Buron terpidana Hendra Subrata alias Anyi alias Endang Rifai saat dilakukan pemeriksaan kesehatan dengan hasil negatif Covid 19.(ist)

Terpidana Hendra Subrata Sempat Dua Kali Mengajukan PK Saat Berstatus Buron

Loading

JAKARTA (Independensi.com) – Terpidana kasus percobaan pembunuhan Hendra Subrata alias Anyi alias Endang Rifai ternyata sempat dua kali mengajukan Peninjauan Kembali (PK) kepada Mahkamah Agung atas kasus yang membelitnya.

Namun kedua PK yang diajukan terpidana saat dalam status buron dan masuk daftar pencarian orang (DPO) Kejaksaan Negeri Jakarta Barat kandas setelah Mahkamah Agung dalam putusannya tidak dapat menerima kedua PK tersebut.

“Pertimbangan hakim karena sidang PK tidak dihadiri terpidana selaku pemohon,” ungkap Kapuspenkum Kejaksaan Agung Leonard Eben Ezer Simanjuntak yang akrab disapa Leo saat jumpa pers di Kejaksaan Agung, Jakarta, Sabtu (26/6) malam.

Leo mengungkapkan upaya hukum luar biasa yaitu PK pertama kali diajukan terpidana melalui penasihat hukumnya pada tahun 2012 dan yang kedua oleh istrinya pada tahun 2015.

Dikatakannya putusan MA yang tidak dapat menerima PK terpidana tertuang dalam putusan MA dalam perkara Nomor: 105 PK/Pid/2012 tanggal 5 Desember 2012 dan dalam perkara Nomor: 93/ PK/Pid/2014 tanggal 3 Februari 2015.

Dalam kasus percobaan pembunuhan terhadap korban Herwanto Wibowo, terpidana sebelumnya pada 22 Januari 2009 dituntut tujuh tahun penjara oleh jaksa penuntut umum dari Kejaksaan Negeri Jakarta Barat.

“Terpidana dinyatakan JPU terbukti bersalah dengan sengaja mencoba merampas nyawa korban Herwanto Wibowo atau melanggar Pasal 338 KUHP Jo Pasal 53 ayat (1) KUHP,” tuturnya.

Peristiwa tersebut terjadi di Jalan KS Tubun IIC Gang Rumah Nomor 28B Slipi, Palmerah, Jakarta Barat pada 4 Maret 208 sekitar pukul 09.15 WIB. Perbuatan itu dilakukan terpidana dengan cara memukuli korban beberapa kali menggunakan dumble. 

Dia menyebutkan atas tuntutan tersebut majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Barat dalam putusan Nomor : 2742/Pid.B/2008/ PN.Jkt.Brt tanggal 26 Mei 2009 menyatakan Hendra Subrata terbukti bersalah dan menghukumnya empat tahun penjara.

“Tapi sebelum diputus bersalah, majelis hakim pada tanggal 26 September 2008 telah merubah status tahanan terpidana saat masih menjadi terdakwa dari tahanan rutan menjadi tahanan kota,” kata mantan Asintel Kejati Sumatera Utara.

Putusan tersebut kemudian dikuatkan Pengadilan Tinggi Jakarta dalam putusan Nomor : 312/PID/2009/PT.DKI tanggal 25 Maret 2010 dan Mahkamah Agung dalam putusan Nomor:1209 K/Pid/2010 tanggal 8 Oktober 2010.

Hanya saja, kata Leo, karena terpidana sebelum putusan Mahkamah Agung sudah tidak ada lagi ditempat tinggalnya sehingga terhadap yang bersangkutan tidak dapat dilaksanakan eksekusi.

Leo menyebutkan juga terkait pemulangan terhadap terpidana Hendra Subrata dari Singapura berbeda dengan pemulangan buronan Adelin Lis yang merupakan buronan berisiko tinggi.

“Karena untuk pemulangan Adelin Lis dilakukan melalui upaya diplomasi hukum dengan Kejaksaan Agung Singapura (AGC) dan Kementerian Luar Negeri Singapura (MFA),” ungkapnya.

Sedang untuk DPO terpidana Hendra Subrata alias Anyi alias Endang Rifai tidak memerlukan diplomasi sehingga tingkat kesulitannya tidak setinggi saat pemulangan Adelin Lis pada Sabtu (19/6) lalu.

Dikatakannya juga terpidana dalam keadaan sehat dan negatif Covid 19 setelah dilakukan pemeriksaan PCR dan dapat dilaksanakan eksekusi pidana badan oleh Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Jakarta Barat.

“Tapi untuk sementara dalam rangka karantina kesehatan Tepidana ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejagung dan selanjutkan akan dilakukan koordinasi dengan pihak Lembaga Kemasyarakatan,” katanya.(muj)