Wartawan senior dan penulis novel H Muhammad Tempel Tarigan

Muhammad Tempel Tarigan, “Buku” yang Terbuka untuk Generasi Muda

Loading

Awal perkenalan saya dengan Pak Muhammad Tempel Tarigan terjadi beberapa tahun silam, dimana beliau menjadi salah satu narasumber yang saya wawancarai.

Kesan pertama, beliau sosok yang sangat rendah hati, bersahaja, friendly dengan wartawan. Mungkin karena latar belakang beliau juga seorang wartawan.

Bincang-bincang pun tidak hanya sebatas keperluan pemberitaan, tapi merembet ke hal-hal yang lain. Bahkan, beliau langsung menawarkan untuk bergabung di Kerukunan Keluarga Sumatera Utara (KKSU), dimana beliau duduk sebagai Wakil Ketua Umum.

Singkat cerita, saya pun dimasukkan pada jajaran Pengurus KKSU sebagai Koordinator Bidang Humas. Sosoknya yang rendah hati namun tegas, membuat dirinya begitu dihormati banyak pihak.

Saya lihat betul bagaimana beliau mengarahkan saya untuk benar-benar tampil sebagai seorang Humas KKSU.

Bagi saya, Bpk Muhammad Tempel Tarigan bukan sekadar orangtua, tapi juga guru dan mentor yang handal.

Setiap kali bersama beliau pasti ada hal yang mengesankan, disamping ‘ilmu-ilmu pamungkas’ yang ditularkan.

Seiring waktu, kami kerap bersama-sama membangun KKSU dengan pengurus yang lain. Bisa dikatakan saya sangat akrab dengan wartawan senior yang sudah malang melintang di dunia peliputan ini.

“Kau harus jadi wartawan hebat. Tidak saja hebat menulis berita, tapi juga bisa kaya raya,” demikian Pak Tarigan selalu memotivasi saya.

Saya sangat menghormati beliau yang dengan segala kesederhanaannya mau ‘berbagi’ dengan generasi muda.

Tak sedikit buku-buku yang ‘diwariskan’ beliau untuk saya. “Nah, baca buku ini, berguna buatmu,” demikian ujarnya beberapa kali.

Bagi saya, sosok Pak Muhammad Tarigan bak ‘buku yang terbuka’ bagi generasi muda.

Siapa pun bisa belajar dari pengalaman panjang yang telah ia lalui.

Satu hal yang mengasyikkan, setiap kali beliau berkisah tentang pengalamannya memburu berita. Saya menilai, beliau sosok yang gigih dan ulet guna mencapai tujuan.

Kedekatan kami membuat beliau mempercayakan saya untuk terlibat dalam Forum Pembauran Kebangsaan (FPK) Kota Administrasi Jakarta Timur, dimana beliau juga berada di forum yang sama untuk tingkat Provinsi DKI Jakarta.

Pernah dalam sebuah acara yang diadakan FPK Jakarta Timur, dimana saya sebagai Sekretaris Panitia kala itu, karena kesibukan, saya hanya meminta beliau hadir via telepon. Langsung beliau jawab, “Saya pasti hadir”. Dan, benar saja, di Hari-H, beliau hadir dengan gayanya yang khas. Itu sangat melegakan saya.

Saat ini, kebanggaan saya terhadap beliau kian memuncak tatkala tahu Pak Tarigan merilis dua buku “Jandi la Surong” dan “Pingko-Pingko”. Kejujuran dan ke apa adaan beliau sangat nampak dari dua novel yang sudah difilmkan tersebut.

Tulisannya bernas, tanpa rekayasa dan dengan bahasa yang mampu meluluhkan perasaan.

Akhirnya, saya hanya bisa berdoa, beliau diberi umur panjang dan kesehatan selalu.

Sebab, saya tahu, ada banyak hal dalam benak beliau yang mau dibuat.

Apa yang beliau lakukan di masa tua menjadi cermin bahwa berkarya itu tak mengenal waktu. Bahkan di masa tua dan putih rambutnya pun, karya-karyanya masih menghiasi Republik ini.

Beliau sosok yang sangat menginspirasi untuk saya dan pastinya generasi muda lainnya. Saya hanya bisa berucap, “Pak Tarigan, kerennnnn…..!!!! (Rio Nainggolan)