Kerugian Kasus Duta Palma Rp104, 1 T, JAM Pidsus: Penyidik akan Rampungkan Berkas Kedua Tersangka

Loading

JAKARTA (Independensi.com)  – Kejaksaan Agung secara resmi hari ini telah menerima hasil perhitungan kerugian negara maupun perekonomian negara sebesar Rp104,1 triliun dari Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dalam kasus dugaan korupsi terkait pencaplokan kawasan hutan di Kabupaten Indragiri Hulu, Riau oleh PT Duta Palma Group.

Menurut Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus) Febrie Adriansyah sebagai tindak lanjut telah diterimanya hasil perhitungan dari BPKP maka tim penyidik akan segera merampungkan pemberkasan dari kedua tersangkanya yang ditahan.

“Saya meyakini dalam beberapa hari ini pemberkasan kedua tersangkanya yakni SD dan RTR bisa dirampungkan oleh tim penyidik,” tutur Febrie didampingi Deputi Bidang Investigasi BPKP Agustina Arumsari dalam jumpa pers di Kejaksaan Agung, Jakarta Selasa (30/8)

Febrie mengatakan terkait nilai kerugian negara maupun perekonomian negara dari kegiatan usaha perkebunan kelapa sawit yang dilakukan PT Duta Palma Group perhitungan awalnya memang mencapai Rp 78 triliun.

“Tapi sekarang sudah pasti berdasarkan perhitungan BPKP yaitu senilai Rp104,1 triliun yang berasal dari kerugian negara senilai Rp 4,9 triliun dan untuk kerugian perekonomian negara senilai Rp99,2 triliun,” tuturnya.

Dia menyebutkan besarnya nilai kerugian dalam kasus PT Duta Palma Group karena kejaksaan kini tidak hanya menghitung kerugian keuangan negara, namun juga kerugian perekonomian negara.

Sementara itu Deputi Bidang Investigasi BPKP Agustina Arumsari mengungkapkan nilai kerugian negara dihitung sejak lima perusahaan Group PT Duta Palma beroperasi dari tahun 2003 hingga 2022 atau selama hampir 19 tahun.

Dikatakan kerugian negara tersebut berasal dari tidak terpenuhinya hak-hak negara atas pengusahaan kekayaan negara yang dilakukan ke lima perusahaan. Selain itu, kata dia, adanya alih kawasan hutan menjadi kebun sawit tanpa izin pelepasan kawasan hutan.

“Penyimpangan yang dilakukan berdampak tidak diperolehnya hak negara atas pemanfaatan hutan, atara lain dalam bentuk dana reboisasi, provisi sumber daya hutan, dan seterusnya,” kata Sari.

Dia menambahkan dalam melakukan perhitungan pihaknya berkolaborasi dengan ahli lingkungan hidup dan ahli perekonomian dari Universitas Gadjah Mada yang ditunjuk penyidik untuk menghitung kerugian perekonomian negara.

Dalam kasus ini Kejagung telah menetapkan bos PT Duta Palma Group Surya Darmadi alias Apeng dan mantan Bupati Inhu Raja Thamrin Rachman sebagai tersangkanya.

Adapun kasusnya berawal ketika Raja selaku Bupati Inhu periode 1999-2008 secara melawan hukum menerbitkan izin lokasi dan izin usaha perkebunan di kawasan hutan Inhu seluas 37.095 hektar kepada lima perusahaan  group PT Duta Palma milik Apeng.

 Ke limanya yaitu PT Banyu Bening Utama, PT Panca Agro Lestari, PT Seberida Subur, PT Palma Satu dan PT Kencana Amal Tani. Selanjutnya berdasarkan izin lokasi dan izin usaha perkebunan itu Apeng memanfaatkan kawasan hutan tersebut untuk usaha perkebunan kelapa sawit.

Namun tanpa didahului izin pelepasan kawasan hutan dari Kementerian Kehutanan dan Hak Guna Usaha dari Badan Pertanahan Nasional. Akibat perbuatan Apeng diduga awalnya telah merugikan keuangan negara maupun perekonomian negara sebesar Rp78 triliun.(muj)