Hotman Paris: Tidak Ada Ketentuan Pungutan Dana SPI Harus Berdasarkan PMK

Loading

Denpasar (Independensi.com) – Kesaksian Saksi Ahli pada sidang kali seakan mengungkap fakta sekaligus meluruskan dan membenarkan apa yang telah dilakukan Universitas Udayana (Unud) dalam melaksanakan mekanisme riil terkait aturannya, prosesnya, penggunaannya bahkan pelaporannya dalam penyelenggaraan pungutan dana Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) pada Penerimaan Mahasiswa Baru di Jalur Mandiri sudah dilaksanakan sebagaimana mestinya dan telah disahkan sebagai penerimaan negara bukan pajak (PNBP) bahkan diakui sebagai salah satu prasyarat dalam perolehan anggaran DIPA.

Hal tersebut dikemukakan oleh Terdakwa Prof I Nyoman Gde Antara pada Sidang lanjutan perkara dugaan korupsi pungutan dana SPI Universitas Udayana (Unud) yang menjerat mantan Rektor Unud tersebut. Persidangan menghadirkan saksi ahli dari Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek Dikti) Prof Ganefri yang juga Ketua Forum Rektor Indonesia yang beranggotakan 46 Perguruan Tinggi di Indonesia. Persidangan berlangsung di Pengadilan Tipikor Denpasar, Kamis (4/1/2024).

Dalam kesaksiannya, saksi menerangkan penerimaanya SPI dimasukkan ke dalam Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) juga tidak bisa disalurkan sembarangan ke rekening siapapun.

“Prakteknya PNBP tidak bisa disalurkan secara sembarangan, harus melalui mekanisme Rencana Bisnis Anggaran (RBA, red),” ungkap saksi ahli Prof Ganefri.

Selain tidak bisa sembarangan, lebih lanjut saksi menyebut pendapatan SPI yang semuanya masuk ke dalam PNBP tersebut tidak bisa dikeluarkan secara mendadak.

Sementara untuk besaran nilai SPI, Prof Ganefri menyebut disesuaikan di masing-masing Perguruan Tinggi Negeri (PTN).

“Dana SPI masuk ke dalam PNBP yang disahkan oleh Kementerian Keuangan, sehingga dalam penyaluran tersebut harus melalui RBA. Untuk besaran nilainya tergantung dari masing-masing PTN hal tersebut diatur ke dalam SK Rektor,” katanya.

Pengacara Hotman Paris Hutapea menduga JPU telah mencari-cari kesalahan kliennya yang menuduh bahwa seharusnya pungutan dana SPI tidak sesuai dengan (Peraturan Menteri Keuangan (PMK) padahal tidak ada aturan yang secara eksplisit mengharuskan bahwa pungutan dana SPI harus bersandar pada ketentuan PMK.

“Faktanya, pungutan dana SPI dipastikan sudah disahkan menjadi PNBP sebagai salah satu prasyarat dalam memperoleh anggaran DIPA dari pemerintah melalui Kementerian Keuangan RI, hal tersebut artinya tidak ada unsur dugaan korupsi lalu mengapa Klien kami dituduh korupsi, padahal jikalau seumpamanya di suatu saat nanti seluruh asset kampus Unud dijual maka hal tersebut sepenuhnya telah menjadi asset negara,” pungkas Hotman. (hd)