PEKANBARU (Independensi.com) –
Penyidik Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Riau menetapkan IMA (Indra Mukhlis Adnan) sebagai tersangka dugaan korupsi penyertaan modal pada BUMD (Badan Usaha Milik Daerah) Kabupaten Inhil yakni PT Gemilang Citra Mandiri (GCM) tahun 2004 – 2006. IMA adalah mantan Bupati Indragiri Hilir dua periode yaitu tahun 2003 – 2008 dan 2008 – 2013.
Penetapan status tersangka pada IMA dilakukan setelah tim penyidik melakukan gelar perkara, dan hasilnya penyidik berkesimpulan telah memiliki dua alat bukti yang cukup. Informasi penetapan IMA sebagai tersangka, disampaikan Bambang Heripurwanto selaku Kasi Penkum dan Humas Kejaksaan Tinggi Riau, Rabu (28/12/2022).
Menurut Bambang Heri Purwanto, IMA dinilai sebagai pihak yang berttanggungjwab dan dapat di sangkakan dengan Primair: Pasal 2 Ayat (1) junto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor junto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Lalu Subsidair: Pasal 3 junto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 diubah dengan UU 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor junto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Dikatakan, peran IMA adalah, melakukan penetapan Dewan Komisaris dan Direksi PT GCM yang dilakukan sepihak oleh yang bersangkutan sebagai Bupati Inhil. Hal ini terkait berdasarkan unsur kedekatan pribadi dan tanpa memastikan pemenuhan persyaratan sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 26 Tahun 2004 tentang Pendirian BUMD Kabupaten Inhil. Kemudian, tersangka diketahui memberikan instruksi dan persetujuan kepada Zainul Ikhwan selaku Dirut PT GCM dalam pengelolaan keuangan sekaligus arahan memberikan pembiayaan kepada pihak lain tanpa melalui persetujuan komisaris dan tanpa diikat kontrak pembiayaan.
“Penyimpangan-penyimpangan tersebut mengakibatkan terjadinya kerugian keuangan negara (daerah) pada PT GCM sebesar Rp1.157.280.695,” ungkap Bambang.
Usai penetapan tersangka lanjut Bambang, tim penyidik bersama dokter poliklinik Kejati Riau, melakukan pemeriksaan kesehatan Indra Muchlis didampingi penasihat hukumnya. Oleh dokter, IMA dinyatakan dalam keadaan sehat namun perlu mendapat perawatan medis khusus. “Atas dasar itu, tersangka dilakukan penahanan kota selama 20 hari ke depan, terhitung 27 Desember 2022 sampai dengan 15 Januari 2023 di Kota Pekanbaru,” ujar Bambang.
Lebih jauh Bambang menjelaskan, dugaan korupsi penyertaan modal ke PT GCM ini, terjadi dalam kurun waktu tahun 2004 – 2006 sebesar Rp 4,2 miliar. Perkara ini telah diusut mulai tahun 2011 lalu, dan barulah pada tahun 2022 ini, Jaksa menetapkan siapa pihak yang harus bertanggung jawab. PT GCM didirikan melalui akte notaris nomor 20 tanggal 27 Desember 2004. PT GCM bergerak di bidang usaha perdagangan, pertanian, perindustrian, pemberian jasa dan pembangunan dengan tahapan modal awal yang dialokasikan melalui APBD Inhil sebesar Rp 4,2 miliar. Oleh jaksa, tersangka diduga melakukan perbuatan melawan hukum dalam proses pendirian PT GCM dan menyalahgunakan keuangan perusahaan. Akibatnya, timbul kerugian negara sebesar Rp 1.168.725.695.
Sempat Bebas
Sebelumnya penyematan status tersangka terhadap IMA, pernah dilakukan tim penyidik Pidsus Kejari Inhil. Selain Indra Muchlis, jaksa ketika itu juga menyeret mantan Direktur Utama (Dirut) PT GCM, Zainul Ikhwan sebagai tersangka. Namun dalam perjalanan penanganan perkaranya, hanya tersangka Zainul Ikhwan yang berlanjut. Saat ini Zainul Ikhwan sedang menjalani proses peradilan di Pengadilan Tipikor di Pengadilan Negeri Pekanbaru.
Sementara untuk IMA, penyidikannya dihentikan. Hal ini pasca IMA melakukan perlawanan dengan melayangkan gugatan lewat mekanisme pra peradilan di Pengadilan Negeri Tembilahan. Saat itu, IMA berhasil ‘menang’. Hakim tunggal Janner Christian Sinaga yang mengadili gugatan pra peradilan itu, menyatakan kalau penetapan tersangka terhadap IMA tidak sah.
Dalam pertimbangan hakim menyebutkan, jika surat perintah penyidikan (Sprindik) tidak sah, karena tidak boleh ada penetapan dua orang tersangka korupsi. IMA pun akhirnya kembali bebas pasca sempat menjalani penahanan. Belakangan, kasus ini diambil alih penanganannya oleh Kejati Riau dengan menerbitkan surat perintah penyidikan (Sprindik) baru. (Maurit Simanungkalit)