Gubernur Riau Syamsuar Riau sedang menebar jala di kolam didampingi Kadis Kelautan dan Perikanan Riau Ir H Herman

Prospek Usaha Budidaya Perikanan di Provinsi Riau

Loading

PEKANBARU (Independensi.com) – Provinsi Riau memiliki potensi sumberdaya alam yang berlimpah untuk dimanfaatkan secara tepat, arif dan berkelanjutan, guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Salah satu potensi sumber daya alam adalah, berbagai jenis sumber daya kelautan dan perikanan.

Riau memiliki potensi perikanan budidaya cukup besar, yaitu budidaya air tawar 52.620,29 ha, baru dimanfaatkan sebesar 2.311,38 ha (4,39 %).

Budidaya Air Payau: 31.268,57 ha, Pemanfaatan : 759,28 ha (2,42 %) dan potensi Budidaya Air Laut: 144.858,88 ha, Pemanfaatan : 3,30 ha (0,0023 %). Sedangkan jumlah produksi Perikanan Budidaya mencapai 103.799,25 ton (2020).

Adanya potensi yang ada sangat besar dan persentase pemanfaatan yang masih kecil, sangat terbuka peluang berusaha di bidang budidaya perikanan yang dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat.

Pemerintah Provinsi Riau melalui Dinas Kelautan dan Perikanan telah berupaya untuk mengembangkan potensi sumber daya kelautan dan perikanan melalui berbagai kebijakan, antara lain dengan melakukan penataan di sektor perikanan budidaya, guna mendorong pengembangan komoditas unggulan berbasis daerah atau kawasan.

Komoditas unggulan merupakan komoditi potensial yang dipandang dapat dipersaingkan dengan produk sejenis di daerah lain. Karena disamping memiliki keunggulan komparatif, juga memiliki efisiensi usaha yang tinggi.

Potensi pengembangan komoditas perikanan, dapat disesuaikan dengan karakteristik wilayah dan budaya masyarakat setempat.

Poin penting yang menjadi fokus penentuan komoditas unggulan adalah, ketika ketersediaan sumber daya yang bernilai ekonomi tinggi, tersedia secara berkesinambungan dengan dampak peningkatan ekonomi masyarakat.

Sehingga keberadaan komoditas dapat dijadikan investasi jangka panjang oleh masyarakat. Dilihat dari potensi perikanan budidaya yang sangat besar, maka prospek usaha di bidang perikanan budidaya sangat terbuka luas. Beberapa peluang usaha perikanan budidaya yang potensial di Riau adalah :

  1. Budidaya Udang Vaname

Udang adalah komoditas andalan perikanan budidaya yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan berdaya saing. Permintaan terhadap udang sangat tinggi, baik di pasar dalam negeri maupun pasar ekspor (USA, Uni Eropa, Asia Timur).

Tetapi kebutuhan Supplynya tidak mencukupi, sehingga terbuka peluang untuk memenuhi permintaan yang tinggi ini melalui peningkatan produksi udang.

Hal ini seiring dengan target peningkatan eksport yang di tetapkan Kementrian Kelautan dan Perikanan, akan menaikkan volume ekspor dari komoditas udang sebesar 250% yakni dari 208 ribu ton pada 2020, menjadi 727 ribu ton pada tahun 2024.

Untuk mencapai target tersebut, KKP telah meluncurkan beberapa program, diantaranya pembangunan Budidaya Udang berbasis kawasan atau yang dikenal dengan Shrimp Estate yang berbasis teknologi dan ramah lingkungan.

Riau dicanangkan Kota Dumai sebagai pengembangan Shrimp Estate yaitu di kelurahan Geniot Kecamatan Sungai Sembilan dan saat ini telah tersedia lahan seluas 1.050 ha.

Selain dari Kota Dumai, beberapa kabupaten yang potensial dikembangkan udang vaname adalah Bengkalis, Inhil, Rohil dan Kepulauan Meranti.

Potensi lahan payau yang dapat dimanfaatkan untuk usaha budidaya udang vaname di Riau sebesar 31.268,57 ha, yang sudah dimanfaatkan masih 4,2 %.

Selain kesediaan lahan yang cukup besar, juga prospek bisnis yang sangat menjanjikan, berpotensi menyerap tenaga kerja dan memunculkan pelaku usaha baru, karena teknologi yang mudah di-aplikasikan dan cepat masa panenya 3-4 bulan per siklus.

Kadis Kelautan dan Perikanan Provinsi Riau Ir H Herman mendampingi Gubernur Riau Syamsuar

Teknologi tambak yang banyak dipakai saat ini meliputi semi-intensif, intensif, bahkan ada yang supra-intensif dengan hasil panen mencapai puluhan ton udang vaname per-haktare, sehingga bisnisu dang vaname sangat prosfektif dan menjanjikan keuntungan besar.

