Manado (Independensi com) – Pasca PTUN Manado mengabulkan gugatan 56 perempuan asal pulau Sangihe atas Izin Lingkungan pada Kamis, 2 Juni 2022 lalu, PT Tambang Mas Sangihe justru membangkang, dengan tetap memobilisasi alat berat ke kampung Bowone, Kabupaten Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara , Senin (13/6/2022).
Menurut Tim Kuasa Hukum ,Save Sangihe Island, Revoldy Koleangan, Mobilisasi alat berat ini, bukan yang pertama. Pada 22-24 Desember 2021, 4 Februari 2022, dan 23 Februari 2022 lalu, PT TMS juga berusaha melakukan mobilisasi alat berat, namun berhasil diadang oleh warga pulau Sangihe.
Ironisnya, aparat kepolisian yang mestinya bertindak atas nama putusan pengadilan, yakni memastikan PT TMS tidak boleh beroperasi, justru ikut mengkawal alat berat di pos PT TMS, di kampung Bowone.
Hal ini menunjukkan, keberadaan PT TMS yang secara hukum ilegal (pasca PTUN Manado membatalkan izin lingkungan) dan ditentang warga Pulau Sangihe justru terus dilindungi dan diberikan kemudahan.
Padahal, putusan PTUN Manado atas gugatan dengan nomor 57/G/LH/2021/PTUN.Mdo oleh Yultrina Pieter bersama 55 perempuan asal desa Bowone, Kecamatan Tabukan Selatan Tengah itu, telah membatalkan dan memerintahkan pencabutan Keputusan Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Daerah Sulawesi Utara No 503/DPMPTSPD/IL/182/IX/2020 tanggal 25 September 2020 tentang Pemberian Izin Lingkungan Kegiatan Penambangan Emas PT TMS di Kabupaten Kepulauan Sangihe.
Izin lingkungan yang dikeluarkan DPMPTSP Sulut tersebut menjadi dasar diterbitkannya Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia Nomor 163.K/MB/04/DJB/ 2021 Tanggal 29 Januari 2021 tentang Persetujuan Peningkatan Tahap Kegiatan Operasi Produksi Kontrak Karya Tambang Mas Sangihe.
Dengan demikian, Revoldy Koleangan menegaskan bahwa operasi PT TMS merupakan tindakan melanggar hukum, dan aparat penegak hukum yang semestinya melakukan penyegelan alat berat perusahaan, juga melanggar hukum.
” Kami mendesak Propam Mabes Polri untuk segera turun tangan, menghentikan seluruh operasi PT TMS, berikut memeriksa dan memberikan sanksi tegas kepada aparat keamanan yang mengkawal alat berat PT TMS,” ujar Revoldy.
Sementara itu, Sekitar 100 an warga masyarakat Bowone dan Salurang ,Kabupaten Kepulauan Sangihe, memblokir jalan lingkar yang menghubungkan desa Bowone dan Salurang Kecamatan Tabukan Selatan Tengah.
Pemblokiran ini dilakukan setelah alat berat PT. TMS berupa Drill Rig Machine yang sebelumnya telah ditolak beberapa kali oleh masyarakat Sangihe, tiba-tiba diturunkan melalui pelabuhan Pananaru,menggunakan kapal LCT yang namanya belum diketahui.
“Ini adalah pelanggaran terhadap putusan PTUN Manado yang membatalkan ijin lingkungan PT. TMS” demikian Albiter Makagansa, aktivis SSI yang juga warga desa Salurang.
” Perusahaan pelanggar hukum justru dikawal oleh aparat kepolisian, ada apa ini? Dimana keberpihakan Negara kepada rakyatnya?,” tambah Albiter yang mempertanyakan sikap kepolisian yang sudah berpihak kepada PT.TMS.
Sementara AKP Pakaya, Kapolsek Tabukan Selatan menyatakan bahwa ia tidak tahu menahu tentang keberadaan alat berat PT. TMS yang dibawa ke Bowone.
Ketidaktahuan Kapolsek Tabukan selatan itu ditanggapi sinis oleh Koordinator Save Sangihe Island, Jan Takasihaeng .
“Di dalam Camp PT. TMS itu ada anggota bapak yang mengawal, demikian juga yang mengawal alat bor TMS. Bagaimana mungkin pak Kapolsek tidak tahu?”tutur Jan Takasihaeng.
Dalam kesempatan berdialog dengan masyarakat , Kapolsek Tabsel AKP Pakaya berjanji hendak memfasilitasi masyarakat untuk bisa bertemu dengan KAPOLRES dan Penjabat Bupati Sangihe untuk menyampaikan aspirasinya.
Dipihak lain, masyarakat Bowone tetap berjaga di jalan demi mempertahan tanah leluhur yang mau dirampas PT.TMS yang sudah jelas tidak mematuhi putusan PTUN Manado (edl)