Jalan menuju tambang emas PT TMS di blokir warga, polisi Sangihe bertindak

Kapolri Diminta Copot Kapolres Sangihe atas Tindakan Represif Aparatnya

Loading

Manado (Independensi com) – Tindakan represif aparat Kepolisian Polres Sangihe terhadap masyarakat  Sangihe di Bowone, Kabupaten  Kepulauan Sangihe mendapat kecaman keras dari berbagai pihak

Untuk itu, atas tindakan berlebihan aparat kepolisian Sangihe, Kapolri diminta mencopot Kapolres Sangihe, karena dinilai tidak becus menjaga teritorialnya dan berpihak kepada PT.TMS yang secara kasat mata perusahaan itu membangkang dan melanggar keputusan PTUN Manado yang membatalkan ijin lingkungan yang dikeluarkan Pemprov  Sulut atas PT.TMS dengan memobilisasi alat berat  ke lokasi tambang, Bowone

Kuasa Hukum Save Sangihe Island (SSI) yang juga dari Jaringan Advokasi Tambang (JATAM),  Muh. Jamil, SH mengecam keras tindakan represif dan ancaman yang dilakukan aparat Kepolisian kepada warga Sangihe.

JATAM mendesak aparat Kepolisian untuk segera memproses hukum tindakan pembangkangan PT TMS.
Kecaman juga disampaikan oleh Direktur  Lembaga Bantuan Hukum Rajawali Jakarta, Dr (c) Jeverson Petonengan, SH, MH,  dia minta Kapolri mencopot Kapolres Sangihe karena tidak becus melaksanakan tugasnya sebagai penjaga teritorial.

Ditambah lagi diduga kericuhan terjadi akibat sikap provokatif Polres Sangihe yang diduga mengawal alat berat TMS masuk ke desa Bowone, Kabupaten Kepulauan Sangihe .

Kalau sejak awal polisi melaksanakan tugasnya dengan baik dan menindak lanjuti laporan masyarakat Sangihe terhadap alat berat TMS yang hendak masuk, seharusnya kericuhan ini tidak terjadi.

” Kapolres Sangihe kurang tanggap membaca kejadian ini yang berpotensi ricuh sejak ,Selasa dan Rabu(14 dan 15 Juni) ,”ujar Petonengan
Pernyataan sikap juga dinyatakan oleh Ketua Umum  Sinode GMIST,  Pdt Dr Welman Boba,M.Th  dia meminta kepada seluruh Pendeta Sinode GMIST untuk melakukan  penolakan PT. TMS sesuai keputusan Sidang Sinode Lengkap di Enemawira , Sangihe beberapa waktu lalu.

Boba meminta kepada semua Pendeta, Penantua dan Diaken untuk mendampingi SSI dan masyarakat Sangihe yang saat ini mendapat ancaman dari polisi serta memberikan peringatan kepada para pemegang kebijakan untuk menghormati keputusan PTUN Manado dan masyarakat Sangihe.

Disamping itu Pimpinan Gereja terbesar di Kabupaten Kepulauan Sangihe tersebut menegaskan seluruh Warga GMIST,  kami utus untuk memperjuangkan keadilan dan keutuhan CiptaanNya di Kabupaten Kepulauan Sangihe.

Seperti diketahui, pada Kamis, 2 Juni 2022 lalu, gugatan izin lingkungan PT Tambang Mas Sangihe (TMS) oleh 56 (lima puluh enam) orang Perempuan asal Desa Bowone, Kecamatan Selatan Tengah, Kabupaten Kepulauan Sangihe menang di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Manado.

Putusan PTUN itu membatalkan Izin Lingkungan PT TMS dengan Nomor: 503/DPMPTSPD/182/IX/2020 tertanggal 25 September 2020. Selain itu, PTUN Manado juga mengabulkan permohonan penundaan pelaksanaan segala aktivitas PT TMS hingga putusan itu berkekuatan hukum tetap atau ada penetapan lain yang mencabutnya di kemudian hari.

