JAKARTA (Independensi.com) – Kejaksaan Agung kembali menahan tersangka kasus dugaan korupsi penyimpangan dalam proses pengalihan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Batubara seluas 400 hektar di Kabupaten Sarolangun Provinsi Jambi.
Tersangka yang ditahan kali ini yakni AT mantan Direktur Operasional PT Indonesia Coal Resources (ICR) anak perusahaan dari PT Aneka Tambang (Antam) yang sempat mangkir dari panggilan Kejaksaan Agung pada Rabu (2/6).
Seperti empat tersangka sebelumnya, tersangka AT juga bungkam dengan tidak mau menjawab satupun pertanyaan wartawan saat keluar dari Gedung Pidsus, Kejagung, Jakarta sekitar pukul 17.45 WIB.
Kapuspenkum Kejaksaan Agung Leonard Eben Ezer Simanjuntak, Kamis (3/6) malam, mengatakan tersangka ditahan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan selama 20 hari terhitung dari 3 Juni hingga 22 Juni 2021.
“Penahanan dilakukan setelah AT menjalani pemeriksaan sebagai saksi bersama saksi WAM pensiunan pegawai PT Telkom dan mantan Komisaris Utama PT Antam,” kata Leo demikia biasa disapa.
Leo mengungkapkan tersangka AT sebenarnya telah dipanggil tim jaksa penyidik untuk diperiksa pada Rabu (2/6). “Namun kemarin AT tidak datang, dan hari ini dengan itikad baik datang untuk menjalani pemeriksaan bersama saksi WAM,” ungkapnya.
Dikatakannnya pemeriksaan terhadap AT dan WAM terkait mekanisme atau Standard Operating Procedure akuisisi PT Citra Tobindo Sukses Perkasa (CTSP) oleh PT Indonesia Coal Resources (ICR).
Peran Tersangka
Sementara terkait peran tersangka AT, Leo menyebutkan, yaitu bersama tersangka BM mantan Direktur Utama PT ICR memaparkan data-data tidak valid. “Karena telah menyampaikan kepada pemegang saham (PT Antam Tbk) bahwa IUP lahan objek akuisisi telah operasi produksi,” tuturnya.
Padahal sebenarnya, kata Leo, IUP yang telah operasi produksi hanya pada lahan 199 hektare sedangkan sisanya sebanyak 201 hektare masih dalam tahap izin eksplorasi.
Ditambahkan Leo peran tersangka AT lainnya menerima IUP Operasi Produksi Nomor 32 Tahun 2010 dari fax Kantor PT Tamarona Mas International (TMI) dan meminta pihak Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) dan Legal Due Dilligence untuk melampirkannya.
“Tersangka meminta penilaian aset kepada KJPP tentang penilaian properti bukan penilaian entitas bisnis,” ungkapnya. Padahal, tutur Leo, berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor:125/PMK.01/2008 tentang Jasa Penilai Publik untuk melakukan penilaian saham seharusnya menggunakan KJPP tentang penilai bisnis.
Leo pun menyebutkan akibat perbuatannya tersangka AT disangka melanggar pasal 2 ayat (1) dan pasal 3 jo pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Seperti diketahui dalah kasus dugaan koruosi pengalihan IUP Batubara dari PT Citra Tobindo Sukses Perkasa (CTSP) kepada PT Indonesia Coal Resources (ICR) diduga telah merugikan keuangan negara sebesar Rp92,5 miliar.
Kejagung pun telah menetapkan enam tersangka dengan empat tersangka diantaranya telah ditahan pada Selasa (2/6). Salah satunya adalah AL mantan Direktur Utama PT Antam.
Sedangkan tiga tersangka lain yaitu HW mantan Direktur Operasional PT Antam, BM mantan Direktur Utama PT Indonesia Coal Resources (ICR) dan MH Komisaris PT Tamarona Mas Internasional (TMI) periode 2009 hingga kini.
Sementara dengan ditahannya tersangka AT mantan Direktur Operasional PT Indonesia Coal Resources (ICR) maka tinggal satu tersangka lagi belum ditahan yaitu tersangka MT Direktur PT CTSP selaku pihak penjual.
Leo menyebutkan tersangka MT sebenarnya juga telah dipanggil tim jaksa penyidik pada Rabu (2/6). “Tapi yang bersangkutan tidak datang dan akan diperiksa kembali pekan depan,” ucap juru bicara Kejaksaan Agung ini.(muj)