Dr Julianus Limbeng S.sn M.Si

‘Mama MHT’, Demikian Ia Kupanggil

Loading

Oleh: Dr Julianus Limbeng S.sn M.Si

Sebenarnya nama H. Tempel Tarigan sudah pernah aku dengar sebelumnya dari seorang sahabat di Bekasi yang mempercayakan saya membuat musik album lagu Karo Muslim.

Dia sering menceritakan nama tersebut sebagai salah satu pengurus Karo Muslim di Jabodetabek.

Namun benar-benar bertemu dengan orangnya adalah sekitar akhir tahun 2004, ketika saya dipercaya untuk membuat musikalisasi Antologi Puisi Karo Pincala, karya Drs. Usaha Tarigan atau yang biasa dikenal dengan TariganU, seorang pelukis dan sastrawan.

TariganU selalu datang berdua dengan Pak Haji Tempel, kadang bertiga dengan Pak Soehardjo teman akrab mereka.

Saya tidak tahu persis bagaimana proses persahabat mereka di usia senja, tetapi semenjak saya dipercaya sebagai pencipta sekaligus arranger untuk mengerjakan proyek tersebut, kedua Tarigan ini selalu hadir bersama-sama dan komunikasi sangat hangat.

“Percayaken kami sepenuhna man bandu, uga akapndu mejile bage bahan”, kata Mama Tempel.

Tarigan yang satu suaranya sangat lembut dan nyaris tidak terdengar, namun Tarigan yang satu lagi suaranya kencang dan selalu semangat dan semangat berapi-api.

Sementara temannya satu lagi Pak Soehardjo banyak bercerita paradoksal, satu sisi ia banyak bercerita tentang wawasan ilmu pengetahuan, tapi disatu sisi ia juga banyak bercerita tentang hal-hal yang sifatnya klenik.

Tapi saya menikmati saja perbincangan-perbincangan kami yang intensif semenjak perkenalan kami pertama dan berlanjut dalam mengerjalan sebuah album yang kemudian diberi judul Album Musikalisasi Pincala karya TariganU.

Saya merasa sangat beruntung memiliki sahabat sekaligus kerabat baru yang kemudian saya tahu bahwa mereka adalah orang-orang hebat.

Mereka memiliki berbagai macam pengalaman dengan latar belakang pendidikan yang berbeda-beda.

Dua dari mereka adalah orang-orang terpilih pada jamannya melanjutkan studi ke luar negeri, Peking dan Moskow.

Sementara mama Tempel Tarigan adalah juga sarjana dalam negeri namun sudah malang melintang bekerja sebagai kuli tinta dan bergaul dengan kalangan atas.

Ia juga memiliki pengalaman kerja di pertambangan dan sudah keliling Indonesia.

Saya pun tidak tahu siapa yang memperkenalkan saya dengan mereka, kemungkinan besar turang bayu, Tio Fanta Pinem, karena Tio Fanta Pinem lah yang dipilih mereka sebagai vokalis yang menyanyikan musikalisasi puisi tersebut bersama dengan saya.

Sepanjang pengerjaan penciptaan lagu-lagu dan membuat arransemen serta memainkan lagu- lagu, kami semakin intens bertemu, kadang hanya sekedar ngobrol saja. Terkadang Mamaku duana, TariganU dan Tempel Tarigan bisa menelepon saya hanya untuk sekedar bertemu dan ngobrol saja.

Tempat yang dipilih biasanya di Taman Ismail Marzuki atau di Mal yang bisa berlama-lama ngalor-ngidul membicarakan banyak hal.

Pembicaraan kami memang nyambung, meskipun bilangan usia kami terpaut sangat jauh. Bagiku ketiga orang teman ngobrol ini benar- benar luar biasa, karena mereka memiliki pengalaman yang sangat luas di bidang mereka masing- masing.

Mama Tempel Tarigan (–sejak awal aku panggil Mama (bahasa Indonesia paman), karena aku bere-bere Tarigan, bapakku juga bere-bere Tarigan, langsung saja aku posisikan anak beru, meskipun istri Mama

Tempel Tarigan aku tahu Beru Ribu Tanjung–) yang sudah senior dan malang melintang di bidang pers, sangat kaya pengetahuan, mulai dari bidang politik, bisnis, hingga adat-istiadat.

Untuk menghargai saya, mereka pun mau hadir dalam acara ulang tahun ke-3 anak saya di sebuah Mal di Bekasi, meskipun saat itu tamu undangan semua anak-anak kecil. Tapi Mereka hadir memberikan penghormatan hingga acara selesai.

Setelah seluruh rekaman musikalisasi puisi Pincala selesai saya kerjakan, maka satu hal yang cukup mengejutkan saya adalah ketika Album Musikalisasi Pincala tersebut dilaunching sebuah hotel mewah di Jakarta, yaitu di Hotel Borobudur pada tanggal 26 Juni 2005.

Disamping mempertunjukkan beberapa lagu dalam acara launching tersebut, acara yang lain adalah bedah buku Antologi Puisi Pincala tersebut oleh beberapa akademisi Universitas Indonesia.

Dan pada saat itulah, Yayasan Bengkel Seni 78 yang mereka buat memberikan penghargaan kepada saya sebagai seorang Komponis Muda Putra Tanah Karo yang disampaikan oleh Menteri Kehutanan saat itu M.S. Kaban.

