penyidik di Pidana Khusus (Pidsus) Kejati Riau melakukan crosscek hasil temuan Inspektorat, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) maupun Dirjen.

“Ada temuan dari Satuan Pengawas Internal (SPI),” ujar Hilman Azazi, Asisten Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Riau.

Saat ini, temuan itu dikaji tim jaksa penyelidik, dilakukan klarifikasi, mana yang digunakan sendiri, apa tanggapan hukum, yang mana kepentingan kampus maupun kepentingan kuliah. Selama proses penyelidikan di Intelijen, sudah ada pengembalian uang.

Untuk jumlahnya saya lupa, hal ini juga sedang di pelajari dan membutuhkan waktu lama karena dokumennya banyak, ujar Hilman tanpa menyebutkan jumlah uang serta siapa yang mengembalikan.

Hilman menegaskan, laporan tim intelijen terkait hasil penyelidikan dugaan penyimpangan di UIN Sultan Syarif Qasyim Pekanbaru sekitar Rp 42 miliar itu, masih dalam pengkajian, maka kasus tersebut masih status quo.

“Status quo, masih di awang-awang, kita masih mengkaji apakah cari data lagi atau langsung ke penyelidikan,” katanya.

Sebagaimana diketahui, penanganan dugaan penyimpangan hingga puluhan miliar itu, awalnya diusut Bidang Intelijen Kejati Riau.

Jaksa Intelijen melakukan klarifikasi terhadap sejumlah pihak, termasuk mengumpulkan sejumlah dokumen.

Dalam prosesnya, tim Intelijen menemukan adanya indikasi pelanggaran peraturan perundang-undangan dalam perkara tersebut. Tim Intelijen merampungkan proses penyelidikan, dengan menyusun laporan dan dilimpahkan ke Pidsus.

Menurut informasi yang diperoleh dilapangan menyebutkan, selama proses penyelidikan, Bagian Intelijen sudah mengklarifikasi sejumlah pejabat dari UIN Suska. Di antaranya Hanifah selaku mantan Kepala Bagian (Kabag), Suriani selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) di UIN Suska Riau.

Kemudian Ahmad Supardi selaku Kepala Biro Administrasi Umum, Perencanaan dan Keuangan (AUPK) sekaligus Pejabat Perintah Membayar. Gudri selaku Kepala Sekretaris Pengawas Internal (SPI), dan Afrizal Zen selaku Dewan Pengawas.

Kabarnya, kasus ini mencuat, setelah Rektor UIN Suska Riau Prof Akhmad Mujahidin  menyurati semua stafnya awal tahun lalu (23/2/2020), agar merapikan Buku Kas Umum (BKU) dan laporan pertanggungjawaban tahun anggaran 2019.

Surat bernomor B-0744/Un.04/R/PS.00/02/2020, tertanggal 22 Februari 2020 lengkap pakai kop UIN Suska Riau, ditandatangani Akhmad Mujahidin selaku rektor yang diterima 5 orang pegawai UIN penerima surat.

Dalam surat itu, disebutkan mereka diperintahkan BPK untuk merapikan BKU TA 2019 khusus pada akun 52, 53, dan 57 (selain belanja pegawai akun 51), dan dicocokkan dengan Laporan Pertanggungjawaban Keuangannya.

Selain mengirim surat kepada lima stafnya, ternyata Akhmad Mujahidin juga melayangkan undangan kepada beberapa pegawainya untuk hadir pada hari yang sama termasuk Dr Suriani dan kawan-kawan, agendanya menindaklanjuti temuan BPK.

Menurut informasi dari lingkungan UIN, beberapa belanja yang tidak wajar itu disinyalir untuk urusan pribadi dan keluarga rektor. Seperti, pembelian tiket pesawat untuk putri Akhmad Mujahidin pada bulan Mei 2019.

Kemudian, ada pembelian tiket pesawat untuk orangtua Akhmad Mujahidin tujuan Pekanbaru-Surabaya pada bulan Juli 2019. Ada juga pengeluaran kas untuk biaya pulang kampung rektor ke Malang sebesar Rp10 juta.

Lebih parah lagi, kabarnya, Akhmad Mujahidin juga pernah menerbitkan surat tugas untuk istrinya yang bukan pegawai di lingkungan UIN Suska pada acara Pekan Ilmiah Olahraga Seni dan Riset (PIONIR) di Malang tahun 2019 lalu.

Selain itu disebut-sebut ada juga proyek yang dimenangkan keluarga sang rektor dan dilapangan bermasalah.(Maurit Simanungkalit)