JAKARTA (Independensi.com) – Diduga mengkorupsi dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) sehingga merugikan keuangan negara sebesar Rp2,5 miliar, seorang oknum Kepala Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Kabupaten Bogor, Jawa Barat segera diadili di Pengadilan Tipikor Bandung.
Jaksa penuntut umum (JPU) yang akan menyidangkan kasusnya telah menerima penyerahan tersangka yaitu Mustopa Kamil oknum Kepsek SMK Generasi Mandiri berikut barang-bukti atau tahap dua dari tim Jaksa penyidik Kejaksaan Negeri Kabupaten Bogor, Selasa (09/05/2023)
Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Bogor Sri Kuncoro saat dihubungi Independensi.com, Rabu (10/05/2023) membenarkan telah dilakukan penyerahan tahap dua kasus dana BOS SMK Generasi Mandiri.
“Iya benar, ada tahap kasus dana BOS dari jaksa penyidik kepada JPU setelah berkas perkaranya dinyatakan lengkap baik formil dan materil,” tutur Kuncoro singkat karena sedang mengikuti Bimtek Pendekatan Keadilan Restoratif dalam Penanganan Perkara dan Penerapan Kewenangan Jaksa Bertindak Menurut Penilaiannya di Bandung, Jawa Barat.
Adapun tersangka Mustopa Kamil selanjutnya ditahan oleh JPU berdasarkan Surat Perintah Penahanan Nomor : /M.2.18/Ft.1/05/2023 tanggal 09 Mei 2023 selama 20 hari terhitung sejak 9 Mei hingga 28 Mei 2023 di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Cibinong.
Sedangkan kasus yang menjeratnya berawal ketika SMK Generasi Mandiri yang dipimpin tersangka dalam kurun waktu tahun 2018 hingga 2021 mendapatkan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Reguler dan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Provinsi Jawa Barat/Dana Bantuan Pendidikan Menengah Universal (BPMU) sebesar Rp4,779 miliar.
Selanjutnya terhadap dana BOS tersebut seharusnya disimpan dalam rekening SMK Generasi Mandiei di Bank BJB, namun ternyata oleh tersangka Mustopa dicairkan dan disimpan secara tunai.
Selain itu dalam realisasinya penggunaan dana BOS tidak dilakukan sesuai dengan pedomannya sehingga mengakibatkan kerugian keuangan negara.
Adapun modus operandinya antara lain dalam penyusunan
Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS) tidak sesuai dengan pedoman dan
realisasi RKAS tidak sesuai dengan bukti laporan pertanggung-jawaban atau LPJ.
Selain itu barang fisik realisasi RKAS tidak dicatatkan sebagai Barang Milik Daerah (BMD),
pembuatan LPJ tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya karena terdapat beberapa ketidaksesuaian.
Seperti kekurangan nilai bukti pertanggung-jawaban, tidak ada bukti pertanggung-jawaban, bukti pertanggung-jawaban tidak sah, pengadaan barang atau aset fiktif dan pembayaran honor tidak sesuai bukti.
Akibat perbuatannya itu tersangka diduga telah merugikan keuangan negara sebesar Rp2,5 miliar dan disangka melanggar pasal 2 ayat (1), pasal 3 jo pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan
Korupsi jo pasal 65 ayat (1) KUHP.(muj)