Beberapa keunggulan dari budidaya udang vaname yaitu, dapat mencapai ukuran yang cukup besar, pertumbuhannya, terbilang cepat rata-rata 3 g/minggu.

Dapat ditebar dengan kepadatan tinggi (1.000 ekor/m2 untuk budidaya udang vaname super intensif), lebih tahan terhadap serangan hama dan penyakit, serta kualitas lingkungan yang buruk, tingkat kelangsungan hidup tinggi (75%). Udang vaname ini juga memilki kemampuan untuk dapat memanfaatkan pakan secara efisien.

  1. Budidaya Kakap Putih

Ikan kakap putih (Lates calcarifer) merupakan salah satu komoditas budidaya laut unggulan, karena memiliki pertumbuhan yang relatif cepat dan mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan, serta secara ekonomis cukup menjanjikan. Prospek pemasaran ikan kakap putih sangat cerah, baik untuk memenuhi pangsa pasar dalam negeri maupun ekspor. Permintaan yang cukup tinggi terhadap komoditas kakap putih menjadikan ikan ini sangat bernilai ekonomis.

Dalam memulai usaha budidaya kakap putih, yang pertama sekali, perlu diperhatikan pemilihan lokasi. Tempat yang baik untuk kegiatan usaha budidaya ikan di laut secara umum adalah, daerah perairan teluk dan perairan pantai yang terletak di antara dua buah pulau (selat).

Kakap Putih cocok dibudidayakan dengan system Keramba Jaring Apung (KJA) maupun kolam payau.

Daerah yang potensial untuk dikembangkan budidaya Kakap Putih dalam KJA di Provinsi Riau adalah Kabupaten Kepulauan Meranti, karena potensi pengembangan budidaya laut di kabupaten Kepulauan Meranti sangat besar, yaitu 1.900 ha dan untuk budidaya kakap putih tersedia seluas 438,3 ha (rzwp3k). Kakap putih memiliki pangsa pasar yang luas, kabupaten Kepulauan Meranti sangat strategis untuk pemasaran kakap putih, karena berada didekat negara Malaysia dan Singapura.

Kualitas air laut di kabupaten Kepulauan Meranti sangat cocok untuk budidaya kakap putih di KJA, tersedia pakan ikan rucah yang banyak, adanya komitmen Pemerintah Daerah yang tinggi pada upaya percepatan pembangunan perikanan khususnya kakap putih, adanya nota kesepakatan antara Dirjen Perikanan Budidaya (DJPB) KKP, Pemprov Riau dan Pemkab. Kepulauan Meranti, serta adanya rencana kerja antara BPBL Batam, DKP Provinsi Riau dan DKP Kepulauan Meranti.

Oleh karena itu, Kabupaten Kepulauan Meranti akan ditetapkan sebagai Kampung Kakap Putih, yang nantinya baik melalui bantuan Pusat, Provinsi Riau dan Daerah akan membangunkan Kampung Kakap Putih sebanyak 5.000 kantong dan pada tahun ini KKP telah menghibahkan Sarana KJA sebanyak 25 unit (100 kantong).

Dilihat dari potensi budidaya laut di Provinsi Riau seluas 126.430 ha dan baru termanfaatkan seluas 3,30 ha (0,003%),  masih terbuka peluang usaha utuk budidaya Kakap Putih dengan system Keramba Jaring Apung (KJA) ataupun Kolam Payau.

  1. Budidaya Kerang Darah

Kerang Darah (Andora granusa sp) merupakan salah satu jenis kerang yang memiliki nilai ekonomis tinggi dengan rasanya yang lezat dengan kandungan protein yang tinggi, sedangkan vitamin B12 yang ada didalamnya juga merupakan nutrisi penting bagi kesehatan tubuh. Karena itulah kerang ini mempunyai banyak penggemar untuk usaha budidaya.

Disebut kerang darah karena menghasilkan hemoglobin (sel darah merah) dalam cairan merah yang dihasilkannya. Kerang darah ini banyak dibudidayakan di Kabupaten Rokan Hilir.

Pengembangan potensi perikanan budidaya kerang darah di Kabupaten Rokan Hilir dapat kita lihat dari banyaknya petakan tambak dan luasnya lahan yang dimanfaatkan untuk budidaya kerang darah, oleh pembudidaya di Kabupaten Rokan Hilir, yaitu seluas 2.822 ha yang tersebar di Kecamatan Bangko, Sinaboi, Kubu Babusallam, Pasir Limau Kapas dan Panipahan.

Budidaya kerang daerah ini menjadi isu yang sangat seksi saat ini, disebabkan dalam proses budidayanya, tidak perlu memberikan pakan yang secara umum. Dalam proses budidaya 60-80% biaya produksi untuk pembelian pakan, dengan demikian kegiatan budidaya kerang darah bisa mendapat keuntungan yang sangat pantastis.

