Gubernur Khofifah Diminta Tetap Alokasikan Dana Kesehatan yang Tak Ditanggung BPJS

Loading

SURABAYA (Independensi.com) – Dewan Kesehatan Rakyat (DKR) Jawa Timur menuntut agar pemerintah Provinsi Jawa Timur tetap mengalokasi dana kesehatan untuk masyarakat karena tidak semua pelayanan dan obat ditanggung oleh BPJS Kesehatan.

Ketua DKR Bangkalan, M. Muhyi menjelaskan berdasarkan PERGUB No 16 tahun 2022 pasal 2 ayat 1. BEAKESMASKIN hanya untuk peserta DTKS yang di Integrasikan ke JKN.

“Sementara masih banyak masyarakat miskin yang tidak masuk DTKS dikarenakan proses ke DTKS Kemudian integrasi JKN yang terlalu lama,” ujarnya di Surabaya, Kamis.(23/6) saat aksi di Kantor Gubernur Jawa Timur, Surabaya.

“Segera selesaikan daftar penerima Biakesmaskin yang masih proses pengusulan ke DTKS untuk selanjutnya di Integrasikan ke JKN,” ujarnya.

Ia mengatakan saat ini juga, nyawa masyarakat miskin di Jawa Timur hanya digantungkan pada sistem aplikasi tidak ada alternatif lain di luar aplikasi ketika aplikasi eror atau maintenances. Persyaratan administrasi BEAKESMASKIN yang rumit dan banyak bikin rakyat bingung.

“Perlu ada alternatif lain di luar aplikasi ketika aplikasi error atau maintenances. Segera penyederhanaan persyaratan administrasi penerima BiakesMaskin,” tegasnya.

Ia juga menyebutkan tidak adanya aturan turunan dari Kepala Dinkes Pemprov padahal sudah diperintahkan dalam Pergub No 16 Tahun 2022 pasal 2 ayat 2. Hilangnya Klausul pada pasal 3 tentang PPK (Rumah sakit) yang bekerjasama dengan Pemprov juga merugikan masyarakat.

“Segera kembalikan Klausul pasal 3 tentang PPK (Rumah sakit) yang bekerjasama dengan Pemprov,” tegasnya.

Penyebarluasan Pergub hanya untuk Pemerintah kabupaten/ Kota tidak.dibagi ke masyarakat Jawa Timur.

“Bagikan naskah asli Pergub yang wajib dipublikasikan di website resmi milik pemerintah,” tegasnya.

Masyarakat Dilarang Sakit

Sementara itu Ketua DKR Sampang, Roja Taufan menyampaikan sistim kesehatan saat ini sama saja melarang rakyat sakit. Kalau sakit tanggung sendiri.

“Padahal amanah UUD 1945 mengamanatkan kepada Negara melalui Pemerintah untuk menjamin kesehatan masyarakat khususnya kepada masyarakat miskin. Karena amanah ini bersifat langsung dari konstitusi, Pemerintah wajib memusatkan perhatian terhadap kesehatan dibandingkan program lainnya,” ujarnya.

Ia mengakui, Pemerintah telah berupaya mewujudkan amanah tersebut, diantaranya memberikan Jaminan Kesehatan Nasional melalui BPJS Kesejatan. Tapi sayangnya masih banyak masyarakat yeng belum bisa merasakan manfaat pelayanan kesehatan itu.

“Lebih-lebih Masyarakat miskin karena lemahnya pendataan oleh Pemerintah Daerah yang diusulkan dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS)/Data Induk Kemiskinan,” katanya.

Permendagri Mempersulit

Karena kelalain Pemerintah, Masyarakat Miskin kembali jadi korban, di Jawa Timur. Sebelum tahun 2022 Pemprov Jawa Timur memberikan pelayanan Kesehatan bagi Masyarakat Miskin yang tidak mempunyai Jamaninan Kesehatan apapun.

“Tetapi sajak berlakunya Peraturan Gubernur No 16 Tahun 2022 yang mulai berlaku tanggal 24 Mei bulan lalu, menjadi tombak tajam untuk membunuh masyarakat miskin d Jawa Timur bagi yang tidak masuk ke DTKS karena lemahnya pendataan oleh Pemerintah Daerah,” ujarnya.

Peraturan Gubernur ini menurutnya tidak sepenuhnya kesalahan Gubernur tetapi juga karena Pemerintah Pusat melalui PERMENDAGRI No 27 Tahun 2021 tentang Pedoman Penyusunan APBD Tahun Anggaran 2022, yang isinya Pemerintah Daerah tidak diperkenankan mengelola sendiri (Sebagian atau seluruhnya)
dengan manfaat yang sama dengan Jaminan Kesehatan Nasional yang dikelola BPJS.

“Selain itu Permendagri mewajibkan Pemerintah Daerah untuk melakukan Integrasi jaminan kesehatan daerah dengan jaminan kesehatan nasional guna terselenggaranya Jaminan Kesehatan bagi seluruh penduduk,” jelasnya.

Namun sebelum itu Pemerintah Daerah juga diwajibkan untuk pemutakhiran DTKS, kemudian setelah itu data kemiskinan itu bisa di Integrasikan Ke Program JKN yang dikelola BPJS, yang diketahui prosesnya membutuhkan waktu yang cukup lama.

“Tapi pada faktanya, sangat disayangkan masih banyak Masyarakat Miskin yang tidak masuk ke DTKS sehingga tidak bisa di Integrasikan ke Program JKN yang berakibat Pelayanan Kesehatan tidak bisa dirasakan, baik menggunakan JKN yang dikelola BPJS atau Biaya kesehatan Masyarakat Miskin oleh Provinsi dengan berlakunya Pergub No 16 Tahun 2022 pada tanggal 24 Mei,” katanya.

Beberapa Kasus yang terjadi terhadap masyarakat fakir miskin di Madura menjadi korban dengan terbitnya Pergub ini, harus menanggng hutang sebesar 32 juta

Padahal sudah berkoordinasi dengan Dinas Sosial setempat untuk diusulkan ke DTKS, dan mendapatkan surat pernyataan dari KADINSOS bahwa pasien tersebut sudah diusulkan ke DTKS, sayangnya pihak RS Dr. Soetomo Surabaya (PPK Milik Pemprov) menolaknya karena formatnya berbeda, dan meminta Format Khusus dari Aplikasi SIKS-NG.

“Padahal format itu tidak bisa di unduh sebelum mendapatkan SK DTKS dari Kemensos. Apalagi Pihak Rumah Sakit hanya memberikan waktu 3 hari setelah pasien pulang. Dan hal ini sangat banyak ditemukan dilapangan,” jelasnya.

Berdasarkan fakta dilapangan, dapat dipastikan Masyarakat Miskin Di Jawa Timur tidak akan pernah mendapatkan Biakes Maskin untuk Masyarakat yang belum terdata di DTKS seperti kasus-kasus diatas. (*)