Kasus Pembelian Tanah, Mantan Lurah Limo Pernah Terima Uang Kerohiman dari PT CIC

Loading

JAKARTA (Independensi.com) – Mantan Lurah Limo yakni D selaku ahli waris Jentering Kecil mengakui pernah menerima uang kerohiman dari PT Cahaya Inti Cemerlang terkait pembebasan tanah yang dilakukan tahun 2008.

Pengakuan tersebut disampaikan D saat diperiksa sebagai saksi kasus dugaan korupsi pembelian tanah milik PT CIC oleh PT Adhi Persada Realti (APR) di Gedung Bundar pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus, Kejaksaan Agung, Jakarta, Kamis (7/7).

Kapuspenkum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana mengatakan pemeriksaan saksi D selain selaku Lurah Limo periode 2008-2014 juga sebagai ahli waris (cucu) dari Jentring Kecil yang memiliki tanah di Blok Keramat, Kelurahan Limo, Kecamatan Limo, Depok.

“Saksi lainnya hari ini yaitu I selaku Legal Officer PT APR. Saksi diperiksa terkait proses beralihnya dari notaris Veronika ke notaris Ahmad Budiarto dan proses penurunan dari SHM ke SHGB ke kantor BPN,” ucap Sumedana.

Dia menyebutkan pemeriksaan kedua saksi untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan kasus dugaan korupsi pembelian tanah oleh PT APR dari PT CIC seluas 20 hektar di daerah Kelurahan Limo, Kecamatan Limo dan Kelurahan Cinere, Kecamatan Cinere, Kota Depok

Seperti diketahui tanah yang dibeli PT APR ternyata tidak memiliki akses ke jalan umum, melainkan harus melewati tanah milik PT Megapolitan dan dalam penguasaan fisik dari masyarakat setempat.

Selain itu, tuturnya, berdasarkan data dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Depok, terdapat tanah masih tercatat atas nama PT Megapolitan dengan Sertifikat Hak Milik (SHM) Nomor 46 dan atas nama Sujono Barak Rimba dengan SHM Nomor 47.

Padahal, ungkapnya, PT APR telah melakukan pembayaran kepada PT CIC melalui rekening notaris diteruskan ke rekening pribadi Direktur Utama dan Direktur Keuangan PT CIC dan dana operasional.

Sedangkan atas pembayaran tersebut, kata Sumedana, PT APR baru memperoleh sebagian tanah yang dibeli sebagaimana dalam Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) Nomor 5316 atas nama PT APR seluas 12.595 meter atau sekitar 1,2 hektar dari 20 hektar yang diperjanjikan.

“Sementara tanah sekitar 18,8 hektar masih dalam penguasaan orang lain atau masih status sengketa. Sehingga sampai saat ini tidak bisa dilakukan pengalihan hak kepemilikan,” tuturnya.

Sumedana menyebutkan dari hasil penyelidikan yang kemudian ditingkatkan ke penyidikan terdapat indikasi kerugian keuangan negara dari pembelian tanah oleh PT APR dari PT CIC.(muj)