JAM Pidum Tunjuk JPU untuk Teliti Berkas Ferdinand Hutahaean

Loading

JAKARTA (Independensi.com) – Kejaksaan Agung melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana (JAM Pidum) telah menerima Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) atas nama tersangka Ferdinand Hutahaean terkait Ujaran Kebencian bernuansa SARA.

Kapuspenkum Kejaksaan Agung Leonard Eben Ezer Simanjuntak mengatakan SPDP dari penyidik Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri Nomor B/01/I/ RES.2.5. /2022/Dittipidsiber tertanggal 6 Januari 2022 diterima Sekretariat JAM Pidum pada Senin (10/1) lalu.

“Sebagai tindaklanjutnya JAM Pidum telah menerbitkan Surat perintah penunjukan Jaksa penuntut umum (JPU) untuk mengikuti perkembangan penyidikan,” kata Leo demikian biasa disapa, Kamis (13/1)

Tugas dari JPU yang ditunjuk JAM Pidum nantinya yaitu meneliti kelengkapan berkas perkara  tersangka baik formil maupun materil jika sudah diterima dari penyidik.

Jika JPU menilai berkas perkara sudah lengkap atau P21 akan ditindaklanjuti penyerahan tersangka berikut barang-bukti. Namun jika belum lengkap berkasnya akan dikembalikan ke penyidik dengan diberikan petunjuk dari JPU.

Adapun kasus yang menjerat Ferdinand Hutahaean dikenal juga sebagai pegiat media sosial ini berawal dari cuitan atau postingannnya di akun Twitter milik pribadi pada 4 Januari 2022.

Isi cuitan yang telah diposting tersangka yaitu ”Kasihan sekali Allahmu ternyata lemah harus dibela. Kalau aku sih Allahku luar biasa, maha segalanya, DIA lah pembelaku selalu dan Allahku tak perlu dibela”.

Ciutan tersangka tersebut dinilai telah menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan (SARA) dan/atau menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, serta menimbulkan keonaran dikalangan rakyat melalui media sosial.

Sehingga tersangka pun disangka penyidik melanggar pasal 45A ayat (2) jo pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Selain itu disangka juga melanggar pasal 14 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 1 tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana, dan pasal 156a KUHP.

Saat ini Ferdinand Hutahaen mantan politisi Partai Demokrat mendekam di dalam Rutan setelah penyidik Dittipidsiber Bareskrim Mabes Polri menahannya sejak Senin (10/1).(muj)