Menurut Suroso warga Desa Putat Kumpul kedatangannya bersama sejumlah orang ke Kantor BPN Lamongan. Sebab, ada ribuan warga yang telah mengajukan permohonan PTSL pada tahun 2020 lalu. Justeru mendapatkan persoalan baru.
“Yang jadi persoalan baru di kami para pemohon PTSL, adalah saling klaim tanah sepihak. Sebab, selama ini kita sebagai pemohon PTSL diminta untuk melakukan pematokan sendiri batas lahan atau tanah milik kita. Hal inilah yang memicu polemik, mestinya kan BPN yang melakukan,” ujarnya kepada awak media.
“Karena pemasang patok itu adalah para pemohonnya sendiri, akibatnya selama ini yang terjadi masyarakat justru bersitegang satu sama lain saat hendak pasang patok. Sebab, tidak ada yang menegahi dan menjelaskan sehingga saling mengklaim batas kepemilikan saat akan mematok selalu saja terjadi,” tegasnya.
Padahal lanjut Suroso, selama ini warga yang sudah membayar uang sebesar Rp 600 ribu untuk mengikuti program PTSL. “Memang untuk proses sertifikat tanah sendiri sudah selesai, tapi yang tidak kami inginkan itu antar warga seolah dibiarkan bertengkar saat memasang patok lahan. Coba kalau yang pasang patok dari pihak BPN, pasti tidak terjadi saling klaim,” tandasnya.
Sementara, pihak BPN Lamongan saat hendak dikonfrontir awak media terkait tuntutan warga tersebut. Enggan memberikan keterangan, bahkan melarang wartawan untuk melakukan peliputan. Sehingga, sempat terjadi bersih tegang antara awak media dengan pihak BPN. (Mor).