JAKARTA (Independensi.com) – Kejaksaan Negeri Jakarta Utara melalui tim jaksa penyidik dikomandoi Kasi Pidana Khusus Roland Ritonga nampaknya tidak main-main dalam menuntaskan kasus dugaan korupsi bantuan modal kerja sebesar Rp20 miliar dari BUMN PT Varuna Tirta Prakasya (VTP) kepada PT Asiabumi Mineral Raya (AMR).
Setelah dalam kasus yang sama ternyata juga sudah menetapkan dua orang sebagai tersangka baru sejak Jumat (30/7) pekan lalu. Keduanya yaitu MYD selaku mantan Direktur Utama PT VTP dan ADI selaku mantan Kepala Divisi Operasi PT VTP.
Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Utara Atang Pujiyanto melalui Kasi Intelijen MS Iskandar Alam, Selasa (2/8) mengataan MYD ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Surat Penetapan Nomor: 365/M.1.11/Fd.1 /06/2022 tanggal 30 Juni 2022.
Sedangkan ADI, tutur Iskandar, ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Surat Penetapan Nomor: 366/M.1.11/fd.1/06/2022 tanggal 30 juni 2022. “Selain kedua tersangka dari pihak BUMN, penyidik juga sedang mendalami pihak-pihak swasta lain yang berkolerasi dengan pokok perkara,” ucapnya.
Seperti diketahui Kejari Jakarta Utara sebelumnya menetapkan Direktur AMR yakni HHT sebagai tersangka kasus dugaan korupsi serta TPPU yang dalam waktu dekat juga segera diadili di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Kepastian akan diadilinya tersangka HHT setelah tim jaksa penuntut umum (JPU) rampung menerima penyerahan tahap dua atau tersangka berikut barang-bukti dari tim jaksa penyidik untuk kasus TPPU nya yang berasal dari hasil korupsi, Senin (1/8).
Adapun kasus yang menjerat tersangka HHT berawal dari pemanfaatan dana pinjaman dari PT PPA kepada BUMN PT Varuna Tirta Prakasya yang digunakan tersangka atau PT AMR sebagai vendor atau pelaksana kegiatan untuk modal kerja kegiatan usaha rantai pasok biji nikel.
Namun pada kenyataannya baik tersangka atau PT AMR tidak pernah mengerjakan pekerjaan tersebut. Sedangkan uangnya diduga digunakan keperluan pribadi tersangka ataupun korporasi PT AMR.
Iskandar menyebutkan akibat perbuatan tersangka menimbulkan kerugian negara sebesar Rp20 miliar dan atau Rp18 miliar berdasarkan Laporan Audit Investigatif Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Provinsi DKI Jakarta.
Dalam kasus ini tersangka HHT disangka melanggar pasal 2 ayat (1) dan pasal 3 jo pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan pasal 3 Undang-Undang tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.(muj)