Jakarta- Sekum Baitul Muslimin Indonesia (Bamusi) Nasyirul Falah Amru (Gus Falah) menanggapi penetapan arsip pidato Bung Karno di Sidang Umum PBB pada 1960 sebagai Memory of the World (MoW) atau Memori Kolektif Dunia, oleh UNESCO.
Gus Falah menyatakan, ditetapkannya arsip pidato Presiden pertama RI berjudul “To Build the World Anew” tersebut, menunjukkan dunia mengakui perlawanan Bung Karno terhadap Neo Kolonialisme dan Imperialisme (Nekolim).
“Pidato ‘To Build the World Anew’ itu adalah ekspresi perlawanan Bung Karno terhadap praktik kolonialisme dan imperialisme baru, atau Nekolim,” ungkap Gus Falah dalam keterangan tertulisnya, Senin (29/5/2023).
“Jadi, ditetapkannya Pidato itu sebagai Memori Kolektif Dunia menunjukkan dunia mengakui perlawanan Bung Karno terhadap Nekolim,” tambah Politisi PDI Perjuangan itu.
Gus Falah melanjutkan, perlawanan Bung Karno terhadap Nekolim yang diekspresikan melalui ‘To Build the World Anew’ itu bertujuan agar Indonesia maupun bangsa-bangsa lainnya mampu berdaulat dan berdikari.
Gus Falah mengungkapkan, spirit perlawanan Bung Karno masih relevan dengan situasi kekinian, ketika tatanan dunia masih menunjukkan ketidakadilan.
“Digugatnya Indonesia oleh Uni Eropa di WTO terkait larangan ekspor bijih nikel, menunjukkan paradigma Nekolim itu masih ada, yang berupaya mengintervensi kebijakan negara merdeka agar sesuai keinginan mereka,” ungkap Anggota Komisi VII DPR-RI itu.
“Karena itu spirit anti Nekolim Bung Karno tetap dibutuhkan bangsa Indonesia, dan bangsa manapun yang ingin berdaulat atau merdeka, termasuk Palestina,” tambah Gus Falah.
Seperti diketahui, berdasarkan sidang pleno Executive Board UNESCO pada 10-24 Mei 2023, arsip pidato Bung Karno di Sidang Umum PBB pada tahun 1960 telah ditetapkan sebagai MoW.
Dengan demikian, saat ini terdapat tiga arsip penting dari Indonesia yang telah ditetapkan sebagai MoW.
Tiga arsip tersebut adalah arsip Konferensi Asia Afrika (KAA) di Bandung pada 1955, arsip Gerakan Non-Blok Pertama di Beograd pada 1961, serta arsip pidato Presiden pertama RI Soekarno di Sidang Umum PBB pada 1960.