Ideologi Pancasila Acuan Dayak Berkebudayaan

Loading

JAKARTA (Independensi.com) – Sekretaris Dayak International Organization (DIO), Dr Yulius Yohanes, M.Si, menilai, ideologi Pancasila sebagai acuan bagi masyarakat Dayak dalam berkebudayaan di era modern di dalam kehidupan bernegara di Indonesia.

“Karena di dalam ideologi Pancasila, orang Dayak di Indonesia bebas melakukan akselerasi kapitalisasi modernisasi budaya dalam pembangunan. Ideologi Pancasila lahir dari kebudayaan asli Indonesia, sehingga mewajibkan orang Dayak merawat, mencintai dan mengaktualisasikan nilai-nilai universal kebudayaan Dayak di dalam kehidupan sehari-hari,” kata Yulius Yohanes, Rabu, 1 Juli 2020.

Dalam pemahaman universal sekalipun, menurut Yulius Yohanes, ideologi Pancasila, bisa diterima komunitas Suku Dayak di Negara Brunei Darussalam, Negara Bagian Sarawak dan Negara Bagian Sabah, Federasi Malaysia.

Karena itu, menurut Yulius Yohanes, ideologi Pancasila sebagai panduan peradaban berkebudayaan seluruh warga negara Indonesia, bukan panduan untuk menjalankan agama sebagai sumber keyakinan iman.

“Ideologi Pancasila itu adalah filosofi atau falsafah hidup bernegara di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang menghargai keberagaman dan kebhinenaan. Harus dipisahkan antara keduanya, karena agama di dalam ideologi Pancasila, sudah final dan mengikat, sebagaimana di dalam sila pertama, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa,” kata Yulius Yohanes.

Dijelaskan Yulius Yohanes, soal panduan beragama, diserahkan kepada kelembagaan agama masing-masing, dimana di dalam implementasinya harus sejalan dengan ideologi Pancasila, yaitu menghargai dan menghormati keberagamaan.

Dikatakan Yulius Yohanes, Pemerintah Republik Indonesia sebagai negara hukum, harus tegas dan jelas di dalam menegakkan ideologi Pancasila, di dalam tindakan dan perilaku masyarakat Bangsa Indonesia, sehingga ada efek jera yang dapat menimbulkan keharmonisan lintas budaya (terutama agama) yang ada di NKRI.

“Pengingkaran terhadap keberagaman kebudayaan (ada agama di dalamnya) di Indonesia, berarti pengingkaran terhadap hakekat ideologi Pancasila,” ujar Yulius Yohanes.

“Ideologi Pancasila harus menjadi payung hukum berupa struktur kelembagaan operasional dari Pemerintah Pusat sampai kepada Pemerintah Derah, demi menciptakan keselarasan dalam bingkai NKRI, untuk mewujudkan kesejahteraan sosial masyarakat Bangsa Indonesia yang berkeadilan serta merata dalam kebersamaan dan keserasian.”

Sehubungan dengan itu, menurut Yulius Yohanes dibutuhkan produk perundang-undangan khusus sebagai pedoman penghayatan dan pengamalan ideologi Pancasila, sebagai turunan dari Undang-Undang Dasar 1945, sinkronisasi terhadap Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017, tanggal 24 Mei 2017, tentang Pemajuan Kebudayaan dalam keutuhan NKRI.

Kemudian putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Nomor 97/PUU-XIV/2016, tanggal 7 Nopember 2017, tentang pengakuan aliran kepercayaan yang dimaknai pengakuan terhadap keberadaan agama asli di Indonesia dengan sumber doktrin legenda suci, mitos suci, adat istiadat dan hukum adat dari suku bangsa yang bersangkutan.

“Ideologi Pancasila itu dilahirkan dari kebudayaan asli Indonesia. Jadi pengamalan ideologi Pancasia, mengharuskan orang Indonesia berkebudayaan asli Indonesia. Melihat ideologi Pancasila harus dari sudut pandang anthropologi budaya. Hidup berpancasila, artinya hidup berkebudayaan asli Indonesia, cinta budaya sendiri,” ujar Yulius Yohanes.

Dikatakan Yulius Yohanes, tidak bisa bicara masalah agama sebagai sumber keyakinan iman, saat bersamaan bicara masalah Pancasila sebagai ideologi negara. Karena Agama dan Pancasila sama-sama produk budaya, tapi masalahnya kemudian, tidak semua agama sebagai sumber keyakinan iman di Indonesia, lahir dari kebudayaan asli bangsa Indonesia.

Sementara Pancasila tidak mengatur tentang tata cara seseorang beragama, karena Pancasila sebagai filosofi atau falsafah hidup masyarakat di dalam bernegara di Indonesia, dimana dijamin kebebebasan beragama di dalamnya.

Kendati demikian, karena sejarahnya di awal kelahiran negara Indonesia, kelembagaan agama di Indonesia, sudah sepakat Pancasila sebagai ideologi, maka kelembagaan keagamaan harus menjadi mitra strategis Pemerintah Republik Indonesia di dalam mensosialisasikan pengamalan ideologi Pancasila, dengan penekanan pentingnya menjaga kebersamaan, berkehidupan yang bermartabat, menunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan universal, menghargai keberagaman, demi NKRI.

Ideologi Pancasila harus dijadikan mata ajar kembali kepada peserta didik di semua tingkatan pendidikan di Indonesia, dengan mengedepankan pada aspek anthropologi budaya dalam memahami kebudayaan asli bangsa Indonesia.

Dimana dalam aplikasinya harus dititikberatkan kepada konkretitasi kaya akan substansi keharmonisan, perdamaian, cinta kasih, penghargaan kemanusiaan, keberagaman, keseimbangan hidup dengan alam, mengutamakan kearifan, kebijaksanaan, toleransi dan sejenisnya.

Menurut Yulius Yohanes, perlu pula penekanan pendekatan anthropologi budaya pada penjabaran lebih teknis di dalam pengamalan ideologi Pancasila di masing-masing suku atau komunitas di Indonesia.

“Pendekatannya melalui bahasa yang sederhana, jernih, aplikatif, sebagai jaminan terpeliharanya, terawatnya dan terakatualisasinya kebudayaan asli Bangsa Indonesia, melalui langkah akselerasi kapitalisasi modernisasi budaya dalam pembangunan nasional, demi terwujudnya identitas lokal dalam integrasi regional, nasional dan internasional sebagai wajah peradaban kebudayaan asli Bangsa Indonesia,” ujar Yulius Yohanes.(Aju)