Pengamat: Pimpinan KPK Haus Kekuasaan Jika Paksakan Putusan MK Berlaku Surut

Loading

JAKARTA (Independensi.com) – Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengubah priodesasi masa jabatan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dari empat menjadi lima tahun dan kabarnya berlaku secara otomatis telah menimbulkan polemik dan mendapat sorotan tajam sejumlah pihak.

Masalahnya menurut pengamat hukum Abdul Fickar Hadjar jika putusan MK tetap dipaksakan berlaku maka dapat dipastikan akan merusak prinsip-prinsip negara hukum Indonesia.

“Selain itu membuktikan para Komisioner KPK (Firly Bahuri dkk) yang memaksakannya haus kekuasaan dan seperti orang ketakutan menjadi menganggur,” kata Fickar kepada Independensi.com, Senin (29/05/2023).

Padahal, tuturnya, pimpinan KPK harus memahami tidak ada putusan pengadilan yang berlaku surut. “Karena itu
jangan karena takut nganggur sampai mengorbankan prinsip negara hukum.”

Dia pun meminta kepada para pimpinan KPK untuk kembali ke habitatnya masing-masing dan kembangkan bekal dari KPK semangat anti korupsi di lingkungan masing masing.

“Itu akan lebih terhormat ketimbang memaksakan diri memperpanjang masa jabatan. Harus malu kepada rakyat Indonesia,” katanya.

Dia mengakui semua kini tergantung sikap pemerintah. “Kalau Keputusan Presiden (Kepres) tidak keluar, itu perpanjangannya ditolak, ” ujar Fickar.

Adapun putusan Majelis hakim MK diketuai Anwar Usman Kamis (25/05/2023) mengabulkan uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK yang diajukan Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron. (muj).