JAKARTA (IndependensI.com) – Seorang dengan karakter pemimpin setidaknya harus memiliki empat skills utama yakni bisa mengelola diri sendiri, bisa berpikir kritis, bisa bekerja dengan orang lain, serta melek teknologi.
Keterampilan pertama yakni self-leadership, terkait kemampuan pengenalan dan manajemen diri, entrepreneurship, serta pengembangan diri menuju ‘goal achievement’.
Keterampilan kedua menyangkut kognitif, yakni critical thinking, komunikasi, perencanaan dan menjalankan aksi, serta fleksibilitas mental.
Keterampilan ketiga terkait kemampuan interpersonal yakni mobilisasi sistem, pengembangan relasi, dan efektivitas tim kerja.
Keterampilan keempat mengacu pada pemahaman, literasi, kolaborasi dan pembelajaran pada pengembangan ekosistem digital.
Penjelasan itu disampaikan Direktur Eksekutif Manajemen Pelaksana Program Kartu Prakerja Denni Puspa Purbasari saat menjadi narasumber Kader Bangsa Fellowship Program (KBFP) Angkatan 9, dengan topik ‘Pengantar Ekonomi Nasional Menuju Kesejahteraan Sosial’ pada tema besar ‘Menyongsong Era Transformasi dan New Normal, Menuju Generasi Baru Kepemimpinan Indonesia’, Selasa, 5 Oktober 2021.
Kader Bangsa Fellowship Program (KBFP) merupakan program eksklusif pelatihan kepemimpinan dan kebangsaan untuk para pemimpin muda dari seluruh Indonesia, diikuti 100 peserta dari Aceh sampai Papua berlatarbelakang akademisi, aktivis, politisi muda, kepala daerah muda, profesional, pengusaha dan entrepreneur muda. KBFP telah berjalan selama delapan angkatan sejak tahun 2011 sebagai kolaborasi masyarakat sipil, swasta, dan aktor negara.
Tujuannya untuk ikut mempersiapkan regenerasi kepemimpinan yang berkualitas sekaligus memperkuat komitmen kebangsaan dan visi globalisasi pada calon-calon pemimpin masa depan.
“Keterampilan-keterampilan itu kami implementasikan dari saat Manajemen Pelaksana Program Kartu Prakerja mendesain hingga melaksanakan program yang kini sudah dinikmati lebih dari 11,4 juta penerima manfaat,” kata Denni Purbasari.
Doktor ekonomi lulusan University of Colorado at Boulder Amerika Serikat ini menjelaskan, sebagai program janji kampanye periode kedua pemerintahan Presiden Jokowi, Kartu Prakerja hadir untuk menjawab dua problem utama ketenagakerjaan Indonesia, yakni kecilnya lowongan kerja dan rendahnya skill angkatan kerja kita.
“Kartu Prakarja menghadirkan solusi dengan berbagai reformasi berkelanjutan kepada publik. Di antaranya dengan menekankan diri pada end to end digital, customer centric product, tim yang solid, serta good governance yang diakui BPK, BPKP dan KPK,” urainya.
Deputi Ekonomi Kepala Staf Kepresidenan 2015-2020 itu menekankan, sebagai sebuah produk, Kartu Prakerja berjalan tidak dengan pendekatan menghabiskan anggaran pemerintah.
“Kami hadir untuk merespon amanat penderitaan rakyat dengan melihat konteks sosial di masyarakat. Karena itu, situs web prakerja.go.id pun sangat berbeda bila dibandingkan portal institusi milik pemerintah lainnya. Kami berusaha dekat dengan konsumen, termasuk dengan menggunakan bahasa kekinian,” jelas Denni.
Tak heran, dengan inovasi yang dilakukannya, Kartu Prakerja mendapat rating 4,8 dari skala 5 dari konsumennya. Apresiasi juga diterima melalui berbagai survei seperti Survei Evaluasi Prakerja, Sakernas BPS, Cyrus Institute, CSIS dan Bank Dunia.
