Cipayung Plus Bogor Raya Aksi Tolak Kenaikan Harga BBM

Loading

BOGOR (Independensi)- Kelompok Cipayung Plus Bogor Raya terus berjuang menolak kenaikan harga BBM bersubsidi.

Puluhan aktivis dari berbagai organisasi mahasiswa seperti Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI), Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Persatuan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) serta Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) itu deklarasi menolak kenaikan harga BBM di dekat Istana Kepresidenan di kota Bogor, Selasa  20 September 2022

Dalam aksinya, mereka menyampaikan empat tuntutan yakni pemberlakuan kembali Undang-Undang (UU) No 8 tahun 1971, menolak kenaikan harga BBM bersubsidi, mendesak Pemerintah Kota dan Kabupaten Bogor ikut menolak kenaikan harga BBM, dan tunda proyek strategis nasional.

“Dari aksi ini kami meminta kepada Pemerintah untuk mengkaji dan memahami tuntutan kami yang mewakili masyarakat Indonesia,” kata Aditya Pratama, Ketua GMNI Cabang Bogor.

Pernyataan sikap dari Kelompok Cipayung Plus tersebut telah diterima oleh pihak Istana Kepresidenan Bogor yang diwakili Lettu Tatang selaku Danplek Istana Bogor.

Aditya berharap, tuntutan itu bisa diterima oleh pemerintah. Namun, jika pemerintah tidak mendengar aspirasi tersebut, maka Cipayung Plus akan menggelar aksi yang lebih besar.

“Rakyat menjerit karena kesulitan ekonomi akibat kenaikan harga BBM bersubsidi ini. Seharusnya negara mendengar ‘jeritan’, karena itu hakikat demokrasi,” tegas Aditya.

Seperti diketahui, pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi karena APBN tahun 2022 tidak sanggup menanggung beban subsidi untuk BBM yang ditetapkan sebesar Rp 502,4 triliun, dari pagu awal sebesar Rp 152,5 triliun.

Dalam kesempatan sama, Fahreza selaku Ketua PMII Cabang Bogor mengatakan bahwa, pemerintah harus melihat jejak sejarah naiknya harga BBM yang selalu mengakibatkan tingginya inflasi sehingga menyulitkan ekonomi masyarakat.

Berdasar pengalaman itu, kata dia, kemungkinan inflasi pada tahun ini akan membengkak hingga mendekati 8-10 persen dari asumsi semula yang hanya berkisar 2-4 persen. Hal itu bisa menurunkan kesejahteraan masyarakat yang berujung pada bertambahnya orang miskin.

“Atas hal itu, kelompok Cipayung Plus Bogor menolak kenaikan harga BBM dan pencabutan UU Migas dari UU No 22 Tahun 2001, untuk diganti dengan UU No 8 Tahun 1971,” ujarnya. (HD)