Banyak tokoh Karo yang diundang saat itu, yang saya ingat salah satunya adalah Dr. Sutradara Gintings.

Sejak saat itu hubungan kami dengan dua Tarigan ini tetap terjalin dengan baik. Aku melihat mereka adalah orang-orang yang sangat konsisten, berkomitmen serta memiliki tekad yang kuat untuk mewujudkan sebuah gagasan yang kadang seperti tidak mungkin dilaksanakan.

Tetapi pengalaman membuat musikalisasi puisi tersebut memberikan kepercayaan kepada saya bahwa mereka adalah orang-orang yang berani mendobrak dan mampu mewujudkannya.

H Muhammad Tempel Tarigan

Pengalaman berikutnya dengan mereka adalah ketika sebuah acara yang mereka gagas Malam Anugerah Seni Masyarakat Karo (MASMAT) yang kemudian terwujud dan dilaksanakan pada hari Minggu 8 Juli 2007.

Dimana pada saat itu saya juga dipercaya sebagai penanggung jawab musik tradisi dan pertunjukan bersama dengan Terkelin Tarigan.

Acara itu juga benar-benar diwujudkan dan dihadiri langsung oleh Presiden Republik Indonesia H. Soesilo Bambang Yodhoyono beserta Ibu Ani dan tokoh-tokoh Karo.

Acara yang disiarkan secara langsung TVRI Nasional cukup membanggakan orang Karo pada saat itu.

Saat itulah H. Tempel Tarigan juga tampil memberikan sambutan menyapa Presiden RI secara langsung dan juga masyarakat Karo lewat tayangan televisi.

Dua kali acara besar yang melibatkan saya, memberikan penilaian tersendiri bagi saya, dan sejak saat itu kami terus berkomunikasi.

Saya juga diminta untuk membuat Album Musikalisasi Puisi Bunga Dawa yang sudah dikerjakan pada tahun 2008 yang lalu, meskipun tidak pernah dipublish secara resmi hingga mama TariganU wafat.

Selain itu Mama Tempel Tarigan juga mempercayakan saya untuk menggarap salah satu orat-oret kolaborasinya dengan Mama TariganU, yaitu lirik yang diambil dari Novelnya Jandi La Surong.

Awalnya juga saya agak kaget, ini usia sudah lansia, tapi menulis novel tentang cinta. Namun tidak ada halangan, kisah-cinta masa muda itu di usia senja bisa produktif dan menghasilkan sebuah karya yang luar biasa, karena akhirnya novel itu juga diangkat ke layar lebar dengan judul yang sama Jandi La Surong.

Terkait novel Jandi La Surong, ada 13 syair yang ia tulis, yang kemudian saya kerjakan menjadi lagu dan vido. “Uga akapndu pas bage saja bahan”, kata itu selalu muncul memberikan keleluasaan dan kepercayaan bagi kita untuk berkarya, meskipun kemudian saya tau ada satu lagu yang kurang berkenan bagi dia.

Tapi dia tidak mempersoalkan itu dan menghargainya secara professional. “Adi music kam lah metehsa”, katanya.

Yang kemudian mengejutkan saya juga adalah ketika dia menyampaikan dan rencana untuk membuat film Jandi La Surong. “Novel enda ate ifilmken, janah persenndu pe enggo kupikirken”, katanya semangat sekaligus menyampaikan niat baiknya ketika kami berbicara di rumah beliau di kawasan Cipinang. Saya terpikir membuat film biaya sangat mahal.

Kemudian persentasi buat saya juga ia sampaikan, bagi ku, aku tidak terlibat di film, mengapa memikirkan aku. Sekilas saya merasa bingung dan berpikir pasti agak susah mewujudkannya karena pasti susah mencari pembiayaan.

Tapi apa yang terjadi ? Apa yang dia ucapkan tersebut bisa terwujud dan kabarnya film tersebut sangat popular di kalangan masyarakat Karo dan masyarakat sangat antusias menontonnya meskipun jujur secara pribadi hingga saat ini saya belum pernah menonton film tersebut, film yang digarap oleh anak-anak muda karo kreatif dan bertalenta.

Saya yakin dan percaya, novel beliau yang diangkat dalam layar lebar menjadi milestone sejarah dalam perfilman Karo.

Dari film tersebut kita bisa belajar nilai- nilai budaya Karo pada jaman dahulu dan bisa dimanfaatkan dalam konteks kekinian.

Tidak hanya itu, ketika novel satunya lagi sedang booming, ia mengirim WA kepadaku, memberikan dua pilihan judul. Aku usulkan Pingko-pingko lebih menarik.

Ternyata tidak begitu lama kisah cinta dengan Endang gadis Lawang kala itu juga diwujudnyatakan dalam bentuk novel.

Aku juga dipercaya untuk membuat lagu berdasarkan kisah cinta dua anak mahasiswa tersebut. Tidak lama lagunya aku ciptakan di atas kereta api ketika menuju ke Purwokerto.

Jadilah beberapa karya musik hasil kolaborasi Haji Muhammad Tempel Tarigan dengan saya. Kiranya kerja bareng ini bisa memberikan sebuah pengalaman, bahwa segala sesuatu itu yang dikerjakan dengan semangat dan keyakinan, pasti ada selalu jalan yang terbuka. Banyak sekali kemungkinan-kemungkinan. Sehat-sehat selalu. Allah memberkati.

Bekasi, 1 Maret 2021

Penulis adalah musisi/komponis