Terdakwa investasi bodong Fikasa Group

Bos Fikasa Group Minta Damai: Janji Akan Bayar Seluruh Kerugian Korban

Loading

PEKANBARU (Independensi.com) – Putusan pengadilan negeri, Pengadilan Tinggi hingga Mahkamah Agung yang telah menjatuhkan vonis 14 tahun penjara  kepada Bhakti Salim, Agung Salim, Christian Salim, Elly Salim dan 12 tahun penjara kepada Maryani, merupakan suatu keputusan yang tidak dapat di pisahkan dalam persidangan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang digelar di Pengadilan Negeri Pekanbaru.

Karena putusan tersebut telah inkrah dan mempunyai kekutaan hukum tetap.

Hal itu diakui Dr Rocky Marbun SH, MH saksi ahli (a de charge) yang diajukan terdakwa Bhakti Salim Cs saat menjawab pertanyaan Rendy Pinalosa SH, MH dan Jumieko Andra SH MH – Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam persidangan yang digelar Selasa (27/6) sore di Pengadilan Negeri Pekanbaru.

Dalam persidangan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang dipimpin Ahmad Fadil SH dengan hakim Anggota Dr Salomo Ginting SH MH dan Yuli Artha Pujoyotama SH MH, lima terdakwa masing-masing Bhakti Salim, Agung Salim, Christian Salim dan Elly Salim dan Maryani, menyampaikan permintaan melalui kuasa hukumnya, ingin melakukan perdamaian dengan ke-10 nasabah yang menjadi korban.

“Yang Mulia, kami selaku kuasa terdakwa melalui persidangan ini ingin mengajukan perdamaian kepada para nasabah. Kami akan mengembalikan uang para nasabah,” kata pengacara terdakwa.

Mendengar permintaan para terdakwa yang disampaikan melalui kuasa hukumnya di persidangan, Ahmad Fadil selaku ketua majelis mengatakan, pihaknya tidak boleh mencampuri urusan jika dikaitkan dengan perdamaian pihak-pihak.

Silahkan sampaikan permohonan melalui Jaksa Penuntut Umum (JPU). Kalau ada hasil rembukan para pihak, itu yang dibawa ke persidangan untuk dipertimbangkan majelis, kata Fadil.

Sementara Rendi Pinalosa SH,MH Jaksa Penuntut Umum (JPU) menjawab permohonan kuasa hukum terdakwa mengatakan, silahkan ajukan surat permohonan perdamaian secara resmi melalui Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Pekanbaru, nanti akan dibalas secara tertulis, kata Rendi.

Ditempat terpisah, Archenius Napitupulu salah satu korban investasi bodong melalui promissory note (surat hutang) mengatakan, upaya damai itu sejak dulu sudah mereka sampaikan (tawari), namun hanya sebatas omongan saja tidak ada realisasi.

Mereka itu dari dulu minta damai dan ingin mengembalikan uang nasabah, namun tidak pernah dilaksanakan. “Jadi mereka itu hanya janji-janji saja,” tegasnya.

Untuk diketahui, empat bos PT Fikasa itu diantaranya, Bhakti Salim alias Bhakti selaku Direktur Utama PT Wahana Bersama Nusantara (WBN) dan PT Tiara Global Propertindo (TGP), Agung Salim selaku Komisaris Utama PT WBN, Elly Salim selaku Direktur PT WBN dan Komisaris PT TGP serta Christian Salim selaku Direktur PT TGP. Semua perusahaan itu ada di bawah naungan PT Fikasa Group.

Terdakwa lainnya yakni, Maryani selaku Marketing Freelance PT WBN dan PT TGP (Fikasa Grup). Melalui Maryani, PT Fikasa mendapatkan nasabah yang ingin menempatkan dananya.

Dalam perkara ini, para terdakwa berhasil mengumpulkan para nasabahnya sebanyak 10 orang dari Pekanbaru, sejak tahun 2016-2019.  Perbuatan itu berawal ketika itu PT WBN yang bergerak di bidang usaha consumer product.

Sedangkan PT TGP yang bergerak di bidang properti serta perhotelan, yang sedang membutuhkan tambahan modal untuk membiayai operasional perusahaan.

Saat itulah terdakwa Agung Salim mencari ide untuk mendapatkan tambahan modal tersebut.

Diputuskan untuk menerbitkan Promisorry Note atas nama perusahaan yang ada dalam Fikasa Grup, yaitu PT WBN dan PT TGP.

Kemudian terdakwa Agung menyuruh terdakwa Maryani menjadi Marketing Freelance PT WBN dan PT TGP (Fikasa Grup).

Pada beberapa Promissory Note PT WBN dari para korban, ternyata dana yang ditransfer bukan ke PT WBN melainkan ke rekening PT Inti Putra Fikasa pada ketiga bank itu.

Setelah itu, para nasabah mendapatkan bukti penempatan berupa perjanjian promissory note dan certificate yang berisi nominal penempatan, bunga keuntungan dan tanggal jatuh tempo.

Tidak hanya itu, seharusnya dana digunakan untuk operasional dan modal pengembangan usaha dari PT WBN dan PT TGP.

Namun justru digunakan para terdakwa untuk operasional dan modal usaha perusahaan lain yang ada dalam Fikasa Group.

Diantaranya, untuk usaha air minum dan perhotelan dengan badan hukum berbeda tanpa ada persetujuan nasabah.

Hasil keuntungan dari usaha tersebut masuk ke perusahaan group Fikasa, juga ke rekening pribadi terdakwa sejak Oktober tahun 2016 sampai dengan bulan September 2020.

Sementara para nasabah yang sudah menanamkan modal tidak mendapatkan keuntungan. Para terdakwa menjanjikan kan membayarnya pada 25 Maret 2020.

Akan tetapi hingga kasus ini bergulir di persidangan, uang sebesar Rp84,9 miliar tersebut belum dikembalikan ke 10 nasabah.

JPU menjerat para terdakwa dengan Pasal 3 dan 4 Undang-undang RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHPidana.

(Maurit Simanungkalit)