JAKARTA (Independensi.com) – Praktisi hukum dan Advokat senior Suhardi Somomoeljono mengusulkan agar seluruh organisasi advokat yang ada di Indonesia untuk duduk dan rapat bersama membentuk Dewan Kehormatan Komite Kerja Advokat Indonesia (DKH KKAI).
Menurut Suhardi pembentukan DKH KKAI sangat penting agar sanksi putusan kode etik advokat yang dijatuhkan terhadap seorang advokat yang terbukti melanggar Kode Etik Advokat Indonesia (KEAI) memiliki kekuatan hukum yang mengikat.
“Karena pasal 33 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2002 tentang Advokat telah mengakui berlakunya seluruh isi KEAI yang telah disahkan pada tahun 2002 oleh KKAI,” kata Suhardi kepada Independensi.com, Minggu (24/4).
Selain itu, tuturnya, berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung Tahun 2003 telah ditegaskan yang memiliki wewenang bertindak selaku pelaksana dari Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2022 tentang Advokat adalah KKAI.
Dia mengakui dengan belum dibentuknya DKH KKAI maka putusan dan sanksi DKH dari setiap organisasi advokat terhadap anggotanya yang terbukti melanggar kode etik belum memiliki kekuatan hukum yang mengikat bagi anggotanya.
Suhardi pun merujuk putusan Dewan Kehormatan PERADI yang menghukum advokat senior Hotman Paris Hutapea berupa sanksi skorsing tiga bulan larangan berpraktik sebagai pengacara atau advokat yang ramai diberitakan di media massa.
“Masalahnya organisasi-organisasi advokat merupakan anggota KKAI secara Ex-Officio. Sehingga Organisasi-Organisasi Advokat tidak memiliki fungsi regulator dalam frame hukum publik, terkecuali KKAI,” tegas anggota deklarator KKAI dari Organisasi Advokat HAPI tahun 2002 ini.
Dikatakannya juga kebebasan para Advokat memilih Organisasi Advokat sebagai naungan keanggotaannya merupakan bentuk demokrasi kebebasan memilih dan merupakan kehendak pembentuk UU Advokat.
“Dalam rangka menjaga kualitas Organisasi Advokat, sehingga apabila suatu Organisasi Advokat, tidak mampu menjaga kualitasnya kapanpun dapat ditinggalkan sewaktu-waktu oleh anggotanya,” ucap Suhardi.(muj)