Kejagung Sita Perkebunan Kelapa Sawit PT Duta Palma yang Caplok Kawasan Hutan

Loading

JAKARTA (Independensi.com) – Kejaksaan Agung melalui Tim jaksa penyidik pidana khusus menyita lahan perkebunan kelapa sawit milik PT Duta Palma Group seluas 37.095 hektar yang berada di dalam kawasan hutan di Kabupaten Indragiri Hulu, Riau.

Menurut Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus) Febrie Adriansyah penyitaan tersebut terkait penyidikan kasus dugaan korupsi penyerobotan kawasan hutan di Kabupaten Inhu oleh PT DP Group.

“Untuk selanjutnya lahan perkebunan kelapa sawit yang telah disita akan kita serahkan kepada pihak PT Perkebunan Nusantara (PTPN) V untuk mengelolanya,” kata Febrie kepada Independensi.com di Gedung Bundar, Kejaksaan Agung, Jakarta, Kamis (14/7).

Dia mengakui kalau pihaknya sudah mengirim Tim jaksa penyidik ke Riau untuk melihat langsung kondisi di lapangan dalam rangka pengelolaan barang-bukti kasus PT Duta Palma Group oleh PTPN V.

Sementara Tim Jaksa Penyidik, Senin (11/7) lalu memeriksa salah satu saksi yaitu AD selaku Direktur PT DP Group guna menjelaskan operasional perusahaan dan kegiatan usaha perkebunan kelapa sawit milik perusahaan.

“Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan,” kata Kapuspenkum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana.

Seperti diketahui kasus dugaan korupsi terkat penyerobotan kawasan hutan oleh PT DP Group disidik berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Direktur Penyidikan pada JAM Pidsus Nomor: Print-25/F.2/Fd.2/05/2022 tanggal 17 Mei 2022.

Jaksa Agung Burhanuddin yang mengumumkan langsung dalam jumpa pers di Kejaksaan Agung, Jakarta Senin (27/6) mengungkapkan kalau PT DP Group telah mengelola lahan seluas 37.095 hektar secara tanpa hak atau melawan hukum yang menyebabkan kerugian perekonomian negara.

“Selain itu telah membuat dan mendirikan lahan seluas itu tanpa dilandasi oleh hak yang melekat atas perusahaan itu dan lahan tersebut tidak memiliki surat-surat lengkap,” tuturnya.

Dia mengungkapkan dalam sebulan hasil perkebunan di lahan tersebut menghasilkan keuntungan Rp600 miliar dengan kerugian perekonomian negara telah bocor sejak perusahaan itu didirikan.(muj)