Denni Purbasari juga menggarisbawahi, sebagai beasiswa pelatihan yang diberikan dalam nuansa semi bantuan sosial di masa pandemi, narasi yang diberikan Kartu Prakerja bukan pada belas kasihan pada penerima manfaat, tapi lebih kepada memandirikan peserta.
“Di sinilah pentingnya upaya calon penerima Kartu Prakerja untuk mendaftarkan dirinya sendiri jika ingin mengikuti program ini,” kata Denni.
Sejak bergulirnya Gelombang 1 Kartu Prakerja pada satu hari pascapenerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) April 2020, Kartu Prakerja telah berjalan hingga 21 gelombang dan menjangkau peserta dari 514 kabupaten kota se-Indonesia. Bagaimana masa depan Kartu Prakerja ke depan, Denni Purbasari menyerahkan sepenuhnya pada pemegang kebijakan.
“Tugas saya bekerja sebaik-baiknya. Selanjutnya, masyarakat yang akan menilai dan menjadi juri, bagaimana sebaiknya kelanjutan program ini di pemerintahan berikutnya. Hanya saja, kalau sebuah program sudah didesain dengan matang dan berjalan dengan baik, mengapa harus ‘reinventing the wheel’? Mengapa tidak melanjutkan program yang ada dengan memperkokoh lembaganya? Jadi, kalau Program Kartu Prakerja dirasa bermanfaat, silakan kemudian dilanjutkan” ungkap Denni.
Lulusan terbaik dan tercepat Sarjana Ekonomi dari FE UGM pada tahun 1997 yang kemudian mendapat beasiswa Fulbright untuk pendidikan master Policy Economics di University of Illinois at Urbana-Champaign ini mengingatkan, mengerjakan program infrastruktur adalah membangun hal-hal yang bersifat fisik. Membangun jalan, jembatan, monumen dan lain-lain merupakan proyek-proyek yang membutuhkan uang dengan jangka pendek.
“Tapi membangun manusia, seperti dilakukan dalam Program Kartu Prakerja, merupakan pembangunan yang tak kelihatan barangnya. Prosesnya panjang, harus telaten. Kita tak boleh putus asa untuk membawa masyarakat kita pada perbaikan dan pengembangan pengembangan sumber daya manusia,” kata ekonom yang juga pernah menjadi Asisten Staf Khusus Wakil Presiden RI Boediono itu.
Di akhir presentasinya, Denni Purbasari meminta para calon pemimpin bangsa peserta Kader Bangsa Fellowship Program Angkatan 9 untuk menggunakan skills yang dimiliki dengan berani menciptakan perbedaan, membuat dampak besar, serta melakukan langkah-langkah reformasi dalam kehidupan sesuai bidang yang ditekuni masing-masing.
“Usahakan perbaikan yang Anda lakukan itu harus sukses. Jangan hanya ‘plan’ atau wacana, karena rakyat perlu ‘action’. Di sinilah dibutuhkan para ‘warriors’, yang kadang harus mengalami luka-luka parah tapi hasil kerjanya dapat langsung menyentuh rakyat secara nyata,” pungkas Denni Purbasari.
Beberapa respon menarik tercetus dari peserta pada sesi ini.
Maharina Novia Zahro, mahasiswi Magister Public Relations Universitas Brawijaya mengapresiasi materi yang disampaikan sangat menarik. “Mendorong kita untuk lebih tegas dan cerdas mengenai solusi dalam dunia ekonomi,” kata perempuan asal Gresik, Jawa Timur itu.
Erbi Setiawan, konsultan Bappenas dan wirausaha kuliner dari Bogor berkomentar, “Sangat bagus. Materi ini memadukan sudut pandang akademisi dan teknokrat.”
Sementara itu, Candra Aditya Nugraha, konsultan bisnis lulusan Universitas Muhammadiyah Malang memuji paparan Denni Purbasari karena pembahasan tidak hanya seputar teknis Program Kartu Prakerja.
“Tapi juga disampaikan mengenai tips kepemimpinan di masa depan,” kata Bendahara Umum Pusat Himpunan Mahasiswa Buddhis Indonesia ini.