Dengan Putusan PTUN Manado yang membatalkan Izin Lingkungan PT. TMS, mestinya seluruh aktivitas PT. TMS harus dihentikan karena perusahaan tidak lagi memiliki dasar hukum untuk beroperasi. Mengingat, Izin Lingkungan adalah dasar berusaha bagi sebuah perusahaan, termasuk dalam hal ini adalah PT TMS.

Tetapi, fakta lapangan justru berbeda. PT TMS membangkang dengan tetap memobilisasi alat berat ke basecamp perusahaan di Kampung Bowone pada Selasa 13 Juni 2022. Mobilisasi alat berat itu pun dikawal oleh aparat kepolisian setempat.

Langkah aparat kepolisian itu, selain menyalahgunakan kewenangan, juga tampak menunjukkan sikap institusi kepolisian yang telah bersekongkol dengan perusahaan tambang di satu sisi, dan abai terhadap putusan hukum dan suara penolakan warga di sisi yang lain.

Polisi, yang mestinya bertindak atas nama putusan pengadilan, yakni memastikan PT TMS tidak boleh beroperasi, justru tampak menjadi centeng korporasi tambang.

Parahnya lagi, aksi blokade jalan yang dilakukan warga ,Rabu (15/06) justru mulai mendapat tindakan represif dari aparat.

Aparat Polisi dari Polres Sangihe berdalih warga telah “mengganggu jalan umum”, padahal, jalan yang digunakan warga dalam aksi pengadangan itu, bukan jalan khusus untuk industri.

Jalan tersebut dibangun menggunakan anggaran negara yang sesungguhnya dilarang dipergunakan bagi kendaraan industri termasuk pertambangan PT TMS.

Selain itu, aparat kepolisian juga mulai menakut-nakuti warga dengan ancaman pidana bagi warga yang menutup jalan menggunakan batang kelapa pada 13 Juni 2022 .

Pernyataan Kabag Ops Polres Kepl. Sangihe KOMPOL.J.SASEBOHE,S.Sos yang terekam dalam video yang beredar pada Rabu, 15 Juni 2022, itu adalah upaya menekan resistensi warga.

Polisi mestinya harus menghentikan dan memproses hukum tindakan mobilisasi alat berat PT TMS,  karena telah melakukan tindak pidana menggunakan jalan umum untuk industri tambang, sebagaimana yang diamanatkan UU Nomor 38 Tahun 2004 Tentang Jalan Jo. Nomor 2 tahun 2022 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 Tentang Jalan pada Pasal 63 ayat (4) dengan ancaman pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

Aparat kepolisian juga sudah sepatutnya mengapresiasi warga yang menegakkan hukum saat aparat kepolisian justru mengkawal tindakan melanggar hukum dan pembangkangan putusan pengadilan TUN Manado oleh PT. TMS.

Sementara itu, Kapolres Kepulauan Sangihe, AKBP Denny Wely Wolter Tompunuh menanggapi terkait penurunan personel ke wilayah Tabukan Selatan Tengah, tepatnya ke lokasi penolakan warga terhadap PT. Tambang Mas Sangihe di Kampung Bowone dan Salurang, ketika dikonfirmasi wartawan Barta1.com, Rendy Saselah, Kamis (16/6/2022) mengatakan penurunan personel kepolisian adalah untuk menjaga kondusifitas agar tidak terhadi kericuhan di tengah-tengah masyarakat.

Tompunuh juga menampik isu bahwa aparat kepolisian mengawal aktivitas PT. TMS.

Aparat diturunkan untuk membuka jalan yang diblokir, itu saja. Tidak ada kepentingan lain selain membuka jalan yang seharusnya digunakan oleh pengguna umum.

‘Soal mengawal alat PT. TMS, jelas tidak, itu bukan urusan kami. Kami hanya menjaga kondusifitas, sebab jalan umum itu tidak boleh diblokir,” ujar Kapolres (edl)