Oleh: Gibu Matthew, VP and GM APAC, Zoho Corp
Sebelum pandemi, perusahaan kelas menengah di kawasan Asia Tenggara terlihat muncul sebagai pemain utama dalam pembangunan ekonomi setelah memperlihatkan peningkatan penjualan tahunan. Survei Growth Barometer tahun 2018 oleh Ernest & Young mengungkapkan bahwa 40 persen perusahaan di kawasan Asia Pasifik menargetkan tingkat pertumbuhan sebesar dua digit, dibandingkan dengan tingkat pertumbuhan global yang diproyeksikan sebesar 6 persen. Namun, saat pandemi melanda, perusahaan-perusahaan di kawasan tersebut harus menghadapi disrupsi dan penurunan pertumbuhan selagi harus berjuang untuk mengatasi dampak ekonomi guna kelangsungan bisnis. Asian Development Bank (ADB) mencatat kerugian di wilayah Asia berkembang diperkirakan sebesar 6 persen hingga 9,5 persen di tahun 2020, sementara pada PDB (Produk Domestik Bruto) secara kawasan terdapat penurunan 3,6 persen hingga 6,3 persen di tahun 2021.
Investasi transformasi digital akan menjadi solusi dalam menghadapi tantangan yang berhubungan dengan pandemi serta akan menempatkan bisnis pada pertumbuhan strategis. Hasil laporan yang diterbitkan oleh Boston Consulting Group (BCG) dan Cisco menyebutkan bahwa pengeluaran perusahaan untuk TI di Indonesia pada tingkat pertumbuhan tahunan majemuk (compound annual growth rate/CAGR) diperkirakan akan tumbuh 13% dalam beberapa tahun ke depan, dan akan mencapai sekitar USD 6 miliar di tahun 2024. Dengan jumlah tenaga kerja yang lebih besar, tantangan yang dihadapi perusahaan ini jauh berbeda dari yang dihadapi perusahaan kecil. Survei DBS Digital Readiness yang dirilis Bulan September 2021 mengungkapkan bahwa kekhawatiran terbesar perusahaan terletak pada apakah pengguna mampu mengikuti kecepatan perubahan teknologi dan kompleksitasnya serta ketersediaan digital talent. Untuk menghadapi tantangan yang muncul dari cepatnya inovasi teknologi, mempelajari keterampilan baru (reskilling) serta meningkatkan kemampuan yang sudah ada (upskilling) perlu menjadi fokus utama.
Upskilling dan Reskilling bagi Karyawan Menciptakan Ketangkasan
Melalui pertimbangan banyaknya keterbatasan, meningkatkan maupun melatih keterampilan baru bagi karyawan menjadi sebuah keharusan bagi perusahaan menengah saat ini sembari melanjutkan upaya pemulihan, khususnya bagi perusahaan yang paling terdampak pandemi. Transformasi yang cepat menuntut tenaga kerja yang mengoperasikan teknologi tersebut untuk beradaptasi. Agar bisa mengimbangi tren teknologi, organisasi perlu menanamkan semangat belajar ke dalam budaya perusahaan demi membangun tenaga kerja yang gesit.
Salah satu pelanggan Zoho di Australia, Pedleys Solar, adalah contoh bagaimana gabungan teknologi yang tepat dan tenaga kerja terlatih mampu membawa pengembangan bisnis. Dalam waktu dua tahun sejak pelatihan karyawan mereka dengan Zoho One, keterampilan karyawan meningkat dalam hal penggunaan berbagai aplikasi guna meningkatkan proses bisnis dari penjualan hingga manajemen inventaris, analitik, dan komunikasi internal. Pendapatan perusahaan telah meningkat sebesar 4000 persen dalam dua tahun. Pencapaian ini dapat terjadi karena tenaga kerja yang merangkul adopsi teknologi.
Ketika mendengar istilah reskilling dan upskilling, orang sering kali membayangkan proses pembelajaran di kelas ataupun pelatihan. Hal ini tidak salah jika berbicara tentang pendidikan formal, namun, terdapat banyak cara bagi karyawan untuk belajar di kantor baik melalui pendidikan formal maupun nonformal. Dengan menghargai nilai-nilai pembelajaran, perusahaan pasar menengah dapat menciptakan budaya belajar yang langgeng di tempat kerja. Budaya belajar menjadi landasan dasar menuju tenaga kerja yang lebih efektif dan efisien, yang pada akhirnya memengaruhi peningkatan upah karyawan dan pendapatan perusahaan. Tetapi, hal ini tidak terjadi dalam sekejap dan membutuhkan penyesuaian besar dari pemimpin bisnis yang tidak sedikit datang dari perusahaan swasta, berawal dari bisnis keluarga, dan telah berumur puluhan tahun.
