JAKARTA (Independensi.com) – Kejaksaan Agung melalui Direktur Penuntutan pada JAM Pidsus Hendro Dewanto menyatakan menghormati vonis majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta yang menghukum bos PT Duta Palma Group (DPG) Surya Darmadi alias Apeng 15 tahun penjara dalam kasus korupsi dan pencucian uang.
Hendro bahkan mengapresiasi vonis majelis hakim yang sangat fenomenal dengan menyatakan Apeng tidak saja terbukti merugikan keuangan negara tapi juga perekonomian negara dalam kegiatan usaha kebun kelapa sawit PT DPG di kawasan hutan Kabupaten Indragiri Hulu, Riau.
“Karena itu terhadap vonis yang fenomenal dan sebagai bentuk kemenangan bagi masyarakat pencari keadilan, harus terus dikawal proses persidangannya di Pengadilan Tinggi hingga Mahkamah Agung,” kata Hendro kepada wartawan seusai menghadiri pembacaan vonis terhadap Apeng di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (23/2/2023).
Dia pun mengatakan masih akan mempelajari vonis majelis hakim terkait adanya perbedaan hukuman yang dijatuhkan yaitu 15 tahun penjara dengan tuntutan jaksa yaitu agar Apeng dihukum seumur hidup.
Hendro menambahkan soal aset-aset terkait perkebunan yang dahulu dikelola PT Duta Palma Group akan dikembalikan kepada negara. “Karena itu kita akan berkoordinasi dengan kementerian yang terkait dengan core business kelapa sawit,” tuturnya.
Majelis Hakim Pengadilan Tipikor diketuai Fahzal Hendri dalam putusannya hari ini menyatakan terdakwa Surya Darmadi alias Apeng terbukti korupsi dan pencucian uang sebagaimana dakwaan kesatu Primair dan Dakwaan Ketiga Primair.
Apeng pun dihukum 15 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsidair enam bulan kurungan dan harus membayar uang pengganti sebesar Rp2,238 triliun lebih dan juga membayar kerugian perekonomian negara sebesar Rp39 triliun lebih.
Sebelum menjatuhkan hukuman majelis hakim dalam putusannya menyatakan hal-hal yang memberatkan perbuatan terdakwa tidak mendukung pemerintah dalam melakukan pemberantasan korupsi.
Selain itu perkebunan kelapa sawit Duta Palma Group belum menerapkan plasma sehingga terjadi konflik antara perusahaan dengan masyarakat setempat yang menuntut kebun plasma untuk masyarakat setempat.
Sedangkan hal-hal yang meringankan majelis hakim mempertimbangkan kesehatan dan usia terdakwa yang sudah lanjut. Terdakwa juga dinilai sopan selama dalam persidangan.
Selain itu terdakwa telah melaksanakan corporate social responsibility (CSR) di wilayah perkebunan, membangun rumah untuk karyawan serta mendirikan sekolah dari SD, SMP dan SMA.
Terdakwa juga membangun tempat ibadah, membantu biaya pendidikan, mempekerjakan 21 ribu karyawan serta membayar pajak penghasilan dari lima perusahaan mencapai Rp 215 miliar.(muj)