Kegiatan budidaya kerang darah ini hanya memakan waktu 4-6 bulan tanpa memerlukan pakan dan perawatan, sehingga dapat menghemat ongkos produksi. Hal inilah yang menyebabkan budidaya kerang darah ini sangat diminati. Dalam 4 tahun terakhir, budidaya kerang darah di Kabupaten Rokan Hilir berkembang dengan pesat.

Kriteria Ekologis untuk budidaya kerang darah adalah lokasi kawasan pantai yang dangkal dan terlindung dari angin badai dan gelombang laut.

Substrat dasar lumpur yang bercampur liat atau liat berpasir di sepanjang pantai hutan bakau, lapisan atas substrat pada kedalaman 15-25 cm, kedalaman air 1-2 m pada saat pasang, kemiringan pantai 5-15% ke arah laut, kecepatan arus 0,02 – 0,1 m/detik, salinitas 25-30 per mil.

  1. Budidaya Kepiting Bakau

Pangsa pasar kepiting bakau (Scylla serrata) semakin berkembang, baik di dalam maupun di luar negeri. Hal ini merupakan suatu tantangan untuk meningkatkan produksi secara berkesinambungan.

Dengan mengandalkan produksi semata dari alam atau hasil tangkapan, jelas sepenuhnya tidak dapat diharapkan kesinambungan produksinya. Untuk itu perlu adanya usaha budidaya kepiting bakau, karena mempunyai nilai ekonomis tinggi.

Usaha budidaya kepiting bakau harus didukung oleh tersedianya lahan yang bebas polusi, benih dan kemampuan pengelolaan secara teknis maupun manajemen.

Sebagai salah satu komoditas ekspor potensial dengan tingkat eksploitasi yang tinggi di alam, maka produksi kepiting bakau perlu diupayakan melalui kegiatan budidaya.

Pengembangan komoditi perikanan untuk budidaya, harus mengacu pada komoditi perikanan unggulan masing-masing daerah. Kabupaten Indragiri Hilir memiliki komoditi perikanan unggulan, yaitu kepiting bakau (Scylla serrata) dan berdasarkan letak geografisnya Kabupaten Indragiri Hilir yang berdekatan dengan negara tetangga, maka memiliki peluang pasar yang sangat prospek untuk usaha budidaya kepiting bakau.

Kegiatan budidaya pembesaran kepiting bakau di tambak, terdiri atas dua kegiatan, antara lain  kegiatan pembesaran dan penggemukan.

Kegiatan pembesaran biasanya dimulai pada ukuran krablet (0.5-1 gr) atau ukuran yang lebih besar (10-50 gr) sampai mencapai ukuran panen, sedangkan kegiatan penggemukan adalah pemeliharaan kepiting yang sudah berukuran >100 gr sampai mencapai ukuran panen.

Kegiatan pembesaran yang ada saat ini mengandalkan bibit dari alam dengan menebar kepiting, ukuran sekitar 50-100 gr, kemudian dipelihara selama 2-4 bulan sebelum dipanen.

Krablet yang akan ditebar hendaknya memiliki kondisi kesehatan yang baik, ditandai dengan aktif bergerak dan juga memiliki variasi ukuran yang cenderung seragam.

Pada pemeliharaan krablet kepiting bakau di tambak, disarankan menggunakan padat penebaran yang rendah (1 ekor/m ) untuk meminimalisir terjadinya kanibalisme.

Guna keamanan usaha dilakukan pemasangan pagar di sekeliling tambak dengan menggunakan waring hitam.

Pakan yang diberikan untuk budidaya kepiting bakau adalah ikan rucah, usus ayam, atau siput dengan dosis 5 – 10 % dari biomassa, dengan ketinggian air diupayakan >50 cm dan pergantian air harus rutin dilakukan untuk memicu kepiting bakau melakukan molting dan menjaga kualitas air.

Ukuran kepiting bakau yang siap dipanen biasanya memiliki ukuran >200 gr/ekor. Hasil panen dapat dijual di pasar lokal maupun kepada pengumpul untuk tujuan ekspor.

Keuntungan yang diperoleh dari usaha budidaya kepiting bakau bekisar antara Rp7–12 jt /siklus/ha (1 siklus = 3-4 bulan).

Dilihat dari analisa usaha keuntungan yang diperoleh cukup lumayan oleh karena itu usaha budidaya Kepiting Bakau sangat prospek untuk dilakukan.

Demikian beberapa prospek usaha budidaya perikanan di provinsi Riau, dan untuk pengembangan Perikanan budidaya berbasis komoditas unggulan daerah, maka Dinas Kelautan dan Perikanan terus melakukan pembinaan dan pemberian bantuan kepada masyarakat pembudidaya, melalui program kegiatan berupa peningkatan sarana dan prasarana perikanan, Gerakan Pakan Mandiri, Pemantauan dan Pengendalian Hama dan Penyakit Ikan, Monitoring Residu, Asuransi Nelayan, Akses Permodalan dan Sertifikasi Hak Atas Tanah Pembudidaya.  (Maurit S)