Hiski Darmayana

Pelarangan Gereja Terjadi Lagi, Kapan Dicabut Itu Peraturan Menteri?

Loading

Aksi pelarangan beribadah terhadap umat minoritas masih saja terjadi di negeri ini.

Pada Minggu 5 Februari 2023, terjadi pembubaran kegiatan ibadah jemaat Gereja Pantekosta di Indonesia atau GPdI Metland Cileungsi, Bogor, Jawa Barat yang dilakukan oleh sekelompok masyarakat.

Aksi pembubaran kegiatan ibadah itu dilakukan dengan alasan tak memiliki izin.

Pelarangan ibadah juga terjadi pada hari yang sama terhadap Gereja Protestan Injili Nusantara atau GPIN Jemaat Filadelfia Bandar Lampung. Berdasarkan keterangan gembala jemaat, Pdt. Mardi Utomo,S,Th, pelarangan ibadah sudah 3 kali terjadi, juga karena alasan ketiadaan izin.

Terjadinya kembali aksi  persekusi berbasiskan Intoleransi terhadap kelompok masyarakat minoritas itu, membuat kita teringat pidato Presiden Joko Widodo (Jokowi) beberapa waktu lalu.

Dalam Rapat Koordinasi Nasional di Sentul International Convention Center (SICC), Bogor pada 17 Januari 2023, Presiden mengingatkan kepala daerah untuk tidak melarang pembangunan rumah ibadah.

Presiden Jokowi juga menegaskan bahwa umat beragama memiliki kebebasan untuk beribadah dan beragama sesuai konstitusi. Mantan Gubernur DKI itu pun menegaskan bahwa konstitusi tidak boleh kalah oleh kesepakatan.

Tampak tegas pidato Presiden Jokowi itu. Namun, mengapa pelarangan ibadah masih terus terjadi?

“Biang kerok” nya adalah Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun 2006. Peraturan tersebut menjadi akar dari pelanggaran kebebasan beribadah di negeri ini.

Peraturan yang diproduksi oleh rezim Soeharto pada 1969, dan kemudian dimodifikasi oleh Pemerintahan SBY pada 2006 itu kerap menjadi alat kelompok intoleran untuk melanggar kebebasan beribadah kelompok masyarakat minoritas.

Sehingga, agar pidato Presiden Jokowi di Sentul itu tak dinilai lip service belaka, maka beliau harus mengevaluasi  Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun 2006. Evaluasi yang didasari oleh semangat konstitusi dalam menjamin kebebasan beragama dan beribadah bagi seluruh warga negara.

Ingat, kebebasan beragama dan beribadah dijamin oleh konstitusi  UUD 1945, tepatnya Pasal 28 huruf E, I dan J serta Pasal 29 ayat 2. Sehingga sangat aneh apabila harus terpenggal oleh peraturan setingkat menteri.

Oleh Hiski Darmayana (Penulis, Alumni GMNI)