Dukung Produktifitas Pertanian dan Antisipasi Krisis Pangan Global, BSN Luncurkan SNI Pupuk

Loading

JAKARTA (Independensi.com) – Imbas pademi Covid-19 dan perang Rusia vs Ukraina, serta perubahan iklim, menjadi ancaman krisis pangan global. Untuk itu, Kementerian Pertanian terus melakukan langkah antisipasi salah satunya melalui peningkatan produksi pertanian nasional. 

Sektor pertanian Indonesia sendiri hingga saat ini terbukti memiliki ketahanan yang baik. Sebab, berdasarkan data Kementerian Pertanian, nilai ekspor pertanian Indonesia antara 2019 dan 2020 meningkat dari Rp 390,16 triliun menjadi Rp451,77 triliun atau naik 15,79 persen. Bahkan, di tahun 2020 ke 2021 nilai ekspor pertanian Indonesia mencapai Rp 625,04 triliun atau naik 38,68 persen.

Kepala Badan Standardisasi Nasional (BSN), Kukuh S. Achmad menyatakan bahwa sejalan dengan program peningkatan produktivitas dan kualitas pertanian Indonesia, BSN telah menetapkan 29 Standar Nasional Indonesia (SNI) pupuk.

“Dari 29 SNI pupuk yang telah ditetapkan, 9 SNI diberlakukan secara wajib. Seperti, SNI pupuk yang diberlakukan wajib tersebut adalah SNI 2801:2010 Pupuk urea; SNI 2803:2012 Pupuk NPK padat; SNI 02-1760-2005 Pupuk amonium sulfat; SNI 02-0086-2005 Pupuk tripel super fosfat; SNI 02-2805-2005 Pupuk kalium klorida; SNI 02-3769-2005 Pupuk SP-36; SNI 02-3776-2005 Pupuk fosfat alam untuk pertanian; SNI 7763:2018 Pupuk organik padat; SNI 8267:2016 Kitosan cair sebagai pupuk organik – Syarat mutu dan pengolahan,” paparnya, Jumat (26/8).

“Penerapan SNI pupuk tentunya akan menjamin kualitas dari produk pupuk yang harapannya dapat memenuhi harapan petani atau pengguna,” ujarnya.

Saat ini lanjut Kukuh, untuk 2 jenis pupuk yang disubsidi pemerintah adalah pupuk urea dan pupuk NPK. “Berdasarkan SNI 2801:2010 Pupuk urea, yang dimaksud pupuk urea dalam SNI adalah pupuk buatan yang merupakan pupuk tunggal, mengandung unsur hara utama nitrogen. Berbentuk butiran (prill) atau gelintiran (granular), dengan rumus kimia CO(NH2)2. Adapun syarat mutu pupuk urea dilihat dari kadar nitrogen, kadar air, kadar biuret dan ukuran,” ungkapnya.

“SNI 2801:2010 juga menetapkan persyaratan pupuk urea yaitu mutu yang dilihat dari kadar nitrogen baik butiran maupun gelintiran minimal 46,0 persen; kadar air, baik butiran maupun gelintiran maksimal 0,5 persen; sementara kadar biuret, untuk butiran maksimal 1,2 persen dan gelintiran maksimal 1,5 persen,” tuturnya.

Sementara berdasarkan SNI 2803:2012 sambung Kukuh, yang dimaksud Pupuk NPK padat adalah pupuk anorganik majemuk buatan berbentuk padat yang mengandung unsur hara makro utama nitrogen, fosfor dan kalium, serta dapat diperkaya dengan unsur hara mikro lainnya.

“SNI 2803:2012 menetapkan persyaratan mutu pupuk NPK padat diantaranya kadar nitrogen total minimal 6 persen, kadar fosfor total minimal 6 persen, serta kadar kalium minimal 6 persen. Sementara jumlah kadar N dalam pupuk NPK padat minimal 30 persen dan kadar air maksimal 3 persen. Sedangkan cemaran logam berat merkuri maksimal 10 mg/kg; cadmium 100 mg/kg; dan timbal 500 mg/kg. Untuk kandungan arsen maksimal 100 mg/kg,” imbaunya.

Pemerintah tidak menoleransi peredaran atau penjualan pupuk jika tidak memenuhi persyaratan mutu SNI yang sudah diberlakukan secara wajib. Sehingga penggunaan pupuk yang tidak sesuai dengan persyaratan mutu SNI, berpotensi merusak unsur hara dalam tanah serta tanaman. Akibatnya, dapat mempengaruhi keberhasilan panen dan fungsi kelestarian lingkungan hidup. Dengan demikian penggunaan pupuk ber-SNI, berarti mendukung peningkatan produksi dan mutu produk pertanian Indonesia,” tukasnya.

“Tercatat hingga saat ini, berdasarkan data di bangbeni.bsn.go.id, industri pupuk yang telah menerapkan SNI sejumlah 129,” tandas Kukuh memungkasi. (Jon)