Mantan Dekan Unri Syafri Harto dituntut 3 tahun penjara

Syafri Harto Mantan Dekan FISIP Unri Terdakwa Kasus Cabul Dituntut 3 Tahun Panjara

Loading

PEKANBARU (Independensi.com) –Jaksa Penuntut Umum (JPU) menilai bahwa, Syafri Harto mantan Dekan FISIP Universitas Riau terdakwa dugaan kasus pencabulan terbukti melanggar pasal 289 KUHP.

Dalam sidang yang dipimpin Estiono SH,MH di Pengadilan Negeri Pekanbaru dan digelar secara tertutup itu, JPU  metuntut Syafri Harto tiga (3) tahun penjara.

Selain menuntut Syafri Harto tiga tahun penjara, Jaksa Penuntut Umum juga meminta kepada majelis, agar Syafri Harto membayar biaya yang telah dikeluarkan  korban Lm sebesar Rp 10.772.000 selama proses hukum berlangsung.

Usai pembacaan tuntuttan, majelis hakim yang diketuai Istiono, langsung menjadwalkan sidang pembacaan nota pembelaan yang akan digelar Kamis, (24/3) siang.

Syafril Jaksa Penuntut Umum (JPU) kepada sejumlah wartawan usai sidang menjelaskan, pihaknya telah membuktikan bahwa terdakwa mantan Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Riau melanggar pasal 289 KUHP.

Walaupun yang bersangkutan selama persidangan melakukan penyangkalan, menurut Syafril, pasal yang masuk dalam dakwaan primer terpenuhi.

Dapat kami buktikan adanya unsur pemaksaan disitu.

Sedangkan perbuatan cabulnya dapat kita pahami bahwa yang bersangkutan melakukan perbuatan yang tidak pantas kepada anak didiknya dengan mencium pipi dan keningnya, serta berusaha mencium bibirnya.

“Itu perbuatan asusila, kami dapat buktikan telah melanggar pasal 289 KUHP  dengan hukuman 3 tahun penjara,” kata Syafril.

Ditempat terpisah, Dodi Fernando penasehat hukum Syafri Harto mengatakan, pihaknya siap mematahkan semua tuntutan JPU. Saat ini nota pembelaan sudah hampir rampung.

“Kami berkeyakinan dengan pledoi nantinya, akan membebaskan Syafri Harto.

Yang menjadi salah satu tuntutan merupakan dakwaan primair, salah satu unsurnya adalah kekerasan, wajib ada, kata Dodi.

Akan tetapi, berdasarkan keterangan korban Lm baik dalam BAP maupun dalam persidangan, tidak ada mengalami kekerasan.

“Tidak ada keterangan saksi yang mengatakan bahwa Lm mengalami kekerasan. Visum juga tidak ada melainkan hanya pakaian sebagai barang bukti.

Bahkan pakaian korban tidak ada mengalami robek atau rusak,” ujar Dodi Fernando.

(Maurit Simanungkalit)