PEKANBARU (Independensi.com) –Sidang lanjutan dugaan investasi bodong, kembali digelar di Pengadilan Negeri Pekanbaru, Jumat, (4/2/2022).
Agenda sidang kali ini, mendengar keterangan 4 orang saksi ahli yang dihadirkan Penasehat Hukum (PH) terdakwa Agung Salim, Bhakti Salim, Christian Salim dan Elli Salim serta 2 orang saksi a de charge, ditambah 3 orang saksi ahli yang dihadirkan Penasehat Hukum (PH) terdakwa Maryani.
Adapun saksi ahli yang dihadirkan Syafardi SH,MH selaku penasehat hukum (PH) terdakwa antara lain Suherman saksi ahli perdata, Yunus Husein saksi ahli perbankan, M Taufik dan Zulkarnain saksi ahli perbankan dan pencucian uang.
Sementara saksi saksi a de charge adalah Rikky dan Bambang.
Sementara saksi ahli untuk terdakwa Maryani adalah Dr Endrianto SH,MH serta dua saksi lainnya.
Dalam keterangan para saksi ahli yang dihadirkan penasehat hukum terdakwa dalam persidangan, lebih banyak menggiring pendapat agar kasus promissory note (PN) itu di proses secara perdata.
Sebagaimana disampaikan Yunus Husein maupun Zulkarnain Sitompul dalam kesaksiannya sebagai ahli menyatakan, mereka menilai bahwa masalah perdata harus lebih dulu diselesaikan, baru pidana.
Sebagaimana diketahui Agung Salim (Komisaris Utama PT WBN), Bhakti Salim (Direktur Utama PT WBN) dan PT Tiara Global Propertindo, Christian Salim (Direktur PT TGP), Elly Salim Direktur PT WBN dan Komisaris PT TGP dan Maryani, Branc Manager Fikas Group di Pekanbaru.
PT WBN dan PT TGP merupakan perusahaan company profil Fikasa Group milik Salim, menghimpun dana dari nasabah lewat promissory note (PN) hingga mengakibatkan warga Pekanbaru korban Rp 84,9 miliar.
Sementara dua orang saksi a de charge yang diharapkan dapat memberikan keterangan untuk meringankan para terdakwa, kenyataan di persidangan cenderung terbalik.
Sebagaimana keterangan Rikky maupun Bambang dihadapan majelis yang dipimpin Dr Dahlan SH,MH dibantu hakim anggota Estiono SH,MH dan Tommy Manik SH, mengaku bahwa mulai bulan Maret 2020, sudah macet atau tidak ada lagi mereka terima dari investasi yang ditabungnya di Fikasa Group.
Namun demikian, kedua saksi lebih cenderung memilih penyelesaian kasus yang mereka hadapi lewat proses hukum perdata ketimbang pidana.
Rikky maupun Bambang yakin, skema PKPU (Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang) lewat jalur pengadilan, awalnya mereka yakini bahwa para terdakwa akan membayarnya.
Awalnya diyakini skema perdamaian yang memberi kesempatan pada para terdakwa untuk mencicil selama 5 tahun dengan jaminan properti.
Saat majelis hakim menanyakan apakah skema perdamaian dalam PKPU tersebut telah di realisasikan oleh terdakwa, dengan jujur kedua saksi menyatakan, belum ada pembayaran Pak Hakim, belum ada realisasinya, kata Bambang.
Mendengar penjelasan kedua saksi a de charge itu, Dr Dahlan SH,MH selaku Ketua Majelis Hakim menyatakan, ‘itu perdamaian ecek-ecek namanya’ yang disambut ketawa puluhan pengunjung sidang.
Akan halnya saat JPU memberitahukan, apakah saksi a de charge mengetahui bahwa property yang terletak di Bumi Cinere Indah (BCI) yang dijadikan sebagai jaminan oleh para terdakwa, telah disita Bareskrim Mabes Polri, lagi-lagi Rikky maupun Bambang menyatakan tidak mengetahuinya.
Bahkan baru saksi mengetahui kalau ternyata rekening PT Wahana Bersama Nusantara (WBN) hanya Rp 14 ribu, bahkan rekening atas nama terdakwa saldonya nol rupiah.
Saat persidangan yang mendengar penjelasan para ahli maupun saksi a de charge yang dihadirkan penasehat hukum terdakwa Agung Salim Cs dalam perkara nomor 1170 maupun saksi ahli yang dihadirkan penasehat hukum Maryani dalam perkara nomor 1169, Jaksa Penuntut Umum (JPU) kembali mempertanyakan uang terdakwa Agung Salim Cs sebesar Rp 11 triliun yang mendadak hilang di rekening, JPU mempertanyakan pada para ahli apakah para terdakwa bisa dijerat TPPU (Tindak Pidana Pencucian Uang ).
Menurut JPU, keberadaan uang itu terungkap saat persidangan sebelumnya, dimana uang dalam rekening terdakwa atas nama Fikasa Group maupun atas nama pribadi, mendadak hilang.
Zulkarnain selaku saksi ahli mengatakan, bisa saja hal itu di indikasikan perbuatan pidana dan atau hasil perbuatan tindak pidana.
Kalau uang itu bukan merupakan uang hasil tindak pidana, tidak ada pencucian uang. Namun sebaliknya, kalau uang itu hasil tindak pidana, penipuan penggelapan setuju, ujar Zulkarnain.
Mendengar pertanyaan yang diajukan JPU itu, saat majelis mempersilahkan para terdakwa untuk menanggapi ,terdakwa Bhakti Salim selaku bos Fikasa Group langsung berdiri seraya menunjukkan tangan.
”Saya mau menanggapi apa yang ditanyakan Jaksa yang selalu mempertanyakan uang Rp 11 triliun itu, ujar Bhakti Salim protes dalam persidangan.
Melihat sikap terdakwa, Dahlan selaku ketua majelis langsung menyatakan, bahwa saudara terdakwa menanggapi apa yang disampaikan ahli, kalau menanggapi Jaksa itu wewenang penasehat hukum dan itupun harus ijin majelis, ujar Dahlan. (Maurit Simanungkalit)