Tenaga kerja yang dilatih dengan keahlian khusus adalah tenaga kerja yang dapat memberikan peningkatan produktivitas dan efisiensi serta mampu menghasilkan pendapatan yang lebih tinggi. Hal ini tentu saja tidak terjadi dalam sesaat. Upskilling dan reskilling di seluruh organisasi harus dimulai dari pemimpin yang memiliki pola pikir digital dengan kegigihan berinovasi dan memperbarui cara lama dalam menjalankan bisnis. Mereka perlu memikirkan kembali pendekatan dalam belajar dan pengembangan untuk memfasilitasi karyawan mereka dengan sumber daya dan pelatihan yang dibutuhkan guna mendapatkan keahlian di bidang teknologi baru. Hal ini dapat membantu perusahaan menjadi lebih kuat di era kenormalan baru.
Biaya Pelatihan vs Biaya Perekrutan
Survei di tahun 2019 yang dilakukan Deloitte terhadap 500 pemimpin perusahaan pasar menengah mengungkapkan bahwa 61 persen responden mengatakan mereka melatih ulang karyawan mereka, sementara sebesar 57 persen responden mendesain ulang pekerjaan untuk memperhitungkan posisi yang hilang karena otomasi dan teknologi. Perusahaan pasar menengah sangat optimis terhadap strategi upskilling dan reskilling karena tidak seperti perusahaan besar, menurut beberapa sumber, mayoritas perusahaan ini adalah perusahaan swasta (85 persen) dan tidak dapat mengakses modal yang dibutuhkan untuk merekrut tenaga ahli. Pandemi ini telah menghantam pasar menengah dengan keras, menyebabkan PHK dan kerugian, yang justru mempercepat kebutuhan teknologi baru dan tenaga kerja terlatih dalam menggunakannya.
Melalui perkiraan tertentu, perusahaan membutuhkan biaya enam kali lipat jika merekrut tenaga dari luar dibandingkan membangun secara internal. Di pasar yang lesu, penghematan dalam skala tersebut memungkinkan perusahaan pasar menengah berinvestasi melalui inovasi. Dengan menghemat waktu dan biaya untuk merekrut tenaga dari luar, perusahaan akan lebih cepat beradaptasi secara efisien terhadap disrupsi dalam bisnis mereka.
Perusahaan dapat memanfaatkan beragam platform pelatihan digital yang ditawarkan secara khusus oleh perusahaan penyedia perangkat lunak. Selain itu, penting juga bagi perusahaan untuk menyediakan perangkat digital bagi karyawan guna membantu kolaborasi dan memungkinkan terjadinya pembelajaran lateral. Mengadopsi platform komunikasi seperti Zoho Connect dapat membantu karyawan berbagi informasi antar departemen. Hal ini mendorong munculnya ekosistem belajar organik antar karyawan dan saling mendukung upaya reskilling dan upskilling.
Investasi Keahlian Untuk Masa Depan yang Lebih Baik
Strategi pemulihan bisnis seharusnya berpusat pada ketahanan bisnis di masa depan. Tidak seperti perusahaan kecil atau besar, perusahaan tingkat menengah menghadapi tantangan yang berbeda. Saat perusahaan bangkit kembali dari dampak pandemi, teknologi yang dijalankan oleh tenaga kerja terampil dapat menjadi aset berharga. Pada titik ini, mengingat persaingan ketat dan kebutuhan mengatasi gangguan bisnis akibat pandemi, upaya upskilling dan reskilling karyawan bukan lagi pilihan, melainkan sebuah keharusan.
Perusahaan pasar menengah secara konsisten telah membuktikan ketahanannya menghadapi tantangan baru. Tidak diragukan lagi, perusahaan-perusahaan ini siap untuk mengubah cara kerja mereka dengan merambah wilayah keahlian baru seperti analisis data dan AI (Kecerdasan Buatan/Artificial Intelligence). Transformasi ini akan mengubah hasil secara signifikan. Upskilling dan reskilling karyawan untuk lebih memahami dan mampu menggunakan teknologi dengan mahir adalah kunci dalam mengembangkan bisnis yang sukses di industri saat ini.